BerandaTravelingIndonesiaBerjalan Kaki Menyibak Sudut Jalan Cikini Gondangdia

Berjalan Kaki Menyibak Sudut Jalan Cikini Gondangdia

Author

Date

Category

Bicara tentang Jakarta tak pernah habis, kota yang padat penduduk serta masalah polusi dan kemacetan memang menjadi keunikan dari megapolitan. Setiap harinya selalu ada pendatang yang berkunjung entah untuk bekerja atau liburan. Belum lagi ditambah warga dari Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang menjadi anak kereta di Jakarta.

Ceritanya waktu itu saya ikut acara Komunitas Historia Indonesia bersama Kang Asep Kambali. Berjalan santai menyusuri jalanan termasuk kesenangan saya, karena bisa melihat dinamika warga lokal. Kota ini masih menarik untuk ditulis dalam sebuah cerita bukan?

Untuk kalian yang menyukai wisata sejarah, Cikini – Gondangdia bisa menjadi salah satu alternatif selain wisata ke kawasan Kota Tua. Mari berjalan di antara jalanan yang sibuk dan bangunan-bangunan yang menyimpan cerita-cerita tersembunyi.

Stasiun Cikini

stasiun cikini jakarta
Stasiun Cikini

Stasiun Cikini menjadi titik temu kami. Pada masa lalu, Cikini pernah menjadi kawasan elit yang punya banyak cerita sejarah serta sisa bangunan masa lampau tentang perjalanan bangsa Indonesia.

Dari Stasiun Cikini bisa menghubungkan penumpang ke jalur-jalur lainnya seperti Depok dan Bogor menunggu commuter line. Memang stasiun ini tidak sebesar Stasiun Gambir, tapi arsitektur stasiun ini cukup membuat mata nyaman. Sejarah mencatat bahwa stasiun ini sudah berdiri sejak tahun 1960 an. Nama Cikini makin dikenal luas karena peristiwa upaya pembunuhan Presiden Soekarno. Pada saat itu tiba-tiba ada yang melempar granat dan meledak. Untungnya Bung Karno dan keluarganya selamat dari peristiwa itu.

Kesibukan stasiun ini akan terlihat saat kumpulan orang keluar stasiun dan tukang ojek sepeda motor sudah bersiap mengantar ke tujuan selanjutnya. Beberapa orang rela melompati pagar pembatas yang berada di depan stasiun. Terlihat juga beberapa penjual makanan beserta gerobak dorongnya. Di Jakarta, pemandangan penjual kopi menggunakan sepeda sangat mudah dijumpai apalagi dekat dengan perkantoran. Orang di sini menyebutnya starling atau Starbucks keliling.

Pabrik Opium di Kampus UI

kampus ui
Kampus Biologi Universitas Indonesia

Deretan bajaj berbaris rapi di depan Kampus Biologi Universitas Indonesia. Bajaj-bajaj seperti sedang menanti giliran. Ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia, narkoba merupakan bentuk produk legal dan menghasilkan uang bagi pemerintah. Kedekatan dengan jaringan stasiun kereta menjadi tautan hubungan mutualisme antara jaringan kereta api di Hindia Belanda untuk peredaran narkoba.

Sebuah jembatan kereta api yang melintas di atas Sungai Ciliwung yang tersisa dari jalur rel kereta. Sayangnya saya tidak melihat langsung sisa jalur rel ini. Berada di kawasan Kampus Universitas Indonesia ini diceritakan dulu pintu gerbang utama pabrik menghadap ke jalan di dekat Pasar Kenari. Masih terlihat bentuk bangunan pabrik opium mulai dari cerobong asap. Keserakahan VOC terhadap uang awalnya lebih mengutamakan perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Maluku seperti di Banda Neira. Namun melihat peluang bisnis opium menggiurkan mereka mendirikan pabrik yang kini menjadi kampus UI.

Napak tilas cerita sejarah ini menjadi lelucon ketika menyinggung cerobong asap pabrik yang membuat banyak burung-burung gereja berjatuhan setelah hinggap di cerobong.

Bioskop Metropole

Berlokasi di sudut jalan Pegangsaan dan jalan Diponegoro, terselip bangunan putih arsitektur Art Deco minimalis. Pada masanya Bioskop Metropole bagian dari gaya hidup sosialita Jakarta karena mereka dapat menonton di kursi kelas satu. Mereka dapat menonton film-film Amerika. Nama bioskop ini sempat berganti menjadi Megaria karena berbau asing.

Kini bioskop Metropole dikelola dengan baik, masuk ke dalam bioskop kita bisa merasakan suasana klasik sebuah bangunan tua. Di atas bioskop juga ada beberapa pilihan tempat makan yang enak. Pilihan lain ada di samping gedung bioskop yang menjual aneka jajanan mulai dari Pempek Palembang hingga rujak buah. Bioskop Metropole kini tampil segar dengan wajah lama, setia menenami warga ibukota lengkap dengan sejarahnya.

