Dua puluh tahun lalu merupakan lahan gersang terbakar, bahkan kebakaran parah kedua terjadi kembali beberapa tahun kemudian. Kini, Kebun Konservasi Plasma Nutfah Sepucuk, Kelurahan Kedaton, Kayuagung, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan menjadi contoh lahan restorasi gambut berbasis ekonomi mendukung program restorasi gambut nasional. Di lahan seluas 20 hektar itu telah masuk dalam kawasan demonstrasi plot (demplot) restorasi sejak tahun 2010.
Restorasi lahan gambut menjadi salah satu program prioritas Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sejak 2016 dan telah tertuang dalam Peraturan Presiden RI No.1 Tahun 2016. Salah satu isinya tentang pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG). Misi yang ditugaskan untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi lahan gambut seluas dua juta hektar dalam kurun waktu lima tahun. Lahan yang direstorasi tersebar di tujuh provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.

Dari target dua juta hektar lahan, lebih dari 400.000 hektar berada di Sumatera Selatan. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menargetkan upaya restorasi lahan gambut pasca kebakaran dapat terealisasi sebesar 30% atau seluas 140.400 hektar pada tahun 2017.
Kebakaran besar di 2015 mengharuskan pemerintah segera melakukan upaya mengatasi lahan gambut yang telah terbakar. Jadi strategi terbaik sebenarnya adalah melakukan pencegahan kebakaran lewat restorasi. Hal ini berarti, gambut yang telah mengalami degradasi dan kering harus dikembalikan fungsi ekologis dan hidrologisnya.
Kalau ditanya, “Memangnya saya tahu apa tentang lahan gambut?” Sudah pasti saya akan menjawab, “Ya saya tidak tahu.”
Sebuah kesempatan langka saya dapat mengunjungi lahan bekas terbakar pada beberapa tahun silam. Saya sempat bersama rombongan mengunjungi Desa Sepucuk, Kayu Agung. Melewati Jembatan Ampera yang membelah Sungai Musi, butuh waktu sekitar 4 jam perjalanan dari kota Palembang menuju Kayu Agung. Lalu, perjalanan ke lokasi kebun konservasi dari Kayuagung sekitar 45 menit. Kedatangan kami di lokasi sudah petang. Suara serangga hutan yang khas terdengar ketika memasuki kawasan hutan gambut ini.

Kami disambut Kepala Balai Litbang LHK Sumsel, Thabrani serta Peneliti Silvikultur LHK, Bustoni yang mengiring kami menuju area hutan menyeberangi aliran air berwarna seperti teh hitam. Kaki saya sempat ragu manakala turun ke lahan gambut. Terasa amblas ke dalam, lalu timbul kembali saat kaki diangkat. Seperti pasir hisap yang akan menelan siapapun, pikiran saya langsung tertuju dalam adegan film yang pernah ditonton.
Di kelilingi pohon jelutung dan ramin yang masih berusia 7 tahun, saya mulai menyimak penjelasan mengenai area konservasi lahan gambut ini.
Gambut adalah wilayah dengan tanah yang lunak dan basah. Dapat terjadi karena pembusukan tidak sempurna dari bahan organik. Ketika substrat ini mengering, maka bahan organik cenderung akan lebih mudah untuk terbakar. Lahan gambut yang dikeringkan akan menyebabkan area ini akan sangat rawan bahaya kebakaran. Masuk musim kemarau, hamparan gambut akan mengering dan menjadi daratan. Orang-orang yang ingin memanfaatkan lahan gambut untuk pertanian akan membakarnya, karena itu cara paling murah dan praktis. Seresah dan kayu yang lapuk akan mudah sekali terbakar. Akibatnya api akan masuk ke dalam lapisan dan merembat di dalam tanah bukan di permukaan ditandai keluarnya asap. Inilah yang menyebabkan kebakaran lahan gambut susah dikendalikan dan dipadamkan.



