Ada saat ketika dunia terasa terlalu cepat. Sorot layar menyilaukan, dering bertubi-tubi, dan suara-suara di kepala terus mengusik.
Sebagai seseorang yang hidup dari layar. Mulai dari memotret makanan, menyusun strategi digital, mengajar, dan membuat konten, saya terbiasa dengan ritme yang serba cepat dan menuntut. Tapi malam itu, saya memilih sunyi.
Saya tidak mencari jawaban, hanya ruang untuk bernapas…
Ketika Teknologi Menjadi Ruang untuk Diam
Sejak malam itu, saya mulai memperhatikan ulang cara saya bekerja. Setiap hari terasa seperti perlombaan. Saya membuka laptop dengan buru-buru, menutupnya dengan kepala yang masih penuh. Saya menyadari, sudah lama saya duduk tanpa benar-benar hadir.
Lalu muncul satu pertanyaan yang tinggal agak lama, “Kalau hari ini saya tidak menyelesaikan apa pun, apakah saya masih boleh merasa baik-baik saja?”
Pelan-pelan, saya mulai membedakan apa yang selama ini saya jalani dan apa yang sebenarnya saya butuhkan. Produktivitas bukan lagi soal kecepatan, tapi tentang bagaimana saya bisa hadir secara utuh.
Di titik ini, saya melihat jelas perbedaan antara ritme lama yang menuntut, dan ritme baru yang memberi ruang untuk bernapas…
Bukan karena malas, tapi karena ingin memahami ulang hubungan saya dengan waktu dan diri sendiri. Mungkin kita tidak perlu selalu menjawab. Kadang, mendengarkan diri sendiri jauh lebih penting daripada menjawab dunia.
Saat Sibuk Bukan Lagi Ukuranku
Lama-lama saya pun percaya bahwa keberadaan hanya diakui saat ada hasil. Ada hari-hari ketika saya hanya ingin hadir dan bernapas, bukan untuk beradu kecepatan, tapi ruang yang memberi napas panjang saat bekerja. Membuka layar terasa diburu, padahal saya masih mencari arah.
Lalu muncul satu pertanyaan, bagaimana jika ada perangkat yang tidak memaksa, hanya menyediakan ruang?
Pertanyaan itu membawa saya pada satu nama yang terus muncul dalam pencarian tentang laptop AI terbaik 2025, yaitu ASUS Zenbook S14 OLED (UX5406SA).
Zenbook S14 OLED, Ritme Baru di Tengah Dunia yang Bergegas
Awalnya saya menganggap laptop hanya alat kerja. Tapi malam itu, saya mulai bertanya, bagaimana jika perangkat justru memberi ruang untuk berhenti sejenak?
Saat membaca tentang Zenbook S14, satu kalimat langsung menempel, “Laptop ini adalah laptop AI 14 inci paling ramping, ringan, kuat, dan siap menemani tanpa suara bising.”
Kalimat itu seperti ditulis untuk yang lelah dikejar waktu.
ASUS merancang Zenbook S14 OLED (UX5406SA) seolah untuk menjawab kebutuhan itu. Bisa bekerja tanpa koneksi, tanpa notifikasi, tanpa dorongan yang membuat gelisah.
Teknologi ini menciptakan ruang untuk bernapas. Tampilannya sederhana, tapi semakin saya membaca, semakin terasa kecanggihannya. Permukaannya menggunakan lapisan Antibacterial Guard dari ASUS agar tetap higienis.
Bentuk ramping, menyimpan kekuatan tenang di dalamnya.
ASUS Zenbook S14 OLED (UX5406SA) sangat cocok untuk menjalankan aplikasi-aplikasi modern yang sudah mendukung teknologi AI. Laptop ini sudah diperkuat oleh Intel® Core™ Ultra 7 Processor 258V, dengan 8 core dan 8 thread, serta Intel® Arc™ Graphics dan chip AI berbasis Intel® AI Boost NPU yang memiliki kecepatan hingga 47 TOPS.
