BerandaIdeaSekolah Kehidupan : Pikiran dan Perasaan

Sekolah Kehidupan : Pikiran dan Perasaan

Author

Date

Category

Seringnya berinteraksi dengan orang disekitar, saya mendapat satu kesamaan dari orang yang merasakan sakit hati. Entah itu sakit hati oleh karena diputusin pacar, dimarahi sama atasan, mendapat reaksi yang kurang menyenangkan dari orang lain. Sebagian dari mereka bereaksi mengelus dada mereka sebagai simbol bahwa mereka sakit hati. Ini yang menjadi kesamaan dari orang-orang yang saya amat, mayoritas mengelus dada adalah bahasa tubuh yang mereka keluarkan pada saat bercerita dengan saya.

Tidak ada yang salah dari respon yang dikeluarkan oleh hanya saya belajar tentang membedakan apa itu pikiran dan perasaan.

Saya akan kasih gambaran tentang perbedaan ‘pikiran’ dan ‘perasaan’.

Jika ada uang senilai 100ribu, uang tersebut saya injak sampai lecek dan kotor. Pertanyaannya apakah nilainya akan tetap sama? Tetap sama kan, uang-nya pun masih tetap bisa kita belanjakan. Nah, sama seperti kita mendapat suatu reaksi dari orang lain seperti diejek/dikata-katain, maka respon seperti sakit hati itu akan terjadi. Karena orang tersebut terlalu menggunakan ‘perasaan’ sehingga kemampuan untuk berpikir sedikit berkurang. Padahal kalau kita menggunakan ‘pikiran’, maka timbul buat apa juga dipikirin? toh itu hanya ucapan, tidak melukain badanku?

Contoh paling nyata itu kasus Luna Maya dengan video mesumnya bersama Ariel. Kalau Luna Maya terlalu menggunakan perasaannya terhadap skandal yang dia dapat, maka dia tidak akan tampil kembali di layar telivisi dan kembali berjaya.

Hidup terlalu mengandalkan perasaan mengakibatkan pikiran kita tidak berjalan. Saya pun kemarin ngobrol santai dengan seorang teman saya yang sedang belajar meditasi dan ternyata meditasi itu bisa membawa perubahan ke dirinya menjadi lebih tenang dan tidak mengutamakan perasaan.

Teman, selain itu saya belajar bahwa hidup kita adalah diri kita sendiri yang mengontrolnya. Jika kita mendapat perlakuan yang kurang mengenakan dari orang lain atau lingkungan, berarti ini saatnya untuk memperluas kapasitas hati kita.

Apa itu memperluas kapasitas hati?

Ada suatu cerita tentang seorang anak muda duduk di tepian sungai sedang meratapi nasib dalam kegalauan. Lalu, datanglah seorang kakek yang menghampiri, duduk di sebelah si anak muda. Kakek tua bertanya “Ada apa anak muda? kau tampak penuh dengan masalah?” tanya si kakek. Anak muda menatap kakek tua dengan pandangan kosong lalu membalas sapaan si kakek, “Hati ku sedang sedih karena tidak ada orang yang mengerti diriku.”

Si kakek lalu memegang pundak si anak muda lalu mengarahkan tangannya ke sungai. “Anak muda, apa rasanya kalau satu genggam garam ini aku campurkan dalam sebuah gelas?” si kakek menanti jawaban dari si anak. “Asin! Sangat asin pastinya!” jawab si anak muda. Kemudian, si kakek bertanya kembali “Bagaimana kalau satu genggam garam itu dilemparkan ke sungai?” dan si anak muda dengan cepat menjawab, “Rasanya tawar, tidak asin.”

Nah, seperti itulah. Garam diilustrasikan sebagai masalah yang datang menghampiri kita. Gelas atau telaga sungai itu adalah ruang hati kita. Semakin luas ruang hati kita seperti telaga sungai, maka Insya Allah perasaan sakit hati itu tidak akan terjadi. Saya percaya dan saya pun berdoa kepada Tuhan agar telaga hati saya diperluas sehingga saya lebih bisa mengontrol diri saya sendiri, bukan orang lain.

Regards,

Huang

 

 

 

Deddy Huang
Deddy Huanghttp://deddyhuang.com
Storyteller and Digital Marketing Specialist. A copy of my mind about traveling, culinary and review. I own this blog www.deddyhuang.com

8 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Deddy Huang

Lifestyle Blogger - Content Creator - Digital Marketing Enthusiast

With expertise in content creation and social media strategies, he shares his insights and experiences, inspiring others to explore the digital realm.

Collaboration at [email protected]

Artikel Populer

Komentar Terbaru