Kebakaran hebat pernah melanda lahan restorasi gambut Sepucuk ini pada tahun 1997 dan sempat terulang kembali pada 2006. Saat itu, dunia international menyoroti OKI karena kebakaran hebat. Hutan dan lahan rawa gambut yang terdegradasi berat oleh kebakaran, butuh penanganan serius. Pemulihan atau restorasi secara alami sangat sulit terbentuk dan membutuhkan waktu lama. Perlu biaya sangat besar. Lalu, bagaimana cara mereka mempercepat merestorasi?
Pasca kebakaran, tumbuhnya tumbuhan alami sangat minim, karena hanya tumbuhan tingkat rendah seperti paku dan lumut yang tumbuh. Tumbuhan tingkat tinggi sangat susah tumbuh, mungkin mustahil.
Restorasi dipercepat melalui teknik silvikultur khusus yang mengacu pada 3 karakter lahan kunci, yaitu kedalaman gambut, kedalaman genangan air, dan kedalaman muka air tanah. Status ketiga karakter lahan tersebut akan membentuk apa yang disebut sebagai Karakteristik Lahan Gambut Terdegradasi.
Tahun 2010 lewat kajian dan penelitian yang panjang akhirnya dimulailah drainase atau pengeringan lahan gambut. Tahun 2012 muka air sekitar 20 – 40 cm dan perlahan-lahan mulai mengering. Dengan lahan yang mulai kering dimulailah menanam tumbuhan tingkat tinggi lokal setempat. Sebagian lahan gambut yang terbakar dengan kedalamannya mencapai enam meter, menjadi perkebunan sawit, dan sebagian dibiarkan. Beragam jenis pohon berkarakter lahan gambut yang ditanam, seperti jelutung, ramin, punak, perupuk, meranti, medang klir, beriang, gelam, perepat, dan geronggang. Tapi, jenis tanaman yang dominan adalah Jelutung Rawa (Dyera iowii) dan Ramin (Gonystylus bancanus).
Dua jenis pohon khas rawa gambut Sumatera ini sebagian besar tanaman tersebut menghilang akibat peristiwa kebakaran. Sifatnya yang adaptif di lahan gambut ternyata selain memiliki nilai ekologis juga memiliki nilai ekonomis dan sosial. Fungsi ekologis yang diperankan lahan gambut diantaranya menjaga keanekaragaman hayati, penyimpan karbon, penghasil oksigen dan pengelolaan air. Sedangkan fungsi ekonomi dan sosial budaya dari lahan gambut diantaranya sebagai penghasil getah dan kayu sebagai sumber penghidupan masyarakat, ekowisata serta tempat pendidikan dan penelitian.
Jelutung bisa di sadap getahnya saat usia 6 – 7 tahun dengan diameter minimal 15 cm, dan pada akhir daur yaitu tahun ke-30 kayu jelutung dapat dipanen setelah tidak produktif. Sebagai gambaran, dengan asumsi harga getah jelutung dipasaran sebesar Rp 3.000,-/kg, dengan jumlah pohon 200 pohon/ha. Sedangkan, kayu Ramin memiliki harga jual yang cukup mahal di kalangan industri kayu internasional karena pola dan tekstur kayunya yang menarik. Tingginya harga jual dan besarnya kebutuhan pasar terhadap jenis kayu ini ternyata membuat maraknya kegiatan penebangan ilegal di kawasan hutan rawa gambut. Tim LHK Sumsel telah melakukan riset hingga berhasil dikembangkan 25 jenis pohon lokal khas Sumatera seperti Jambi, Riau dan Sumsel, dari target sebanyak 80 jenis pohon.

Di sela kesempatan mengobrol bersama Bapak Thabrani, saya pun bertanya mengenai indikator keberhasilan restorasi lahan gambut yang sedang berlangsung. Upaya revegetasi pada lahan gambut bekas terbakar tidak segampang melakukan penanaman kembali pada lahan mineral. Salah satu upaya konservasi dan pemanfaatan lahan yang telah rusak. Selain mengembalikan tumbuhan lokal, ekosistem gambut juga bisa mendatangkan fauna yang dulunya migrasi akibat kerusakan lahan. Luar biasa!


“Ini saja kadang ada monyet dan harimau di sekitar lahan gambut,” celetuk Pak Thabrani sambil menunjuk ke kanal air rawa. Kami tertawa bersama seolah paham maksudnya.
