Kalau ada teman yang datang ke Palembang, biasanya selain kenalin mereka dengan wisata yang ada di sekitaran Palembang, tentunya juga mengisi perut dengan makanan yang enak dan bikin kangen. Salah satunya adalah Pindang, jenis masakan khas Palembang ini punya kemiripan dengan kuliner Thailand. Tebak apa? Tom Yum. Keduanya punya kesamaan di kuah asam pedas yang biasanya diisi dengan ikan atau seafood.
Sedangkan bedanya dengan kuah Tom Yum biasanya rasa asam didapat dari perasan jeruk nipis atau limau ditambah penguat rasa dari sereh dan daun jeruk nipis. Selain itu rasa pedasnya didapat dengan jumlah cabe rawit. Untuk isinya bervaritif bisa udang, cumi, dan ikan ditambah jamur untuk menguatkan rasa asam. Tapi jangan khawatir, kalau dibandingkan dengan pindang, kuah tom yam bisa dikatakan lebih pedas dan menyengat.
Bicara tentang Pindang, awalnya saya penasaran oleh beberapa rumah makan pindang yang ada di Palembang. Rasa penasaran saya dikarenakan ada rumah makan pindang Pegagan, pindang Musi Rawas, pindang Palembang, dan pindang Meranjat.
Akhirnya saya coba mencari tahu apa yang menjadi perbedaan mendasar dari keempat jenis rumah makan pindang tersebut. Secara umum, masakan pindang di Sumatera Selatan dikenal banyak jenis. Setiap daerah memiliki karakter masakan yang berbeda, tapi tetap acuan bahan baku tidak menggunakan santan dan menonjolkan rasa asam-pedas.
Nama Meranjat adalah sebuah desa di sebelah Utara Palembang. Sedangkan Pegagan dan Musi Rawas merupakan desa yang letaknya di sebelah Timur Palembang. Kalau Palembang sendiri ternyata masih ada beberapa jenis lagi seperti pindang Mangut dan Serani yang katanya langka, karena saya sendiri belum pernah mencicipi.
Pindang Meranjat punya ciri khas kuat di terasi atau calok (orang Palembang menyebutnya demikian). Sedangkan rasa asam didapat dari nanas dengan tingkat kepedasan sedang. Umumnya jenis ikan yang digunakan untuk pindang Meranjat adalah ikan patin dan baung. Tetapi ada juga warung makan yang menyajikan dalam bentuk iga sapi (tulang).

Lain dengan Pindang Pegagan, walau lokasinya dekat dengan Musi Rawas ternyata rasanya mendekati rasa pindang Meranjat. Kesamaan kuahnya menggunakan nanas untuk beri kesan asam tetapi rasa terasi tidak terlalu menonjol di kuah. Boleh dikatakan aroma kuahnya tidak terlalu kuat karena terasi yang digunakan tidak banyak.

Terakhir pindang Musi Rawas yang senada dengan pindang Palembang yaitu ditambah tomat ceri atau cung kediro sebagai penguat rasa asam. Pindang ini memiliki ciri khas daun kemangi lebih banyak tapi tidak menggunakan nanas dan bumbu dapur yang banyak.
Hal lain berkaitan dengan jenis protein di pindang. Biasanya yang dijual dengan ikan patin dan baung salai. Ikan patin sendiri mencari primadona untuk kuah pindang. Biasanya kita tinggal pilih mau makan yang bagian mana, mulai dari kepala, badan, atau ekor. Kalau saya lebih suka bagian ekor karena tekstur dagingnya lembut daripada badan. Lain dengan ikan baung punya karakter ukuran kecil tapi saat dimasak di dalam kuah pindang hasilnya tekstur ikan lebih lembut.


Selain itu ada yang memasukkan jenis lain yaitu ikan Gabus, ikan Kakap dan Belida. Kedua jenis ikan ini paling diminati tapi juga agak jarang warung makan yang menyediakan selain harganya juga agak mahal dari ikan patin dan baung. Saya pernah makan seporsi pindang Gabus dengan harga 80 ribu! Kalau boleh memilih saya lebih pilih ikan Belida dan Gabus karena itu tekstur daging lembut, warna putih cerah. Kebayang enaknya disantap dengan nasi putih hangat dan kuah pindang yang segar! Hauceeeekk!



Bagi penyuka seafood jangan khawatir, biasanya ada yang menyediakan pindang Udang, Kerang, Tulang, bahkan Kerupuk! Hayo makin bikin kalian menahan air liur karena banyaknya variasi pindang. Udang yang digunakan untuk pindang biasanya pakai udang satang yang ukuran jumbo. Nah, yang menarik disini adalah pindang yang menggunakan kerupuk kering berbahan dasar ikan dimasakan di kuah pindang. Ini salah satu pindang favorit saya.


