Sempat beberapa kali saya melihat pemandangan yang menggelitik tangan saya untuk membuat sebuah tulisan. Entah apa ini yang terjadi di Palembang atau di kota lain juga mengalami hal yang serupa. Cerita ini ada kata kunci “bule”, ya akhir-akhir ini saya suka melihat bule-bule pada lalu lalang di mall atau jalanan. Perubahan kota Palembang yang menurut saya sudah semakin padat hingga membuat kemacetan ini saya rasa sebagai bentuk perkembangan dari sisi ekonomi di kota Palembang. Terbukti dengan beberapa ruas hotel yang sedang siap dibangun menunjukkan Palembang dapat menjadi salah satu kota wisata.
Lalu, apa hubungannya sama si bule?
Kalau di Jakarta yang mana bule-bule kalau seliweran itu sudah dianggap biasa. Komunikasi pakai bahasa Inggris juga sudah biasa untuk orang yang tinggal di Jakarta. Sedangkan, di Palembang sepertinya bule itu adalah langkah dengan warna kulit putih dan rambut warna pirang tampaknya jadi objek yang menarik untuk dilirik. Sapaan seperti “Mister.. mister..” “yess no yess no” oleh anak-anak kecil atau kenek angkot yang tampak antusias untuk berteriak ke orang asing kulit putih itu berkali-kali.
Hasil pengamatan saya, kata-kata yang sering mereka ucap tidak jauh dari “Mister”, tidak peduli dia itu wanita. Lalu biasanya diselipkan dengan “how are you..” ya beberapa kalimat dasar dalam bahasa Inggris. Menariknya si bule yang mungkin bingung sama tingkah orang-orang tersebut hanya melemparkan senyum, padahal kan yang diharapin itu dilemparin koin dolar
Saya pribadi, senang jika ada orang bule yang mau berkunjung ke Palembang untuk wisata. Tandanya ada potensi pariwisata yang masih dapat dikembangkan dan tinggal dari pemerintah ikut meningkatkan citra kota. Sebagai warga, saya sendri sudah mempromosikan Palembang lewat tulisan-tulisan sebagai bahan referensi orang luar yang kebetulan sedang cari kata kunci di google lalu nyantol di blog saya.
Bule di kuta dan nusadua bali sliweran sudah biasa ya gan..kini giliran palembang ya..semoga tuch bule doyan makan empek empek hehehe..salam kenal gan
hello om Huang 😀
mantap mas mempromosikan tempat wisata palembang dan jangan lupa makan khasnya
Wah, mana ada bule lempar dolar, nanti dikira mendukung pelagalan pengemisan di negeri ini :D.
Tapi mungkin itu tren pada lingkungan, dulu saat saya kecil juga di Bali seperti ini, tapi belakangan ini yang seperti itu bahkan di desa pun tampak sebagai perilaku yang udik. Ah, dunia, ada-ada saja.
dulu juga ngalamin kayak gitu bli?
Ada masa-masanya melihat pemandangan yang serupa :).