Sejak kawasan konservasi ini menjadi kebun plasma nutfah, hingga sekarang kawasan ini jauh dari musibah kebakaran. Lahan gambut sangat bermanfaat sebagai daerah resapan. Hal ini menandakan bahwa kebakaran lahan gambut terjadi oleh karena oknum, karena apabila lahan gambut dijaga maka dapat menciptakan ekosistem yang harmonis.
Tantangan yang dirasakan yaitu sebagian warga yang tinggal di sekitar belum paham mengenai pengelolaan lahan gambut. Untuk itulah, para Tim Litbang LHK Sumsel bertahap melakukan sosialisasi pentingnya restorasi gambut bagi masyarakat dan lingkungan. Secara sosial dapat diterima masyarakat dan memiliki manfaat ekonomi menguntungkan.
Kawasan lahan gambut di Sepucuk ini merupakan jawaban atas pertanyaan dunia bahwa Indonesia serius untuk merestorasi lahan gambut terbakar. Keawaman saya mengenai lahan gambut dicerahkan lewat pemahaman serta pengetahuan baru mengenai #PantauGambut walau hanya beberapa jam saja berada di lahan gambut Sepucuk.

Saya kembali diingatkan peristiwa 2015, tepatnya dua tahun lalu saat kebakaran hutan menjadi “bencana alam” yang dikarenakan ulah manusia. Setiap tahun seolah mata dunia mempopulerkan Bumi Sriwijaya, sebagai lokasi produksi asap kebakaran. Negara tetangga, Malaysia dan Singapura mengeluh dampak menurunnya kualitas udara. Dua pulau besar, Kalimatan dan Sumatera menjadi sorotan karena berkontribusi besar menyumbang asap kebakaran.
Karena gambut kita bertemu senja. Sebentar namun memberi sebuah pengertian, waktu adalah salah satu dari sekian hal yang tak bisa didaur ulang. Bumi bukan untuk hari ini saja, bumi untuk diwariskan kepada anak cucu kita, sehingga siapa pun berkewajiban untuk menjaga kelestariannya. Kami pergi meninggalkan kebun jelutung dan ramin yang sudah rimbun bersiul alunan musik “Imagine” dari John Lennon dalam benak.
[…] lahan warga karena tempat tinggal mereka beralih fungsi. Termasuk saya juga tidak ingin kejadian kebakaran hutan yang menyebabkan setiap tahunnya Palembang terkena dampak asap, seperti tahun 2015 yang cukup […]
Foto yang lahan gambut di atas mengingatkan saya pada foto termahal di planet ini yang berjudul Rhein II karya Andreas Gursky, hehehehe
Oh ya? Saya sendiri belum tengok itu mas
Wah infonya menarik, saya baru tahu ni Ko. Semoga ada pengelolaan tepat lahan gambut sehingga tidak terjadi lagi kabut asap yg tentunya menganggu pernafasan.
Koh tengkyu infonya, aku baru tau kalau di Sumatera pun banyak tanah gambut. Kirain sama seperti Jawa yg mudah ditanami.
Penasaran Jelitung Rawa itu pohonnya buat apa ya? Cuma diambil getahnya aja trus dijadikan apa? Ataukah kayunya jg berharga?
TFS
tulisan yang penting banget, jadi lebih tahu tentang gambut
Syukurlah kalau bermanfaat mbak.
Mudah-mudahan setelah restorasi tidak ada kebakaran gambut lagi. Mengingat biayanya yang besar dan pekerjaan yang telah dilakukan. Lagi pula Malu ke negara tetangga yang Selalu kebagian asap karena kebakaran hutan maupun lahan gambut…
Mudah-mudahan ya mbak Evi. Udah cukup kita hirup polusi udara kendaraan hihi…
Duh, berat nih kalo ngomongin gambut. 😀
Jadi, mau ngomongin apa nih kita mbak Siti? 😀
Berat bgt topiknya, koh.
Tp informasinya penting. Krn jd lebih tau ttg Gambut.