Tanpa koneksi internet. Tanpa banyak tab atau perintah rumit. Teknologi ini terasa akrab, bukan karena kecepatannya, tapi karena membiarkan saya hadir tanpa tergesa. Saya membayangkan duduk di depannya, layar menyala lembut, tanpa jadwal atau aplikasi mendesak.
Mungkin disitulah letak kecanggihannya. Saat sebuah alat tidak memaksa saya menjadi siapa-siapa, tapi cukup menemani saya menjadi diri sendiri. Dalam kesunyian itu, ASUS Zenbook S14 OLED menjadi teman yang hadir.
Laptop AI ASUS yang Mengerti Waktu, Bukan Sekadar Performa
Ada momen ketika saya duduk diam di depan layar, bukan untuk bekerja atau mencari hiburan, hanya ingin tahu… apakah teknologi bisa menemani tanpa menyuruh?
Banyak alat yang bicara keras. Jarang yang benar-benar mendengar.
Zenbook ini tidak seperti alat kerja biasa. Lebih mirip ruang kecil yang diam-diam menjaga agar saya tetap utuh. Laptop AI lain berlomba menjadi yang tercepat dan paling efisien, tapi Zenbook S14 OLED justru memilih hadir pelan dan diam di sisi.
Dari situ saya mulai melihat teknologi bukan lagi sebagai mesin, tapi sebagai ruang yang memahami. Dan saat membuka fitur-fiturnya, saya merasa dikuatkan bukan oleh dorongan, tapi karena dimengerti.
Fitur-Fitur ASUS Zenbook S14 OLED yang Menemani Tanpa Ribut
Saya tidak langsung terpikat oleh fitur-fiturnya, tapi pelan-pelan merasakan pendekatan yang tidak mendikte. Semuanya bekerja diam-diam, membuka jalan bahkan sebelum saya tahu harus ke mana.
- Copilot mengajak menulis, bahkan saat saya belum tahu dari mana.
- Recall menyimpan apa yang pernah saya lihat dan mengembalikannya saat dibutuhkan.
- Cocreator memoles sketsa yang masih ragu-ragu, seperti berkata, “Biar aku bantu tunjukkan apa yang kamu rasakan.”
- Click-to-Do memberi arah tanpa mendorong.
Semua fitur ini bekerja mulus tanpa koneksi internet. Fitur AI Effects pada kamera IR memungkinkan saya login hanya dengan satu tatapan, sambil menikmati panggilan video yang lebih nyaman.
Tapi bukan hanya nyaman. Di balik satu tatapan itu, saya merasa dijaga. Zenbook ini membaca waktu dengan tenang dan menjaga saya tanpa suara. Kamera IR mengenali saya dengan tenang, sementara sistem AI-nya menyisakan hanya suara yang perlu terdengar saat saya bicara (noise reduction).
Saat dunia luar terlalu ramai, latar belakang bisa dikaburkan, tanpa saya harus menjauh. Rasanya seperti punya ruang yang tidak hanya senyap, tapi juga aman. Ruang yang tidak bertanya, tapi tetap menjaga saya tetap utuh.
Zenbook menciptakan ruang yang tidak gaduh, berjalan lokal, memberi ruang seperti angin yang tahu kapan harus diam agar saya bisa hadir tanpa harus tergesa. Berbeda dengan kebanyakan laptop AI, Zenbook menciptakan ruang sunyi yang mandiri. Semua berjalan lokal tanpa koneksi. Mungkin di situ letak bedanya. Saya tidak lagi merasa dikejar, tapi hanya ingin menyatu dalam ruang itu dan merasa selaras.
Saat Kekuatan Datang Tanpa Suara
Saya mulai membuka detailnya, bukan untuk mencari angka, tapi ingin tahu… mengapa laptop ini terasa berbeda bahkan sebelum disentuh?
Perlahan saya percaya, mungkin memang ada teknologi yang tidak mendesak, hanya merangkul dengan diam. Teknologi biasanya menunjukkan kekuatan lewat suara, tapi Zenbook S14 OLED memilih diam. Hadir tanpa gaduh, ringan tapi menenangkan.
