Dalam benak saya saat itu apakah nanti tahun 2016 kami bakal mengalami masa gelap berkabut setiap harinya seperti berada di negeri awan? Ini bukanlah awan indah di atas langit biru seperti yang kalian bayangkan melainkan kabut hitam pekat yang mengepung seisi kota Palembang. Bagaikan suatu bencana yang melanda kota Palembang tiap tahunnya. Jujur saja ada rasa kekhawatiran yang timbul begitu saja ketika akan menutup tahun 2015 dan menyambut tahun baru. Saat itu selama lebih dari 3 bulan setiap harinya Palembang melewati kabut asap.
Pekat. Makin bertambah pekat di kala sore. Jarak pandang jangkauan berkendara di lalu lintas kurang lebih bisa mencapai satu hingga dua meter saja untuk masih dapat melihat jelas ke depan. Itu pun sudah dibantu dengan menyalakan lampu kendaraan. Membayangkan kejadian saat itu membuat saya seakan kembali mengingat usaha-usaha yang dilakukan agar tidak menyebabkan efek samping dari kabut asap yang lama di tahun 2015. Mulai dari membuat hujan buatan hingga sholat berjamaah untuk meminta hujan. Imbasnya seluruh apotik termasuk convenience store laku keras untuk penjualan masker.
Kebakaran hutan di Indonesia memang menjadi momok mengerikan, terutama pulau-pulau yang masih memiliki hutan yang lebat dan menjadi pusatnya aktivitas industri di sana. Ambil contoh saja Sumatera Selatan yang mana daerah hutan tropisnya masih banyak. Saya percaya masih ada orang-orang memiliki niat baik untuk melakukan berbagai upaya untuk mengurangi kerusakan hutan.
Hutan tempat sumber keanekaragaman hayati, tempat tinggal banyak spesies flora dan fauna menggantungkan eksistensinya. Jikalau ditarik kesimpulan bahwa hutan sebagai paru-paru dunia. Lewat pepohonannya menyerap karbondioksida dan mengubahnya menjadi oksigen, menjaga kontur tanah agar tidak longsor, juga sebagai penyimpan air dalam skala besar. Oleh karena itu, kerusakan hutan di suatu wilayah bisa berdampak pula pada masyarakat di belahan bumi lainnya.
Kabut asap yang melanda Kota Palembang adalah sebagian dampak kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah daerah Provinsi Sumatera Selatan pada musim kemarau. Saat itu memang mengganggu aktivitas sekaligus kesehatan. Saya bahkan sempat membaca dampak korban kebakaran hutan mulai dari meninggalnya balita karena mengalami gangguan kesehatan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), batuk, dan iritasi mata. Ironis sekali memang sewaktu membaca berita tersebut.
Kita Tidak Sendirian, Kawan!
Bahkan saat itu muncul indeks kualitas udara yang akhirnya memasuki level ambang gawat darurat asap di Sumsel. Kenaikan status mendadak pada kualitas udara yang buruk kemungkinan besar terjadi karena adanya perubahan arah angin yang membawa asap dan kabut dari kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan, Indonesia. Salah satunya termasuk Kabupaten Ogan Komering Ilir dalam jumlah peringatan titik api aktif. Menurut situs World Resources Institute di mana terdapat 423 titik api dengan tingkat kepercayaan tinggi selama masa kabut terjadi. Sebagaimana dilaporkan oleh WRI, kebakaran hutan di Indonesia telah mencapai titik tertinggi setidaknya selama tiga tahun terakhir, kemungkinan besar karena pembakaran ilegal pada lahan pertanian dan gambut.
Setiap hari saya mengikuti perkembangan berita lokal mengenai kebakaran hutan yang sedang terjadi. Padahal setengah dari kebakaran di Sumatera terjadi di atas lahan gambut yang kaya akan karbon dan memiliki kontribusi untuk menjaga keseimbangan air serta kualitas udara. Jadi, bisa kalian bayangkan bagaimana kami yang tinggal di Sumatera Selatan ikut mengalami hal yang seperti teman-teman lainnya di daerah Kalimantan yang juga memiliki hutan gambut.