Awalnya aku juga kepikiran gitu, waduh berat juga pas diajak ke lahan gambut. Setelah nyimak dan lihat ternyata seru perjalananku kemarin.
aku bacanya jem aaaaaakkkkkkk kohded. allahuakbar :))
Babitttt Bena pake pempek :p
antara syukur dan berduka kala terjadi kebakaran hutan tahun 2015.
Syukur, kami sekeluarga tidak merasakan itu, duka karena ini menimpa indonesia dan masyarakat disekitar sana.
semoga upaya restorasi yang digaungkan bisa menjadikan gambut kita lebih hijau dan sesuai fungsi alamnya
Aamiin. Semoga saja ke depannya untuk urusan kebakaran hutan nilainya berkurang bahkan tidak sama sekali. Restorasi gambut juga makin meluas di 7 provinsi.
Asyik Koh. Banyak info baru yang kudapat dari baca ini. Selama ini nggak terlalu ngerti sama yang namanya gambut. Ilustrasi memudahkan aku nangkep. Kereen.
Makasih Gesi, ini juga pengetahuan baru buatku tentang Gambut. Aku coba sederhanain lewat ilustrasi biar kalian bacanya juga enak.
nah,kalo udah ahlinya yang nulis artikel, mantep deh.
saya setuju mas ded
btw, liat foto terakhir jadi inget waktu ikut ke sumsel beberapa bulan lalu 🙂
Waktu yang kamu ke sini itu kunjunganku yang kedua mas Huda.
wah.. tulisan yang sangat bagus n menarik mas deddy,,
cara penyampaian nya mengalir & santai,,
tapi bikin saya pribadi makin mengerti tentang kondisi gambut di OKI yang sedang kritis saat ini,,
semoga dengan dibentuknya BRG dapat mengembalikan OKI dan kawasan gambut lainnya seperti sediakala,, aamiin,,
Terima kasih mbak Armina untuk kunjungannya. Semoga saja tulisan saya ini bermanfaat bagi orang untuk lebih mengenal Gambut. Saya sendiri juga beruntung bisa berkunjung ke lokasi gambut ini.
Waaah, postingan ini keren banget. Bikin pinter yang baca. Aku jadi tahu banyak tentang lahan gambut.
Aku juga terharu mbak, udah bikin kamu pinter *eh..
Makasih ya mbak udah sudi berkunjung kemari.
setuju. salah satu kunci dari keberasilan restorasi, memilih tanaman restorasi yang bermanfaat dan disukai bagi masyarakat sehingga nantinya masyarakat turut menjaganya. kalau asal tanem yg penting program jalan mesti susah berhasilnya
Iya mas Alan. Makanya untuk restorasi memang juga dilihat aspek sosial untuk penduduk setempat supaya bisa bermanfaat dan saling menjaga. Soalnya kebun plasma nutfah ini punya target untuk meluaskan lagi lahan restorasinya.
Karna sy pembaca yg baik. Maka sy tinggalkan jejak. Haha… Btw programnya bagus dan semoga bisa mengatasi atau mwmininalisir kebakaran lahan gambut ya Koh. Pernah sy berpikir gimana caranya memadamkan kebakaran lahan gambut? Dan sempat sebel juga pas Malaysia dan Singapura memgeluh. Hehe.. Lha kan namanya juga bencana. Ya gak sih?
Gak juga mbak, tahun 2015 itu bencana yang disebabkan oleh ulah oknum untuk kepentingan pribadi yaitu membakar lahan untuk membuka lahan gambut.
Seperti yang aku tulis “Orang-orang yang ingin memanfaatkan lahan gambut untuk pertanian akan membakarnya, karena itu cara paling murah dan praktis. Seresah dan kayu yang lapuk akan mudah sekali terbakar. Akibatnya api akan masuk ke dalam lapisan dan merembat di dalam tanah bukan di permukaan ditandai keluarnya asap. Inilah yang menyebabkan kebakaran lahan gambut susah dikendalikan dan dipadamkan.”