Desainnya ramping, hanya 1,1 cm dengan berat sekitar 1,2 kg. Aluminium daur ulang memberi kesan jujur dan sederhana seperti ruang kerja yang bisa dibawa ke mana pun.
Material ini bukan sekadar estetika. ASUS menghadirkan teknologi yang tumbuh tanpa melukai bumi. Bahkan dalam bentuknya yang sederhana, ASUS merancang laptop ini hingga mampu lolos uji militer AS (MIL-STD 810H). Perangkat militer biasanya memakai sertifikasi ini untuk menjamin ketahanan terhadap guncangan, suhu ekstrem, dan kelembapan.
Dan menurut saya, itu penting karena ruang yang kita cari hari ini tidak berarti bila bumi tempat berpijak ikut rusak.
Hal lain yang menarik perhatian saya adalah struktur prosesornya. Di dalamnya tertanam Intel® Core™ Ultra 7 155H dengan tiga jenis core, performance, efficient, dan low-power yang bekerja senyap sesuai kebutuhan. Kinerja untuk tugas berat, efisiensi untuk multitasking, dan ketenangan untuk saat-saat menulis atau sekadar berpikir.
Lebih dari itu, ada chip kecil bernama Intel® AI Boost NPU yang mampu menjalankan pemrosesan AI hingga 47 TOPS (Tera Operations Per Second) secara lokal, salah satu yang tertinggi di laptop konsumen 2025. Tidak bergantung cloud. Tidak menunggu jaringan. Cukup nyalakan dan biarkan bekerja.
Sebagian besar laptop AI generasi sebelumnya hanya bisa menjalankan NPU dengan bantuan koneksi cloud. Di antara laptop AI modern dengan AI on device penuh, Zenbook S14 OLED (47 TOPS) termasuk yang paling senyap, ringan, dan kuat tanpa perlu memamerkan kekuatannya.
Membayangkan fitur AI-nya bekerja lokal, tanpa ribut, membuat saya percaya masih ada teknologi yang benar-benar hadir tanpa mengganggu. Dan itulah kekuatan yang paling saya butuhkan hari ini.
Performa ASUS Zenbook S14 OLED untuk Multitasking Kreator 2025
Dalam sehari, saya bisa berpindah dari mengedit visual produk, membalas komentar klien, hingga menyusun modul belajar. Tanpa ruang yang stabil, semua terasa kabur seperti berada di tengah multitasking.
Sebagai kreator yang berganti peran setiap hari, saya butuh laptop yang bisa mengikuti irama saya. Zenbook ini membawa ruang besar dengan RAM 32GB dan SSD 1TB. Tapi bukan angkanya yang menonjol, melainkan keleluasaan yang ditawarkan.
Saya membayangkan berpindah tab dengan mulus, membuka dokumen lama tanpa jeda, tanpa merasa harus buru-buru. Tak ada lagi file yang harus dipilih untuk dibuang, semuanya bisa disimpan.
Saya mencoba membaca hasil uji performanya. Di Cinebench R23, Zenbook ini mencetak skor yang menyaingi laptop kelas workstation, menandakan kemampuannya menangani tugas berat tanpa harus mengandalkan kipas yang bising. Sementara di 3DMark Time Spy, skor grafisnya membuat saya percaya bahwa editing visual dan video bukanlah beban untuk laptop ini.
Bahkan saat diuji dengan CrystalDiskMark 8, kecepatan baca-tulis SSD-nya menembus ribuan MB/s, cukup untuk membuka file besar dalam sekejap. Tak perlu lagi menunggu loading hanya untuk mengakses folder proyek lama.
Dan yang paling membuat saya tenang adalah daya tahan baterainya. Dalam benchmark Procyon Battery yang mensimulasikan kerja nyata, Zenbook ini bisa bertahan lebih dari 13 jam. Tidak hanya awet, tapi benar-benar memberi ruang untuk duduk lebih lama tanpa terganggu charger atau suara fan yang memekakkan.



Sebagai fotografer makanan, saya sering menelusuri ratusan hasil foto beresolusi tinggi. Filenya berat, dan biasanya laptop akan terasa panas atau lambat. Tapi dengan penyimpanan besar dan prosesornya yang senyap, semua proses terasa lapang, bahkan saat membuka preview di aplikasi berat.
