BerandaBlogrollOwn your risk!

Own your risk!

Author

Date

Category

Minggu kemarin kopdar bareng Chic, dia bilang maunya pengendara Palembang ini apa sih? Dia sampai pusing sendiri melihat pola masyarakat Palembang dalam berkendara. Aku cuma tersenyum waktu dia bilang begitu, aku kira pengedara Jakarta lebih ‘gila’ ketimbang Palembang. Ternyata dugaanku salah. Tenang ini baru dugaan sementara karena aku sendiri belum tahu bagaimana sifat pengedara kota Metropolitan tersebut, jadi aku enggak mau asal ngomong dan nulis aja.

Pernah aku bikin status di FB isinya pengen diajarin mengendarain mobil dengan baik dan benar. Beberapa ada yang komen, tapi ada komen yang mengena menurutku. Komen dari mbak Juliach, dan aku kagum sama setiap komentar dia untukku. Pedas tapi benar.

Masyarakat kita emang lebih suka sesuatu yang bersifat instan. Kalau disensus akan muncul pertanyaan:

  1. Berapa persen pengendara yang memiliki SIM melalui test bukan melalui jalur belakang (baca: menembak)?
  2. Berapa persen pengedara yang memiliki SIM melalui test tapi mengetahui dan atau memahami tentang rambu-rambu lalu lintas?
  3. Berapa persen pengendara yang enggak punya SIM tapi mengetahui dan atau memahami tentang rambu-rambu lalu lintas?
  4. Berapa persen pengedara yang enggak punya SIM dan sama sekali enggak mengetahui dan atau memahami tentang rambu-rambu lalu lintas?

Kadang, sewaktu duduk di samping kakakku yang lagi menyetir mobil. Dia suka emosi sendiri karena lihat ulah pengedara motor yang banyak tingkah. Sudah jelas jadi jarak 5 meter diberi peringatan mau belok ke kiri, tapi sekonyong-konyong ada pengendara motor yang langsung terabas lurus hingga membuat mobil harus direm mendadak. Selain itu, ulah pengendara motor dalam aksi selip-menyelip di tengah-tengah kemacetan.

Andai terjadi kecelakaan, siapa yang bakalan disalahkan?

Teorinya: si pengendara motor yang bersalah karena kita dari jarak jauh sudah kasih peringatan kalau akan membelok ke arah kiri.

Namun, prakteknya: si pengemudi mobil yang akan disalahkan pertama kali.

Kenapa?

Kalian bisa menyimpulkan sendiri alasannya kenapa, hanya benang merahnya adalah yang kuat tetap disalahkan.

Menjengkelkan.

Aku berpikir ada benarnya omongan mbak Juliach kalau setiap orang harus mendapat pendidikan tentang rambu-rambu lalu lintas, tentang bagaimana menjadi pengendara yang baik dan benar. Karena di luar negeri itu semua udah dikenalkan sejak masih TK/SD. Belum lagi kalau mau mendapat SIM (Surat Izin Mengemudi) itu melalui proses test, dan kalau nggak lulus maka akan diulangin beberapa bulan kemudian. Ada juga kalau selama mengemudi ternyata terjadi pelanggaran, maka polisi akan segera bertindak untuk mencatatnya dalam buku yang mana kalau ternyata banyak pelanggaran maka SIM berhak dicabut.

Beda banget sama kinerja polisi lalu lintas dalam menindak pelanggaran bukan? Maaf, bukannya mau menjelek-jelekkan kondisi yang sudah ada, tentang citra polisi. Melainkan ini tindakan oknum seseorang yang mengakibatkan orang banyak kena sasaran. Ulah oknum yang melegalkan ‘salam tempel’ di jalan raya. Juga nggak bisa disalahkan dari oknum polisi juga, malahan yang ada ulah dari masyarakat sendiri yang memang nggak mau ambil pusing langsung mengeluarkan sejumlah uang.

p.s : Taatlah berkendara yaaaa….

Deddy Huang
Deddy Huanghttp://deddyhuang.com
Storyteller and Digital Marketing Specialist. A copy of my mind about traveling, culinary and review. I own this blog www.deddyhuang.com

13 KOMENTAR

  1. Memang jika terjadi kecelakaan selalu kendaraan besar yang disalahkan, padahal yang salah dilapangan adalah kendaraan kecil.
    Emang yang kecil selalu salah sih.
    Salam Kenal mas.

    Huang : Salam kenal balik mas. Semoga tulisan dan persepsi saya ini nggak disalah tangkap sama mas yang baca πŸ™‚ Nggak ada maksud memojokkan kendaraan kecil atau besar.