Hutan gambut merupakan wilayah yang memiliki struktur tanah lunak dan basah. Tekstur tanahnya yang empuk ini sangat riskan pada saat musim kemarau. Serapan air yang ada di tanah gambut akan menjadi kering sehingga merusak tatanan dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Lahan yang kering akan sangat mudah tersulut api. Itulah alasan kenapa daerah Ogan Komering Ilir juga terkena dampak kebakaran hutan.
Kunjungan ke Hutan Lahan Gambut Sepucuk, OKI
Beberapa waktu lalu saya mendapatkan kesempatan untuk melihat hutan gambut yang berada di Sepucuk, Ogan Komering Ilir. Bersama rombongan lainnya kami memulai perjalanan dari kota Palembang menuju Kayu Agung. Di tengah kemacetan melewati jalur lintas timur tidak mengendorkan semangat saya melihat hutan gambut. Sepanjang perjalanan bus kami ikut berbagi jalan dengan truk bermuatan batu bara. Akhirnya kami tiba juga di Sepucuk setelah melewati waktu kurang lebih 4 jam perjalanan.
Ini merupakan pengalaman pertama kali saya menginjakkan kaki di hutan gambut. Ada rasa penasaran untuk melihat langsung lokasi tersebut. Kakiku mulai menurunin bus yang kami tumpangi dan berjalan masuk ke dalam mengikuti keramaian. Sewaktu menuruni tanah gambut terasa empuk namun tidak becek. Kami tiba di waktu yang tepat yaitu saat senja di hutan gambut Sepucuk. Bagaikan memberitahu bahwa di tempat ini ada harapan baru untuk pemulihan kembali tanaman-tanaman gambut yang beraneka jenis ini.
Kedatangan kami disambut Tim Badan Litbang LHK Sumsel dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten OKI. Sambutan dari Bapak Thabrani, selaku Kepala Badan Litbang LHK Sumsel didampingi Bapak Bastoni selaku Peneliti Balai Litbang Silvikultur memberikan saya gambaran mengenai lahan gambut yang terdegradasi. Sehingga terjadi perubahan kondisi lingkungan yang cenderung merusak dan tidak kita inginkan bersama akibat aktivitas manusia terhadap suatu lahan.
Informasi yang saya rangkum bahwa terdapat pada tahun 1997 area Sepucuk pernah mengalami kebakaran parah dan terulang kembali tahun 2006. Luas lahan area sekitar 20 hektar ini akhirnya menimbulkan kesulitan untuk menumbuhkan kembali hutan-hutan yang telah terbakar. Singkat cerita, lewat dedikasi yang tinggi oleh para peneliti akhirnya mereka berhasil menemukan formula untuk mengembalikan kembali wajah hutan gambut yang dilindungi.
Jenis tumbuhan yang ada di Hutan Gambut Sepucuk, OKI ini telah dikembangi sekitar 25 jenis tumbuhan lokal dari target 80 tanaman. Namun, jenis Jelutung (Dyera iowii) dan Meramin (Gonystylus bancanus) merupakan tumbuhan yang akan sering kita lihat karena merupakan tanaman asal OKI. Dua tanaman lokal ini setelah saya cari tahu ternyata memiliki fungsi dan nilai ekonomis bagi masyarakat setempat. Ternyata getah pohon Jelutung bisa dijadikan sebagai bahan baku permen karet, kosmetik, isolator dan lain sebagainya sebagai pengganti getah biasa.
Setiap pohon Jelutung bisa disadap pada usia 6-7 tahun dengan luas diameter pohon sekitar 20 cm. Lewat Pak Bustoni menjelaskan bahwa mulai menanam tanaman jelutung sejak tahun 2010 yang diselingi dengan Ramin. Manfaat Ramin juga dapat dijadikan sebagai bahan baku furniture yang mahal karena pola dan tekstur kayunya yang menarik.