Dari situ, saya mulai mengerti bukan kecepatan saja yang saya butuhkan, tapi keleluasaan untuk bernapas.
Layar OLED 3K dan Audio ASUS yang Menenangkan
Saya memang belum menatap langsung layarnya, tapi saya bisa membayangkan rasanya saat duduk di hadapannya. Layar OLED 14 inci beresolusi 3K ini tajam dan lembut sekaligus, seperti jendela yang merangkul mata untuk beristirahat. Cakupan 100% DCI-P3 dan validasi PANTONE® menyuguhkan dunia dalam bentuk paling jujur.
Refresh rate 120Hz membuat gerakan terasa alami, tidak terburu-buru. Sertifikasi low blue light dari TÜV Rheinland seperti pelukan diam untuk mata yang kering.
Layar ini tidak mendorong produktivitas, tapi memahami kebutuhan untuk diam, dan bernapas. Seakan berkata, “Tenang saja, kamu sudah cukup.” Setelah mata merasa cukup, tubuh pun ingin beristirahat.
ASUS Zenbook S14 OLED, Ringan yang Tidak Membebani
Saya membayangkan pagi yang panjang. Meja kecil di kafe. Layar terbuka, keyboard empuk siap menemani berpikir. Laptop ini menyala tenang, tanpa kabel atau alarm baterai.
Daya tahannya hingga 25 jam, tapi yang terasa adalah bebas duduk lebih lama tanpa sibuk mencari stopkontak. Mungkin inilah bentuk keberlanjutan yang sering luput, bukan hanya hemat energi listrik, tapi juga menjaga energi mental kita agar tidak habis. Zenbook ini tidak memburu, hanya memberi tempat agar kita tetap utuh.
Saat saya membayangkannya di tas, rasanya seperti membawa ruang, bukan beban. Meski ringkas, semua port penting tetap ada mulai dari HDMI, USB-A, Thunderbolt™ 4, hingga jack audio tersimpan rapi tanpa merusak kesederhanaannya.
Audionya disetel Harman Kardon dan didukung Dolby Atmos. Bukan untuk dentuman, tapi suara lembut yang cukup menemani.
Karena yang Dicari Bukan Performa, Tapi Ruang
Fitur-fitur Zenbook ini berjalan lewat sistem operasi terbaru Windows 11 Copilot+ dan chip AI Intel® AI Boost NPU, menjadikannya salah satu laptop AI paling canggih di kelas konsumer 2025. Ada Copilot yang duduk diam menunggu. Recall bukan hanya soal mengingatkan file, tapi menghidupkan ulang momen. Cocreator memoles ide samar. Click-to-Do menandai arah tanpa memaksa.
Misalnya saat mencari draft modul pelatihan dua minggu lalu yang bahkan saya lupa judulnya, fitur Recall ini membantu saya kembali ke momen itu dalam hitungan detik.
Saya tidak lagi merasa tertinggal, karena laptop ini seperti punya cara sendiri untuk menjaga ingatan digital saya tetap utuh. Semua berjalan lokal, tanpa koneksi atau interupsi. Dari situ muncul rasa cukup, karena teknologi ini menjaga ruang tetap ada.
Saya tidak ingin menguasainya. Hanya ingin ruang aman, tempat mencoba tanpa tekanan.
Barangkali dari sinilah saya percaya bahwa Zenbook S14 OLED bukan soal performa, tapi tentang kelegaan sebuah perangkat yang tidak menuntut saya terus berlari. Kita tidak bisa mengukur ruang hanya dari kapasitas RAM atau kecepatan booting. Tapi dari cara sebuah perangkat memberi rasa cukup, bahkan saat tak satupun target hari itu tercapai.
Mungkin kamu juga pernah merasakannya?
Tiga Hari Bersama Teknologi yang Tidak Menghakimi
Sebagai seorang freelancer yang menjalani peran ganda, mulai dari mengajar digital marketing, memotret produk kuliner UMKM, hingga membuat konten visual untuk berbagai brand. Saya terbiasa hidup di antara tab ramai dan tenggat yang menekan diam-diam.
