Sejak duduk di bangku SD kelas 5 saya sudah kenal yang namanya korespondensi. Ya, korespondensi atau sahabat pena istilah lainnya. Yah, terima kasih juga sama guru SD saya yang telah mengajarkan bagaimana cara ber-korespondensi dengan orang yang tidak kita kenal untuk jadi berkenalan.
Mencari sahabat pena saat itu sangat mudah dan ada medianya yaitu tabloid anak “Fantasi” saat itu saya termasuk pelanggan setia. Ada disediakan halaman khusus surat pembaca yang mana anak-anak seumuran saya saat itu ternyata juga aktif menulis surat pembaca. Isinya tidak jauh-jauh dari permintaan dibuat rubrik ini itu, sampai bertanya kapan nih dimuat liputan artis A sampai Z, dll. Nah, kalau kita punya hobi yang sama langsung saja kita menulis surat ke orang tersebut. Gampang kan?
Saya punya beberapa sahabat pena, waktu itu ada Willy dari Kepulauan Riau. Ada juga dari Maria dari Lampung dan ternyata si Maria ini telah meninggal karena DBD dan adiknya Maria, Hera yang memberi kabar ke saya. Selama korespondensi begini, yah asiknya saya bisa ke kantor pos untuk beli prangko, bisa tahu kalau prangko harga Rp 500 itu berapa hari sampai.
Nah, itu intermezzo saja kenapa saya tertarik dengan filateli, sebutan khusus untuk para pengoleksi prangko. Saat itu dalam pikiran saya ini keasikkan yang seru. Lewat prangko yang harganya cukup terjangkau ini, kita disibukkan dengan proses menulis surat pakai tangan, atau sempat pakai mesin ketik juga saat itu.
Waktu menulis tulisan ini, saya sedang membongkar lemari saya dan melihat tumpukkan koleksi prangko yang sudah aja sejak tahun 1998. Apa prangko ini punya nilai jual yang mahal kalau saya jual kembali?
Fullsheet / Prangko Utuh
Prangko jenis ini merupakan prangko utuh yang dijual di kantor pos atau wartel yang melayani jasa pengiriman surat. Uniknya prangko ini seperti sedang bercerita dalam potongan-potongan kecil. Dalam cerita itu terkandung makna atau pesan yang Trully Indonesia.
Contohnya, prangko utuh edisi Cerita Rakyat ini dalam satu lembar utuh saja saya bisa mendapat inti cerita rakyat dari 4 provinsi. Menarik bukan?
Minisheet / Prangko Kecil
Prangko mini ini merupakan jenis prangko yang sifatnya sepotong saja karena kalau dalam bentuk prangko utuh ya gambarnya cuma satu jenis. Makanya dikeluarkan prangko mini ini sebagai bahan koleksi.
Jumlah nominal di prangko mini pun bervariasi, mulai dari Rp 500 sampai Rp 2000. Jadi tinggal dipilih mau pakai yang mana. Tapi kalau sudah dalam bentuk mini gini, rasanya sayang untuk dipakai ya?
Souvenir Sheet
Jenis prangko ini dicetak hanya satu lembar saja. Walau satu lembar, dia tidak memotong alur cerita. Makanya diberi label sebagai prangko souvenir.
Sampul Hari Pertama / SHP
Sampul Hari Pertama ini bentuknya adalah amplop yang sudah ditempel dengan prangko-prangko sesuai tema. Misalnya SHP Istana Negara ini punya 5 jenis prangko ya kelima prangko ini ditempel sekaligus dalam satu amplop. Dan kenapa disebut Sampul Hari Pertama? karena ada stampel yang menandakan tanggal kapan prangko tersebut dicetak. Ini serunya, kita seolah menjadi orang pertama yang memiliki prangko tersebut sebelum orang lain.
Dibalik Sampul Hari Pertama, ada keterangan yang memuat keterangan dari prangko. Nah, ini yang menambah wawasan pengetahuan kita tentang Indonesia.