Gambaran singkat yang saya dapatkan mengenai hutan gambut yang direstorasi sejak 2010 hingga sekarang ini memang terbilang unik. Dapat dibayangkan bagaimana proses kerja keras teman-teman dari Tim Badan Litbang LHK Sumsel dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten OKI mengembalikan wajah hutan dan rawa gambut sebagai area restorasi walau pernah mengalami kebakaran hutan sebanyak dua kali. Kepedulian mereka tentunya perlu kita dukung karena tentunya kita tidak ingin mengalami masa-masa kelam dengan pemandangan kota penuh dengan asap? Anak balita meninggal karena ISPA?
Dukung The 1th Asia Bonn Challenge di Indonesia – Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan boleh berbangga karena secara resmi ditunjuk sebagai tuan rumah perhelatan The 1st Bonn Challenge Asia Pacific Regional Asia High Level Roundtable pada 9-10 Mei 2017. Kabar baiknya, kawasan yang saya kunjungi di Sepucuk, OKI menjadi salah satu lokasi field trip Bonn Challenge yang dipilih.
Kawasan hutan dan rawa gambut di Sepucuk, OKI ini akan menjadi field trip yang akan dikunjungi oleh 30 delegasi negara, CEO Internasional NGO dan 11 Gubernur di Indonesia untuk acara Bonn Challege Asia Pasifik. Kunjungan yang akan memberikan para delegasi pandangan dan wawasan baru tentang bagaimana selama enam tahun area ini dapat direstorasi dengan cepat melalui penerapan teknik silvikultur khusus yang mengacu dari tiga karakter lahan kunci, yakni kedalaman gambut, kedalaman genangan air dan kedalaman muka air tanah.
Bonn Challenge akan menjadi salah satu upaya penyelamatan hutan. Selain aktivitas dan kerja nyata dapat menjadi forum pertemuan regional tingkat menteri lingkungan hidup, kehutanan dan sumber daya (pemerintah), juga melibatkan elemen sipil dan bisnis dari seluruh dunia. Tujuan utamanya adalah sebagai upaya global untuk mengurangi laju deforestasi seluas 150 juta hektar lahan hutan hingga tahun 2020, dan 350 juta hektar sampai dengan tahun 2030.
Kegiatan Asia Bonn Challenge ini untuk melihat sejauh mana perkembangan pemulihan hutan dan lahan gambut yang ada di Sumsel. Dipilihnya daerah Sepucuk, OKI dikarenakan faktor jarak yang paling dekat dari kota Palembang serta kesiapan tempat ini yang sudah berjalan enam tahun lamanya. Kawasan lahan gambut di Sepucuk di Ogan Komering Ilir ini bisa menjadi percontohan untuk wlayah lain dalam upaya pengembalian fungsi lahan gambut yang sudah mengalami degradasi.
Sekiranya hadirnya Bonn Challenge dapat menyadarkan kita untuk lebih peduli dengan alam dengan melestarikan lingkungan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Tak terasa obrolan singkat kami harus disudahi karena senja sudah semakin turun. Dalam perjalanan kali ini saya menambah pengetahuan baru mengenai lingkungan hidup dan juga bertemu teman baru.
Terakhir, efek dari kesadaran lingkungan hidup ini kami berhasil melewati tahun 2016 tanpa kebakaran hutan. Luar biasa!