Di dunia freelance, kebebasan sering datang bersama tekanan yang samar. Lama-lama, saya merasa harus terus terlihat sibuk. Setelah mengenali teknologi sebagai ruang, saya mulai meninjau ulang hubungan saya dengan waktu. Tidak setiap hari saya ingin mengejar. Kadang saya hanya ingin merasa cukup.
Saya membayangkan hari-hari saya berjalan lebih tenang bersama laptop AI dengan performa NPU 45+ TOPS di samping saya.
Hari pertama, saya membuka layar kosong, bukan untuk menulis atau mengejar tenggat. Hanya ingin tahu, apakah rasa bisa dikenali sebelum sempat diberi nama? Cocreator menerima kalimat samar seperti “sunyi tapi hangat”, lalu diterjemahkan tanpa menghapus keraguan saya.
Hari kedua, saya membuka dokumen lama. Saya memang lupa judulnya, tapi suasananya masih terasa. Fitur Recall bukan hanya mencari file, tapi membawa kembali momen yang tersimpan. Saya menambahkan satu kalimat baru, “Malam ini saya bukan siapa-siapa, tapi ingin cukup untuk diri sendiri.”
Hari ketiga, saya menyalakan perekam suara. Bukan untuk konten. Hanya ingin tahu seperti apa suara saya saat tidak perlu terdengar pintar. Sistem AI-nya menyimak dalam versi paling tenang.
Ternyata, ruang paling sunyi bukan yang kosong, tapi yang membuat kita berani hadir, bahkan saat belum siap bicara. Saya belum mencoba langsung, tapi review Zenbook S14 OLED membuat saya percaya… laptop ini memberikan lebih dari sekadar fungsi, melainkan ruang untuk hadir.
Dari Ruang Pribadi, Menuju Ruang Bersama
Tiga hari yang memberi jeda untuk melihat bahwa kadang yang kita cari bukan jawaban, tapi tempat untuk merasakan bahwa diri ini tetap cukup. Dulu saya mengira teknologi hanya soal kecepatan. Tapi selama tiga hari itu, saya belajar bahwa teknologi juga bisa menjadi ruang untuk kembali merasa utuh.
Saya bertanya, “Bagaimana jika ketenangan ini juga menjangkau orang lain?”
Teknologi yang memberi ruang bukan sekadar alat, tapi cerminan niat untuk memahami. Saat niat itu menjelma dalam tindakan kecil, sebuah fitur, sebuah jeda, sebuah sketsa yang diterima utuh maka ruang pribadi tumbuh menjadi ruang bersama.
Bukan karena teknologinya luar biasa, tapi karena diamnya memberi ruang cerita tumbuh tanpa tergesa.
Jika teknologi bisa memberi ruang untuk saya, maka seharusnya ia juga bisa memberi ruang untuk banyak orang lain yang selama ini tidak dianggap cukup cepat atau cukup pandai mengikuti zaman. Di sanalah teknologi menemukan nilainya, saat memberi ruang untuk yang sering tertinggal.
Satu Logo Kecil, Satu Percakapan yang Diam-diam Tinggal
Beberapa hari setelahnya, saya bertemu teman lama yang sudah dua dekade menjalankan usaha makanan rumahan. Ceritanya hangat, tapi logonya belum selesai. Ingin mengganti desain, tapi bingung harus mulai dari mana.
Sebagai orang yang kerap diminta membantu visual brand, mulai dari foto makanan UMKM hingga desain logo. Saya tahu betapa sulitnya saat harus menerjemahkan cerita menjadi bentuk visual yang jujur.
Kami mulai mencoret-coret bersama. Biasanya saya menggunakan Canva dan ChatGPT untuk mengawali ide visual. Tapi kali ini, saya membayangkan fitur Cocreator yang menerjemahkan sketsa awal menjadi bentuk yang utuh tanpa menghapus kejujuran cerita.