Lembaga Eijkman

lembaga eijkman jakarta
Lembaga Eijkman

Seperti lumrahnya bangunan zaman kolonial lengkap dengan langit-langit gedung tinggi, bangunan yang menjadi lembaga penelitian biologi molekuler ini berdiri. Saya tidak masuk ke bagian dalam gedung hanya melihat dari penampilan luar gedung. Mata saya tertuju ke deretan jendela dan pintu tinggi. Pada dinding tangga bagian depan tersisa dua kaca patri berbentuk persegi. Ornamen simbol ular dan tongkat menandakan lambang kedokteran.

Nama Eijkman diambil dari peraih nobel kedokteran yang melakukan penelitian mengenai penyakit beri-beri yaitu Christiaan Eijkman. Sekarang lembaga ini bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi yang terus melakukan riset mengenai bioteknologi kedokteran.

RSUP Dr Cipto Mangunkusumo

RSUP Ciptp Mangunkusumo jakarta
RSUP Ciptp Mangunkusumo

Saya memasuki halaman sebuah rumah sakit umum, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Rumah sakit ini tidak terlepas dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Seiring perkembangannya sejarahnya tanpa terasa sudah memasuki usia 97 tahun.

Rumah sakit menjadi tempat pertolongan pertama ketika mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Setiap harinya rumah sakit ini bisa merawat ratusan orang yang datang. Saya ikut membayangkan sibuknya para perawat dan dokter. Kesan pertama melihat bangunan rumah sakit tampak berfungsi dengan baik dan bersih. Terlihat terkelola dan tidak semrawut. Pada bagian depan rumah sakit terdapat patung Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai tokoh bangsa. Wajah beliau juga terdapat pada pecahan uang logam baru Rp 200.

Tugu Proklamasi

tugu proklamasi jakarta
Taman Proklamasi

Titik terakhir menyusuri ruas jalan Cikini sampai di kediaman Soekarno yang berada di Jalan Pegangsaan Timur. Sekarang lebih dikenal sebagai Taman Proklamasi. Terdapat dua patung marmer hitam, Soekarno dan Mohammad Hatta yang berdiri menjadi simbolik Indonesia terbebas dari kolonialisme saat naskah Proklamasi dibacakan di depan rakyat.

tugu peringatan satu tahun kemerdekaan indonesia
Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Indonesia
tugu proklamasi
Tugu Proklamasi

Awalnya Tugu Proklamasi dinamakan Tugu Petir, namun perubahan nama menjadi Tugu Proklamasi dianggap lebih ramah. Area Tugu Proklamasi dibangun dengan tujuan untuk mengenang jasa para Proklamator dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak jauh dari Tugu Proklamasi, terdapat Tugu Peringatan Satu Tahun Proklamasi yang dibuat tahun 1946 setelah kemerdekaan. Duduk di lantai ubin, saya banyak mendengar sedikitnya mengenai sejarah Indonesia dan Cikini.

Seiring dengan murahnya tiket pesawat tentunya membuat saya tidak sulit untuk traveling ke mana saja seperti Jakarta. Jarak 50 menit terasa singkat datang dari Palembang. Apalagi sudah banyak situs online travel agent yang memberikan kemudahan memesan tiket pesawat murah. Salah satunya bisa coba pegipegi.com yang sedang memberikan promo serta kemudahan dalam pembayaran.

tawuran di jakarta
Pengalaman melihat tawuran secara live 😀

Hampir tiga jam berjalan kaki menikmati cerita sejarah sepanjang Cikini sampai Tugu Proklamator. Berpapasan dengan keramaian hingga melihat tawuran anak jalanan dengan Kopaja adalah pengalaman yang mendebarkan. Inilah saya bilang “local wisdom”.

Deddy Huang
Deddy Huanghttp://deddyhuang.com
Storyteller and Digital Marketing Specialist. A copy of my mind about traveling, culinary and review. I own this blog www.deddyhuang.com

75 KOMENTAR

  1. Waaah… Keren gan dan juga banyak tempat yang sangat bagus, seperti nya seru juga ni gan, jadi kepingin mencoba ni gan, Terimakasih banyak sudah berbagi cerita gan, sangat bagus dan menarik, maju terus gan, diperbanyak lagi…

  2. di kota sendiri kadang banyak hidden gems yang harusnya bisa di eksplor, cuma sering terlupakan karena merasa besok2 bisa kesitu. padahal banyak yg sudah berubah. thanks artikelnya, jadi tau tempat2 main yg asik di kota sendiri

  3. Aku kadang suka heran, hal yg biasa di kita kadang di orang lain bs jd cerita. ehehe

    pdhal dl sering jalan kaki gondangdia -gambir atau kalau cikini aku taunya cm ada warung makan sunda yg enak deket2 situ. wkwkwk