Buktinya percontohan lahan restorasi gambut ini sejak dijaga tidak ada kebakaran sampai sekarang, termasuk tahun 2015 kawasan ini jauh dari api. Tandanya kan emang bisa terjadi karena ulah oknum mbak. Makanya wajar kenapa negara tetangga mengeluh, akhirnya pak Jokowi membuat peraturan perundangan dan membentuk Badan Restorasi Gambut untuk segera menindak lanjutin dan upaya restorasi lahan gambut terbakar.
keren banget nih tulisannya, jadi tahu apa itu gambut.
Banyak rusak karena ulah kita dan untuk merestorasinya butuh waktu yang lama
Iya mas, sebuah pohon yang tumbuh tinggi kan gak bisa tumbuh dalam sekian tahun yang pendek.
Mamang Gambut sekarang menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan…
Tadi aku baca itu Pantau Gambut, aku pikir itu salah tulis dari kata Pantai, ternyata emang Pantau.
Emg banyak belajar dari kang Deddy deh terkait penggunakan kata2 yang tidak biasa, alias memperkaya olahan kata…
Thanks kang Deddy… Artikelnya Mantab, graphicnya Keren Banget…
Wih.. makasih mas Adhi udah sudi berkunjung.
mantap nian tulisan koh ni…..
top banget deh, detail, jelas dan mengalir jadi asyik ngebacanya ^_^
salam blogger dan salam Hoki
Hua.. ada alfian.. hehe.. makasih yaa, semoga saja first winner 😀 aamiin.
waktu aku ke palembang oktober 2015 kemarin kondisinya parah banget koh, baru turun dari pesawat aja rasanya sudah gerah dan sesak, aku beneran pakai masker waktu itu, parahnya lagi remahan abu sisa pembakaran pada beterbangan. Kata teman ku yang waktu itu ketemu, air di sungai kecil dekatnya saja sampai menghitam, ternyata lahan gambutnya banyak yang terbakar
Sayang 2015 kita belum kenal ya mbak 😀 bisa gelar karpet merah pas kamu dateng hihi
Aku salut deh sama blogger yang menulis dengan data selengkap ini, bentar lagi bisa jadi makalah untuk penelitian S3 nih koh 🙂
Aku masih S1 koh… makasih ya udah mampir. Seneng deh dimampirin sama blogger hits Pontianak :p
“Ini saja kadang ada monyet dan harimau di sekitar lahan gambut,” celetuk Pak Thabrani sambil menunjuk ke kanal air rawa. Kami tertawa bersama seolah paham maksudnya.
Lha aku gak mudeng, kenapa tertawa di bagian ini?
Itu artinya, dua fauna itu dulunya habitat di hutan sebelum terbakar.. nah kalau mereka balik lagi sekarang tanda lahan itu menjadi habitat mereka lagi. Berarti restorasi lahan gambut dapat mengembalikan kembali flora dan fauna. Kurang lebih begitu mbak Arni.
Oh kirain ada makna lain yang tersembunyi. Soalnya kok tertawa hehehe
Ah kamu…
Semoga lewat keseriusan Indonesia untuk merestorasi lahan gambut terbakar seperti di kawasan lahan gambut di Sepucuk ini bisa menghapus secara perlahan cap “tukang produksi” asap di mata dunia.
Betul banget mbak Rien. Bukti komitment Indonesia memantau gambut.
ooooh bwerarti saya juga bisa memantau gambut di daerah saya pake pantaugambut.id ya koooh, soalnya sepi banget informasi tentang gambut (terupdate) yang saya dapatkan
btw, desain grafisnya keceh banget koooooooh
Betul mbak, kita bisa juga update informasi lewat pantaugambut dot id.
Juwara deh pokoknya…
selamat duluan ya….
Aamiin. Makasih ya mas Dhave :))
Makasih infonya Koh, baru tahu banget dan sangat detil..btw tu pert terakhirnya oke banget kata2ny
Betul kan, bumi kita itu bukan untuk kita aja tapi ada generasi berikutnya. Makasih ya udah berkunjung ke blog ku.
Makasih infonya Koh, paragraf terakhirnya bikin terenyuh
Makasih ya mbak Eza… semoga bermanfaat dan informatif tulisan saya.
Makasih infonya koh, aku baru thu struktur tanah gambut seperti itu.