Beberapa hari kemudian, tampilannya berubah. Tapi yang lebih terasa bukan hasilnya, melainkan cara baru memaknai usaha itu sendiri. Teman saya tidak hanya memperbarui logonya, tapi juga mulai percaya diri untuk bercerita ulang tentang perjalanan yang dijalani dengan pelan dan penuh makna.
Yang berubah bukan sekadar tampilannya tapi cara temanku sekarang bercerita. Kini dia lebih yakin, lebih jujur, dan lebih berani. Sebuah sketsa sederhana bisa berubah menjadi suara yang selama ini tertahan, hanya karena ruang itu membiarkannya muncul.
Teknologi yang paling berarti bukan yang mengubah segalanya, tapi yang memberi ruang untuk mengenali kembali siapa diri kita dan bagaimana ingin dikenang. Terkadang bukan logonya yang berubah, tapi cara seseorang mulai memandang dirinya sendiri.
Teknologi ASUS untuk Inklusi, Bukan Sekadar Efisiensi
Saya belajar bahwa teknologi yang baik tidak harus selalu mengubah segalanya. Kadang cukup hadir untuk menguatkan hal-hal yang sempat diragukan.
Bayangan itu saya bawa ke sesi pelatihan inklusi digital, tempat para penyandang disabilitas bersiap menjadi pengajar di komunitasnya. Beberapa orang memiliki kendala tidak bisa melihat, ada yang kesulitan mendengar, dan sebagian lain memproses informasi dengan cara berbeda.
Saya sempat ragu, tapi belajar dari mereka bahwa keterbatasan tidak memadamkan semangat untuk berbagi. Mereka hanya butuh alat yang bisa mengikuti cara mereka belajar.
Sebagai pengajar digital marketing untuk komunitas dan UMKM, saya terbiasa menyesuaikan materi dengan ritme tiap peserta. Bahkan saya belajar ulang bahasa isyarat untuk bisa masuk ke dunia mereka.
Lalu terlintas pertanyaan, “Bagaimana jika ruang belajar ini dilengkapi perangkat yang cukup peka untuk mendengar tanpa menghakimi?”
Saya membayangkan ASUS Zenbook S14 OLED hadir di ruang itu. Laptop ini bisa mentranskripsi suara, membaca ulang materi, dan menangkap perintah, dan menemukan file hanya dari potongan momen. Semua bisa digunakan tanpa harus menghafal nama fiturnya.
Sebab tidak semua orang butuh tahu nama fiturnya. Yang penting, rasanya dimengerti. Dan mungkin, di ruang seperti itulah teknologi benar-benar diuji bukan dari seberapa cepat bekerja, tapi dari seberapa dalam bisa mendengarkan.
Teknologi yang tepat tidak menyeragamkan. Justru sebaliknya, cukup bijak mengikuti irama tiap individu, termasuk mereka yang melangkah pelan, tapi tidak pernah berhenti. Dari situlah saya percaya, laptop ini punya potensi menjangkau lebih banyak orang, bukan hanya profesional atau kreator.
Relawan pendidikan, guru desa, dan komunitas belajar mandiri bisa menemukan harapan baru lewat Zenbook ini, teman kerja yang tetap berjalan di tengah keterbatasan. Bukan karena bisa menggantikan koneksi, tapi karena tetap bekerja saat koneksi tak selalu tersedia. Ia memberikan ruang untuk terus belajar, tanpa harus selalu terhubung.
Satu Ruang Diam yang Bisa Dimiliki Siapa Saja
Dunia tidak selalu memberi waktu untuk berhenti. Tapi saya percaya, satu ruang diam bisa menjaga kita tetap utuh.
Teknologi seperti Zenbook S14 OLED bukan tentang spesifikasi semata. Tapi tentang niat yang tertanam dalam desain, fitur, dan ketenangannya. Tentang bagaimana satu perangkat bisa berkata, “Tidak apa-apa berjalan pelan. Aku akan menunggu.”
Bagi saya, ruang itu hadir dari layar yang tidak menyilaukan, sistem yang tidak memaksa, dan performa yang berjalan tanpa perlu dipamerkan. Bukan untuk berjalan cepat, tapi untuk kembali merasa utuh. Dan mungkin saja, kamu pun sedang mencarinya. Bukan perangkat tercepat tapi yang mampu memahami ritme kerja.