Di Palembang tepatnya di pinggir Sungai Musi ada warung makan terapung yang spesial menjual masakan pindang pegagan. Berbagai jenis pindang yang ditawarkan juga variatif mulai dari pindang patin, baung, dan gabus. Sensasi makan yang kita rasakan adalah kita bisa makan di pinggir Sungai Musi sambil memandang Jembatan Ampera. Sensasi selanjutnya makannya di dalam kapal terapung bikin kita bergoyang. Tertarik mencoba?
Dari beberapa warung makan pindang yang saya singgah, terkadang masih salah menebak ini jenis pindang dari daerah mana. Bisa jadi karena sudah mengalami perubahan selera lidah sehingga mana yang rasanya lebih cocok maka disesuaikan. Maksudnya, ada warung makan pindang Musi Rawas yang juga menggunakan nanas atau sebaliknya. Sungguh membingungkan bukan? Tapi kalau kalian bertanya mana versi pindang yang enak di Palembang. Wah-wah sulit! Setiap warung makan pindang punya keunikkan sendiri, ada yang rasa kuahnya saya suka karena segar, asamnya pas, pedasnya pas tapi ikannya tidak pas. Sebaliknya begitu, ada yang dagingnya enak tapi kuahnya hambar atau encer jadi sangat disayangkan.
Jadi pindang mana yang enak? Coba sendiri!
[…] pinggiran Sungai Musi. Serta ada juga demo masak dari chef Kukuh yang memperagakan 5 jenis pindang Palembang yaitu Pindang Tulang, Pindang Telok Gabus, Pindang Baung, Pindang Udang Galah dan Pindang Patin. […]
Apapun pindangnya, Musi Rawas, Pegagan ataupun meranjat, semuanya enak. Ini pengakuan dari penggemar pindang Palembang 🙂
Nyeaek bacanya sesiang ini bang ded.. Dan saya baru tahu klo pindang bukan hanya patin. Ada tulang dan udang juga.. Asyeeek..
Haha iya lah. Masih banyak jenisnya
Katek foto aku di sini >.<
Mau jadi pindang?
Enaknya tinggal di Lampung, kebanyakan makanan khas Sumsel ada di sini. Jadi ga perlu jauh2 untuk icip2 semua jenis pindang ini.
Tapi sepertinya perlu juga merasakannya langsung di Palembang, selain cari kedai kopi 🙂
Emang kalo di Lampung, warung makan di daerah mana bang ada jual masakan Sumsel? Di Palembang ada beberapa kedai kopi yang lumayan enak dan murah.
Aku masih jatuh hati sama pindang musi rawas
Mau di undang lagi ke Palembang?
Wah aku liat ni warung terapung mbok war kmrn. cuma ngga makan..abis kenyang banget ngga sanggup lagi perut nampung. Pengen banget balik palembang niy…
Cerita 1000 km nya itu bener-bener pengalaman bagus. Semoga gak kapok ke Palembang ya lewat jalur lintas sumatera hehe
Pindang kerupuk aku belum pernah coba Huang 🙂
Kalo gitu nanti dicoba ya biar afdol. Enak juga, mba.
Dimana yg jual? Warung terapung ada?
Di Kedai 66, MomMee Bakery Kopi Haus, dan Hillside Resto aku baru dapet.
Thank you Huang ?
Duhhh ngiler baca ini pagi-pagi… Pindang-pindangnya sungguh menggoda perut yang sudah setengah buncit ini hahaha. Eh tapi kenapa tulisannya dibuat warna-warni begini? Jadi pusing lihatnya, atau memang sengaja biar ngak napsu makan kah? 🙂
Suka bikin stabilo aja kadang pas baca hehe.. Takutnya ada poin yang kelewat yang ingin disampaikan. Tos perut buncit Halim.
ahh ngences… susah cari pindang enak di Jakarta
kalo toko pempek enak di Jakarta udah ketemu kak?
Asam pedas. Bayangin rasa ini ajah bikin mulut langsung penuh liur,ssschuuup
Mpe-Mpe rasa dasarnya juga asam pedas ya? Maksudnya apa history cita rasa kuliner Palembang, Rasa dasarnya itu? Terserah asam pedasnya itu terbuat dari apa…
Dari rasa saus cuka nya mas. Kalau saya cukanya suka ditambahin jeruk kunci biar dapat rasa asam pedas. Makanya kata siapa makanan kalau di tambah jeruk bisa diet yang ada nambah porsi. Hahaha…