Jadi ingat, orang Kalimantan kalau bikin rumah dgn kontur tanah gambut mesti bikin pondasinya pakai tiang pancang kayu ulin biar gak ambles.
Oh ya? aku baru tahu kalau tentang rumah yang dari kontur tanah gambut. Menarik mbak Ivone.
Mantab jiwa nih tulisannya koh Ded. Btw aku ngeri deh kalau ada kebakaran hutan huhu sedih. Tapi aku yakinlah kalau Indonesia berkomitmen baik utk restorasi lahan gambut. Masyarakat jg harus sadar spy jaga gambut juga. Apalagi udah ada web utk memantaunya. Keren
Bayanginnya kalau udah dikepul sama asap. Udaranya gak enak mbak Mei. Sekarang udah ada beberapa website untuk kita #PantauGambut salah satuya ya pantaugambut.id kita juga bisa kontribusi menulis di sana.
mengkhawatirkan sekaligus menakutkan.
Sama-sama kita pantau gambut yuk mas 🙂
Hih bete banget. Barusan udah komen panjanh lebar, hape tiba2 eror. Wkwkwkw…
Akhirnya lupa td komen apa aja koh…
Btw semangat koh… Semoga lahan gambut tetap terjaga dan basah…. Soalnya banyak organisme yang hidup di dalamnya pasti.
Good luck koh
Astaga.. berasa udah cerocos lalu distop in ??
Makasih uwu..
Sepertinya sudah 2 tahun belakangan ini tidak terdengar kabar kebakaran lahan gambut, ya? Semoga tetap aman terkendali sampai kapan pun.
Iya mbak, makanya pas mau ganti tahun 2016 kita pada wanti2 apa bakal ada kebakaran hutan lagi. Soalnya semacam rutin tiap tahun disorot sama internasional.
Jadi teringat di desa saya, tanahnya gambut, air sumurnya merah kayak air teh, tapi bersih.
Pasti kamu terkenang masa kecil waktu baca tulisanku Mirwan … so sweet..
Iya koh… huhuhu
Gambut adalah wilayah dengan tanah yang lunak dan basah. Dapat terjadi karena pembusukan tidak sempurna dari bahan organik. Ketika substrat ini mengering, maka bahan organik cenderung akan lebih mudah untuk terbakar. Nambah ilmu saya tentang apa itu tanah gambut.
Kalau sudah terbakar repot juga, restorasinya ini sungguh luar biasa.
Syukurlah mas bermanfaat. Kalau berkenan juga boleh dishare.
Ah, 2015 itu memang penuh asap, di Kalimantan pun dimana-mana ada kebakaran lahan, terutama lahan gambut 🙁
Aku jadi penasaran sama Jelutung rawa, bisa nggak ya ditanam disini juga, kubaca deskripsinya banyak bener manfaatnya koh
Jelutung termasuk spesies lokal tanaman untuk gambut. Kalau yang aku tanyain manfaatnya bisa dipakai dari getah dan kayunya cuma memang baru bisa disadap minimal 6 tahun. Sedangkan yang di sumsel ini memang masih baru.
Diharapkan emang lahan restorasi sepucuk ini bisa jadi contoh untuk lahan gambut di tempat lain. Metode yang mereka gunakan pakai teknik silvikultura.
semoga tahun ini ngga kayak dulu-dulu ya, udah tengah tahun…so far g denger berita2 kebakaran
Udah dua tahun … makanya fungsi restorasi lahan gambut ini penting banget. pas aku nyimak si bapak cerita udah kebayang proses mereka dan akhirnya sekarang menemukan solusi.
Detail kali informasinya, senang bangetlah bisa ikut ekspedisi lahan gambut .Keren deh (y)
Pas di lokasi gambut emang diajak diskusi dan bertanya seputar gambut. Kalau informatif boleh dong mbak Yell di share 😀
Ded, caknyo awak lebih cocok jadi Penulis Penelitian daripada Travel Blogger hahahahaha. Makna-makna ilmiah yang teurai lewat tulisan ini, menurut aku lebih pantas djadikan referensi untuk pengetahuan. Kemampunan mengolah konten yang sangat jarang dimiliki blogger2 lain
Hahaha… lah ini kan pas waktu diajak jalan-jalan ke lahan gambut jadi aku tulis sebagai pengalaman orang awam sepertiku pertama kali ke sini ternyata emang banyak ilmu pengetahuan tentang hutan dan lingkungan :D.
seru banget koh, ternyata gambut penting ya untuk keberlangsungan ekosistem kita.
pengalaman berkunjung sendiri ke lahan gambut emang seru mbak Shine, selama ini kan tahunya secara kulit aja.