  4. Kawasan RSCM itu, dulunya horor mas, tapi bukan horor karena hantu dari RSCM-nya, hihihihi maksudnya horor kemacetannya. Sekarang setelah dibangun under pass matraman, Ahamdullilah, lalu lintas kendaraan jadi terpecah. Kini kendaraan bisa berbelok ke arah kanan sebelum melewati RSCM. Kalo dulu, semua satu jalur, harus melalui RSCM semua, kebayang kan horor banget di sana macetnya, terutama sore hari. Bisa stres lewat sana

  5. Sering banget deh main sekitar sini soalnya pernah kerja sebentar di belakang FKG UI itu hihihihi
    Dan rutenya dari cikini juga arah ke sini wkwkkw

  6. Menyenangkan memang kalau bisa berjalan kaki di kota yang punya sejarah panjang seperti Jakarta ini
    bisa menelusuri sejarah lama kota ini dan mendapatkan banyak informasi tentang masa lalu yang bisa dijadikan refleksi melihat masa depan

  7. Dulu, kan, saya sekolah dari SD s/d SMP di seberang Metropole. Dan dibelakang Metropole itu ada komplek kecil yang ditempati karyawan bioskop. Nah, uwa saya pernah tinggal di sana. Saya juga lumayan lama tinggal di dekat sana.

    Jadi bisa dibilang ini semacam daerah ‘jajahan’ saya hahaha. Udah lama banget pengen mengulang lagi perjalanan ke sini. Mengulang kenangan. Karena dulu kayaknya main jauh dengan berjalan kaki sama teman-teman rasanya aman aja. Kalau sekarang mana berani mengizinkan anak jalan jauh. Harus banyak syaratnya. 😀

  8. ya ampuuun mas, kalo ga baca ini aku ga tau kalo kampus biologi itu dulunya pabrik opium… beberapa kali lwt sana padahal :D. dan yg lap tugu, akupun blm prnh kesana huahahaha, bikin malu nih. org jakarta tp ga pernah kesana. yg aku sering dtgin jujurnya cuma metropole sih, utk nonton film ;p

  9. serasa travel time ke jaman lampau ya mas, ditunggu next artikelnya mas tentang rel trem mati di jakarta, aku seneng banget sejarah soalnya. oh iya salam kneal ya mas

  10. masih ada aja ya tawuran… wajah ibukota dgn pelajar yg masih aja byk yg ‘mempertahankan’ tradisi jelek ini
    dulu sering banget juga liat live bocah2 ingusan gini sok2an tawuran-.-‘ padahal jakarta juga banyak wisata sejarah bagus seperti yg ditulis di sini, dulu hidup di jakarta malah ga kepikiran nyoba tour sejarah gini, sibuk ngadepin macet tiap hari haha

  11. Cikini memang sarat dengan sejarah Indonesia, khususnya Jakarta. Di satu titik Cikini kita dapat begitu banyak cerita sejarah negeri ini. Omong2 aku sering ke Cikini tapi gedung2 ini cuma dilewati yang dimampirin itu seringnya Metropole doang hahaha. Abis… Banyak pilihan makanan enak dan sekalian nonton. The most favorit place to hangout in town

  12. Koh ded yang jauh malah surah explore cikini duluan, aku waktu itu ikut danone explore sekitar cikini juga tapi beda destinasinya ya, tapi cikini aja sih gak sampai gondangdia

  13. Metropole itu tempat nongkrong dan nonton aku jaman masih ngekost di Jakarta
    Eh eh aku merasa kalah telak nih sama Koh Ded, bertahun-tahun tinggal di Jakarta dan sekarang melipir tak jauh dari ibukota tapi belum pernah susur jalur Cikini-Gondangdia ini huhuhu

  14. Metropole itu tempat nongkrong dan nonton aku jaman masih ngekost di Jakarta
    Eh eh aku merasa kalah telak nih sama Koh Ded, bertahun-tahun tinggal di Jakarta dan sekarang melipir tak jauh dari ibukota tapi belum pernah susur jalur Cikini-Gondangdia ini huhuhu

  15. Wah, aku jadi kangen Jakarta, ko.
    Aku sempat tinggal lama di daerah Cikini, juga kerap nonton di Metropole.
    Kalau tentang sejarah kampus UI pernah digunakan untuk pabrik opium, aku baru tau dari post ini.
    Terimakasih ya, ulasannya dibuat menarik dan jadi nambah wawasan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Deddy Huang

Lifestyle Blogger - Content Creator - Digital Marketing Enthusiast

With expertise in content creation and social media strategies, he shares his insights and experiences, inspiring others to explore the digital realm.

Collaboration at [email protected]

Artikel Populer

Komentar Terbaru