  2. wah, jadi ikut gregetan nih.
    tapi kenapa di postingan ini hanya pengendara motor saja yang dianggap tidak berdisiplin.
    bukan maksud memihak karena saya adalah pengendara motor sejati selama puluhan tahun.
    menurut saya, sebenarnya semua orang indonesia dimanapun berada jika sudah berada di balik kemudi, pasti inginnya dia yang jalan, yang lain memberi jalan karena selalu merasa sebagai pihak yang terlemah, hingga orang lain harus memberi jalan padanya.
    tidak hanya di jalan saja, dalam kehidupan sehari-haripun seperti itu.
    ingat KKN yang tumbuh subur di negara kita bukan hanya dilakukan oleh para pejabat pemerintahan saja. siapapun itu dalam even apapun itu selama dia orang indonesia, dan mendapat kesempatan untuk KKN, maka pasti akan dilakukan.
    (jadi merembet kemana-mana), makasih sudah diberi ruang untuk mencurahkan isi hati.

    BTW, silahkan browsing arsip di blog saya, mengenai kehidupan berkendara di Jakarta sebagai bunga rampai seorang komuter.

    Huang : Sabar mas… makasih udah berkunjung πŸ™‚

  3. jangan bicara masalah rambu lalu lintas dulu…
    kebanyakan pengendara di jalan raya, kalo mau belok kanan/kiri… nggak ada yg tahu…
    hanya dia dan tuhan saja yg tahu mau belok ke mana πŸ˜€

    Huang : Hehehehe… itu jalan tengahnya yaa

  4. Aku gak punya SIM tapi mengerti rambu-rambu lalu lintas…:)
    Begitulah sikap pengendara kita yang kadang suka seenaknya sendiri…Sebagai seseorang yang tahu rambu2..ada baiknya kita mulai bersikap ‘fair’ terhadap aturan..

    Dimana2 yang ‘lebih besar’ akan disalahkan…mungkin supaya kita gak ‘seenaknya’ memakai jalan (Terkadang ada kesan pengendara mobil ituh ‘sengak’ he..he..)

    Huang : Dan kadang juga ada pejalan kaki yang sengak πŸ˜€

  5. mempunyai sim leih tenang dalam berkendara, dan aspek legalitas terpenuhi.

    tapi yang jelas kelihaian, fokus, keetisan, taati rambu, mengalah untuk berhati-hati di jalan jelas segala-galanya.

    selamat berkendara.

    Huang : Yoi.. mempunyai sim lebih tenang dalam berkendara dalam sisi legalitas :p

  6. emang tuh… kebanyakan pengendara motor di indo parah.. suka seenak jidat!
    kalo disini tuh mereka harus memposisikan sama ama mobil. jadi ya tetep di jalur, nyelip ya kalo kosong aja. kalo gak ya harus tetep nunggu di belakang mobil.

    yang paling parah tuh kalo lampu merah. di indo kan langsung semua motor nyelip ke depan, sampe penuhhh banget. kalo disini ya gak boleh tuh. kalo posisinya lagi di belakang mobil ya harus tetep stay di belakang mobil.

    yah balik2 juga tergantung kedisiplinan sih. ya kedisiplinan si pengendara dan juga polantasnya. lha kalo disini kan kalo kena tangkep ya gak bisa salam tempel. bayar denda mahal banget. jadi orang ya mau gak mau patuh peraturan.

    kalo di indo? ah ngapain patuh, kalo ketangkep tinggal nyelipin 20rb juga lewat. gampang kan? πŸ˜€

    Huang : Bangetttttttttsss πŸ˜€

  7. gw kayaknya jadi yang nomer 3 itu tuh. gw ngerti banget aturan-aturan berkendara, sampai rambu-rambunya juga (soalnya sering maen game berkendara gitu deh. hehe)

    tapi sayangnya, gw baru umur 15 tahun. dan gw gak mau dosa bikin SIM nembak.

    Huang : πŸ˜€ *senyam-senyum*

  8. Haha..
    Di indonesia asal ada uang,semua bisa diatur..=D
    paling sebel kalo lg berhenti pas lampu merah,eh motor2 dari belakang pada klakson2 minta gw minggir..gw pura2 budeg aja dah..klakson aja terus sampe aki lu soak..hahaha..

    Huang : Atau kayak iklan yang motor itu loh.. haha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Deddy Huang

Lifestyle Blogger - Content Creator - Digital Marketing Enthusiast

With expertise in content creation and social media strategies, he shares his insights and experiences, inspiring others to explore the digital realm.

Collaboration at [email protected]

Artikel Populer

Komentar Terbaru