Nice Post Koh, bisa belajar ttg gambut secara mudah melalui ilustrasi dan video yg menarik. Aceh bbrpa waktu lalu jga heboh dgn lahan gambutnya yang telah rusak oleh tangan2 tdak bertanggung jawab.
Akhirnya gimana beritanya mas Au, gambut di aceh?
Ternyata lahan gambut masih tetap bisa produktif ya Koh
Masih bisa Kang, soalnya memang kandungan gambut memang bermanfaat. Apalagi bisa menambah nilai ekonomi bagi warga setempat kang.
Kebakaran lahan gambut memang seperti sudah menjadi langganan ya, tentunya ini akan menjadi citra buruk di mata negara tetangga jika terus2an terjadi. Tindakan pencegahan salah satu cara untuk meghindari hal tersebut terus terjadi.
Terima kasih koh, dapat wawasan baru nih 😀
Dulu pas setelah kejadian 2015, aku sempat was-was kalau nanti di 2016 bakal terjadi kebakaran lahan di Sumsel. Untunglah lewati 2016 gak kebaca berita kebakaran lahan gambut. Semoga saja bisa aman dan terkendali.
Makasih ya Jo udah berkunjung ke blogku.
Makasih infonya. Semoga usaha2 mc unk bersahabat dgn alam dapat terus dipertahankan. Krn alam hakikatnya akan memberikan kembali kpd mc apa yg sudah diperbuat unknya.
Betul mas, kita sebagai orang awam juga bisa pantau gambut kok buat tahu perkembangan informasi apa saja tentang gambut.
Mantap2 kwn, sayang di sulawesi utara kayaknya nda ada lahan gambut. Semoga hutan di kalimantan dan sumatera tetap lestari
Aku baca tulisan ini jadi nambah lagi pengetahuan tentang hutan gambut. Dari kecil sudah pernah baca tentang gambut di majalah NatGeo, bahkan ada poster gambut besar aku tempel di kamar haha
Dan sampe sekarang masih bingung, “kok susah banget ya nyetop kebakaran gambut?”
semoga tahun ini jangan ada kebakaran hutan lagi 🙂
Penyebab kebakaran gambut bisa terjadi karena ulah manusianya. Ada yang emang mau membuka lahan jadi cara praktis dengan dibakar. Tapi di lahan gambut Sepucuk ini karena emang dijaga, sejak kebakaran terakhir, lahan gambut ini bebas dari kebakaran. Ini kan tandanya emang ulah oknum kalau sempat terjadi.
Maaf, mas Deddy aktivis kehutanan atau memang bkrja di bidang ini? Lumayan pnjng ulasannya.
Disana lahan gambut terkenal jg ya. Sama sprti di Kalteng tempat saya ya. Gambut emang perlu konservasi. Kebakaran parah yg lumayan mengganggu warga Kalteng bbrp thn lalu itu diakibatkan lahan gambut yang terbakar, sehingga memang sulit dikendalikan.
Saya tempo lalu diajak buat kenalan sama gambut mas. Dengan segala keterbatasan dan keawaman saya sama sekali belum pernah lihat gambut dan tahu gambut itu seperti apa. Makanya saya antusias banget waktu diajak ke tempat ini dan banyak yang kutanyain sama para peneliti di sana.
Akhirnya, informasi yang kudapat ini aku tuangkan dalam tulisan dan berharap semoga bermanfaat terutama bagi orang-orang yang masih awam mengenai gambut mas. Kita pun juga gak mau kejadian 2015 terulang dengan kebakaran besar. Cukuplah, dah sering kan nama Sumatera dan Kalimantan disorot dunia. Nah, lahan gambut yang saya datangin ini merupakan percontohan lahan yang bisa diterapkan di lahan gambut lain di Kalimantan.