Zenbook S14 OLED, Laptop Tipis yang Mengerti Ritme Saya
Dulu, saya hanya membuka laptop untuk menyelesaikan tugas, lalu segera menutupnya setelah selesai. Hubungan itu terasa fungsional, cepat datang, cepat pergi. Tanpa ruang untuk benar-benar hadir.
Tapi perlahan saya sadar, keheningan lebih sering menyalakan kreativitas daripada kebisingan. Di tengah proses memotret makanan untuk brand lokal atau menyusun materi ajar daring, saya mulai mencari ruang yang tidak mendorong saya terus bergerak, tapi justru mengizinkan saya diam.
Zenbook S14 OLED bukan menonjol karena performa, tapi karena menemani dengan lembut. Seperti bangku kosong di sudut taman, tak bertanya apa pun, hanya menyediakan tempat untuk tenang. Mungkin yang saya cari selama ini bukan hanya ruang diam, tapi juga ruang yang aman. Saat fitur keamanan seperti login wajah dan chip AI lokal bekerja tanpa menyimpan data ke cloud, saya merasa teknologi ini tidak hanya peka, tapi juga menjaga batas.
Membayangkannya saja sudah cukup menghadirkan napas baru. Teknologi ini tidak menekan dan memburu. Seluruh pengalaman itu membuat saya makin yakin bahwa ASUS Zenbook S14 OLED bukan hanya alat, melainkan ruang emosional yang memberi tempat untuk hadir apa adanya.
Seperti stasiun yang bising, di sudutnya ada satu kursi yang seolah berkata, “Berhentilah sebentar. Kamu sudah cukup.” Satu ruang sunyi di tengah dunia yang berisik dapat membuat seseorang kembali percaya pada dirinya sendiri. Jika kamu juga mencari ruang, bukan sekadar performa, sudah waktunya mengenal ASUS Zenbook S14 OLED.
Spesifikasi ASUS Zenbook S14 OLED (UX5406SA):
Main Spec. | Zenbook S 14 OLED (UX5406SA) |
CPU | Intel® Core™ Ultra 7 Processor 258V 32GB 1.8 GHz (12MB Cache, up to 4.8 GHz, 8 cores, 8 Threads) |
NPU | Intel® AI Boost NPU up to 47 TOPs |
Operating System | Windows 11 Home |
Memory | 32GB LPDDR5X |
Storage | 1TB PCIe® 4.0 NVMe™ M.2 SSD |
Display | 14″, 3K (2880 x 1800) OLED Touchscreen, 16:10, 120Hz, 500 nits, 100% DCI-P3, DisplayHDR™ True Black 500, Pantone® Validated, TÜV Rheinland-certified, stylus support |
Graphics | Intel® Arc™ Graphics |
Input/Output | 1x USB 3.2 Gen 2 Type-A (data speed up to 10Gbps), 2x Thunderbolt™ 4 with support for display / power delivery (data speed up to 40Gbps), 1x HDMI 2.1 TMDS, 1x 3.5mm Combo Audio Jack |
Connectivity | Wi-Fi 7(802.11be) (Tri-band)2*2 + Bluetooth® 5.4 Wireless Card |
Camera | 1080P FHD IR Camera for Windows Hello |
Audio | Smart Amp Technology, harman/kardon certified built-in 4 speaker, Built-in array microphone, Dolby Atmos |
Battery | 72WHrs, 2S2P, 4-cell Li-ion |
Dimension | 31.03 x 21.47 x 1.19 ~ 1.29 cm |
Weight | 1.2 Kg |
Color | Zumaia Gray, Scandinavian White |
Price | Rp27.999.000 |
Warranty | 2 Tahun Garansi Global dan 1 Tahun ASUS VIP Perfect Warranty |
***
Artikel ini diikutsertakan pada Lomba Blog ASUS 45+ TOPS Advanced AI Laptop yang diadakan oleh Travelerien.