[…] kedua kali ini menuju Ogan Komering Ilir, tepatnya Desa Sepucuk berjalan dengan sangat lancar. Pikirku barangkali karena adanya kontingen delegasi perwakilan […]
Sebagai pecinta lingkungan aku sedih banget pas dengar ada berita kebakaran hutan di Sumatera. Ngebayangin gimana hutan yang sangat luas habis dalam sekejap, binatang dan seisi hutan lenyap begitu saja, apalagi hampir semua kejadian kebakaran hutan karena ulah dari pengembang kelapa sawit..:(
Alhamdulillah 2017 ini kayaknya blm ada beritae asap, semoga kemarau yg di depan mata aman aman saja
[…] ada kemungkinan lokasi PLG SM Padang Sugihan akan menjadi tempat kunjungan para delegasi The 1st Asia Bonn Challenge dari 30 negara pada tanggal 9 – 10 Mei 2017 di Sumatera Selatan. Sudah pasti Dalung dan […]
tanah Pontianak di seberang juga gambut, sangat rawan kebakaran lahan 🙁
Semog kesadaran masyarakat akan Hutan ditingkatkan.. dan peran blogger juga sangat penting. Menyebarkan green of virus nih.. ya om koh…
Bumi jadi sehat kembalk deh om koh.. 🙂
Sedih kalau lihat asap kayak gitu, ngebayangin aja udah sesak napas. Semoga tak ada kebakaran hutan lagi dan kesadaran lingkungan menular ke daerah lain.
Dua tahun lalu kalau tidak salah kabar kebakaran hutan gambut ini benar-benar bikin miris, Koh. Teman-temanku yang tinggal di Pulau Sumatera banyak sekali yang terkena dampak ini.
Beruntung sekarang sudah ada program unggulan untuk restorasi hutan gambut dan tentunya pencegahan agar tidak kebakaran. Turut gembira untuk teman-teman di sana…
Betup. Makanya aku senang sekali kalau sekarang sudah mulai ada kesadaran sama lingkungan.
Semoga bertahan ya koh..
Saudaraku ada yang sering kena dampak kebarakan hutan di Palembang. Sampai kebaran hutan dua tahun kemrin, dia memutuskan pindah ke Bandung krn anaknya kena asma akut..duhhh memang mengerikan dampak kebarana hutan, bukan hanya pelestasian hutan dan sumber daya alam didalamnya. Tapi juga dampak kesehatan pada warga sekitar.
semoga hutannya ttp terjaga. btw sambil ngopi kali ya…disananya. lol
Pernah dengar dari teman-teman relawan kalau misalnya ada hutan gambut terbakar itu membutuhkan perjuangan yang lebih keras untuk memadamkan. Yang terbakar bagian bawah, sementara bagian permukaan tidak terlihat seperti terbakar. Semoga hutan Indonesia tetap terjaga dan terus menjadi mesin alam menghasilkan oksigen.
Iya hutan termasuk yang dapat membuat kita bernafas lega di tengah polusi makin bertambah.
Hutan manapun harus kita jaga, karena memang kita adalah paru -paru dunia . .
Makasih sharingnyaa bang deddy. . Semogaa hutan gambut sepucuk makin lestari dan tahun tahun mendatang tidak ada kebakaran hutan lagi. Aamiin. .
Sebagai tetangga — kebetulan 2015 aku domisili di muaro bungo, sungguh kabut asap itu sangat menyedihkan dan bikin kesal. Hiks.
Dan paling benci kalau udah masuk musim hujan terusss pada mulai bakar lahan. Arghtttt… kadang suka miris lihat hutan jambi dari atas pesawat tiap kali mendarat di Jambi.
🙁
*musim kemarau maksudnya hehehe
Ah dulu aku sempat kena asap kebakaran hutan di Palemang Om waktu saat mau ke Jambi.. Mudah” tidak ada lg kebakaran hutan gambut ya Om dan smoga sadar tentang alam..
Ada foto Mas Dhave…
Iya semoga Palembang tidak akan pernah dikepung ASAP lagi. Tak hanya Palembang sih semoga seluruh Indonesia jadi kita tidak akan pernah export ASAP lagi ke negara tetangga. Malu banget soalnya 🙂
Gini nih kalo penebangan hutan tidak diawasi dengan ketat.. nanti kalo semua hutan dibabat habis.. gimana masa depan bumi kita.. khususnya Indonesia.. parahh paraahh
semoga tidak ada kebakaran hutan lagi ya koh,
Mantap sekali ulasan dan reportasenya,panjang lenar.. slriruruurp sambiil minum teh mbacanya
😀
Teh sambil makan pempek. Hahaha… Dan ini pendek lho.. 1300 kata.