Selain jenis prangko yang sudah saya sebutkan diatas, saya juga mengoleksi jenis prangko-prangko lepas yang didapat dari hasil korespondensi saat itu. Prangko-prangko ini saya simpan dalam Album Stamps. Entah saat ini masih ada yang jual tidak ya.
Walau tidak terlalu lengkap jumlah koleksi prangko saya, tapi saya sudah senang dengan jumlah koleksi yang dimiliki saat ini. Daripada yang nggak punya koleksi satu pun
Sayang saya tidak punya koleksi prangko dari luar negeri, tapi tak apalah.
Melihat situasi kecanggihan teknologi saat ini, semoga saja prangko dan kantor pos tidak tergerus masa seperti mesin ketik. Memang layanan seperti surat elektronik, sms, bbm itu sangat membantu kecepatan dalam menyampaikan pesan.
Tips kalau ingin melepaskan prangko dari amplop, caranya sobek dulu potongan prangko dari amplop. Lalu celupkan di air panas. Tunggu saja beberapa menit nanti prangko akan terlepas sendiri tanpa cacat.
Oh ya, kalau untuk menempel prangko lebih baik jangan menggunakan air liur atau langsung menempelkan ke lidah. Bakteri yang ada di perekat prangko akan masuk ke lidah kamu. Selain itu prangko kita akan jadi bau oleh air liur. Lebih baik cari air. Tapi kalau sudah tidak ada air, ya apa boleh buat, air liur pun jadi :mrgreen:.
Huang, dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, rasanya prangko memang makin tergeser. Namun kesukaan saya mengkoleksi SHp belakangan ini malah semakin menggelora lagi. Khusus SHP Indonesia. Saya tidak peduli bahwa prangko dan filateli akan seperti “Dinosaurus” yang akan punah bahkan jadi fosil sekali pun. Karena saya suka dan merasa enjoy saat mengatur, menambah koleksi, melihat-lihat SHP yang saya miliki.
salam kenal bro… coba di sharing foto2 koleksinya dong… 🙂
Kebiasaan menulis hampir tidak dimiliki lagi oleh sebagian besar generasi muda sekarang. Mereka lebih suka yang instant, seperti sms dan chat. Membuat surat adalah suatu yang aneh bagi mereka. Jika menulis surat saja mereka tidak ngeh bagaimana dengan mengenal perangko, atau menekuni hobi Filateli? Padahal banyak pelajaran yang bisa dipetik dari hobi ini. Tugas orang-orang seperti kitalah untuk memerkenalkan, dan tidak bosan-bosannya memperkenalkan dunia filateli.
jadi inget dulu main surat”an,, 😀
Hehe, saya dulu SD dan SMP tertarik ngumpulin perangko lho. 😀
Ada di Surabaya koleksi2 saya. Gak banyak sih, cuma sealbum kecil. 😆 Ada segepok kartu pos dan amplop surat yang masih saya simpan, perangkonya masih tertempel. 😀
wih keren…
kalo kartu pos aku udah gak ada lagi, udah kirim buat ikutan kuis gitu hahaha
aku juga punya !!! ^^
ada luar negeri jg loh *sombong
sayang ya hobby seperti kita ini tak bs berlanjut krn zaman yg semakin maju.
eksistensi perangko di kalahkan email 🙁
oh yaa?? bagi 1 prangko dari luar negeri :))
Beruntungnya kamu, Ded. Aku gak punya kesempatan untuk itu. Waktu SD sih pernah baca-baca majalah gitu di perpus sekolah (majalah usang tapi), menceritakan bagaimana kegiatan berkirim dan berkenalan lewat surat semacam itu. Juga tentang filateli. Tapi sayang, waktu itu tidak punya akses ataupun kesempatan. 😀
Kalau sekarang mungkin mirip-mirip dengan berkenalan via internet gini kali yak?
Iya kalo sekarang bisa dikatakan berkenalan via internet ya bisa dari twitter, blog, atau email. Kayak kita sekarang kan far, kenalan dari blog 😀
Haha. Ya macam itulah, Ded. 😀