Kami sekeluarga berencana untuk vaksinasi Hepatitis. Sebelumnya kami sudah ke dokter dan dokter membuat surat rujukan ke laboratorium untuk mengambil sampel darah. Dulu waktu saya masih SD sudah pernah divaksinasi Hepatitis. Namun 13 tahun berlalu akhirnya kami memeriksa lagi. Alasan lain karena kesibukkan kami jadi makanan yang kami makan juga dari satu restoran ke restoran lain. Lalu, dua orang penghuni tetangga saya sudah koit duluan karena Hepatitis.
Oke, ternyata untuk memeriksa darah biayanya cukup mahal berkisar 130ribu – 180 ribu. Dan yang mau disorotin di sini tentang birokrasi kedokteran di Indonesia. Kenapa? Sewaktu kami mau pindah laboratorium, ternyata laboratorium yang lain menginginkan surat rujukan dari dokter. Hah? kita cuma mau periksa darah saja kok pakai surat? Saya jadi ingat cerita bu Monik tentang tewasnya salah seorang anggota DPR Sumsel karena jantung. Ketika itu warga tidak tahu identitas korban tapi mereka langsung membawa ke RS RK … (sensor) yang memang terkenal pelayanannya “bagus”. Tapi, korban ditolak karena tidak ada identitas!
Shit! pikir dong, mana rasa manusiawi dari seorang dokter/suster? orang lain sekarat dan butuh pertolongan langsung tapi ditahan karena tidak ada yang menjamin/uang. Belakangan, pihak RS RK … meminta maaf karena setelah dicek ternyata itu salah seorang anggota DPR.
Saya juga pernah baca postingan seorang ibu di blog. Anaknya masih balita dan demam, waktu mau bawa ke dokter ternyata antriannya panjang sementara ibu ini ditahan karena sesuatu dan lain hal. Bayangkan anak balita demam yang tinggi apa bisa tahan sampai beberapa jam? oke kalau itu untuk ukuran orang dewasa.
Saya juga tidak tahu, apa ini menjadi alasan orang lebih suka berobat di luar negeri.