Sip pak Deddy. Trmksih buat share nya, pstinya brguna dong buat yg lg perlu tahu ttg gambut
Yup mas 🙂 kalau berkenan juga boleh bantu share infonya.
Wah….nak ikut…nak ikut….Tapi dl besok nih ya… semoga kekejar deh. Good luck Koh. Semoga habis ini terbit hestek lagi #BahagiaItuSederhana. Wkwkwkwk
Aamiin. Makasih ya mbak Wid hehe.. iya nih udah lama gak terbit hestek #BahagiaItuSederhana semoga saja tulisan ini berjodoh.
Wah ikut juga hihi
Saya agak bingung, soalnya banyak data karena sempat ikut workshop dan kegiatan lapangan bersama BRG, tapi di aturan lomba maksimal kata 1000.
Lah? 1000 kata bisa dapat apa coba? ?
Btw, semoga sukses Koh!
Aamiin. Wuah makasih banyak supportnya Daeng Ipul. Semoga saja keberuntungan berjodoh dengan tulisan ini daeng.
ketemu disini juga toh kak
ketemu siapa nih mas bimo?
Daeng Ipul, beliau teman sekalian tetangga saya mas Deddy.
Oalah… duo orang kreatif asal Makassar 😀 keren!
semoga kondisi gambut di indonesia akan membaik setelah adanya keterbukaan informasi hutan gambut
Betul mas Bimo, sekarang keterbukaan informasi tentang lahan gambut yang terpercaya bisa dengan mudah kita akses. Saya termasuk beruntung bisa berkunjung ke lahan gambut dan bertanya langsung ke Bapak Bustoni yang namanya udah dikenal luas di internasional.
wah mas deddy seru nih bisa langsung turun lapangan, saya malah belum pernah sama sekali. saya penasaran banget gimana bentuk gambut aslinya. sayangnya di sulawesi gak ada lahan gambutnya.
Bentuk gambut seperti di foto ku mas. Berasa empuk-empuk gitu.. tadinya kirain bakala amblas. Kemarin aku dateng pas mau penambahan penanaman 100 bibit jelutung. Jadi kesempatan buat tanya-tanya ilmu baru.
iya saya perhatiin fotonya tanahnya kayak kenayl gitu yah. nah itu dia mas saya heranin kok tanah gambut ditanam apa aja bisa subur yah
balik lagi ke fungsi gambut mas, dia sebagai penyimpan kandungan air yang baik pas kemarau.
Wah, dapat wawasan baru seputar lahan gambut, karena di Jawa juga jarang ekosistemnya. Infografisnya juga kian mempermudah pemahaman. Pantas, sepatumu bagus koh. 😀
Iya, buat orang awam seperti aku yang baru lihat gambut ini pengetahuan banget dan jadi tahu di Sumsel ini punya lahan gambut luas. Semoga infografisku membantu buat orang-orang kenal tentang gambut.
Alhamdulillah tahun lalu ndak ada bencana asap. Mudah2an tahun-tahun ke depan juga aman. Amiiin
Sejak 2006 kebakaran keduo kali, lahan konservasi gambut ini bener-bener dijago dari kebakaran. Dan tahun 2015 yang kemarin kebakaran lahan yang dikelola ini dak keno terbakar. Ini bukti kalau lahan gambut biso terbakar karena emang ulah oknum. Makonyo kebayang kalau luas lahan gambut kito di Sumsel biso dikelola lebih luas biso jadi percontohan buat lahan gambut di 6 provinsi lainnyo.
Semoga hutan kita tetap terjaga. Lahan gambut seperti ini memang harus dijaga agar tidak dirusak oleh oknum yang berkepentingan untuk pribadi.
Menarik rasanya jika kita ikut serta mengkampanyekan untuk memahami lahan gambut.
Kamu juga bisa mas ikutan kampanye gitu, ya sama kayak kita nulis seputar lingkungan yang kita ketahui. Kalau gak ya bisa pantau gambut di platform yang sudah ada misalnya pantaugambut.id
sangat menarik gan
Makasih udah mampir ke blog ya..