Masukin H-3, para calon gubernur makin gencar buat ‘jual diri’ mereka ke publik. Wajarlah, karena ini buat pertama kalinya wongkito alias orang Palembang secara serentak mendapat hak buat pilih langsung, jadi bukan pakai sms gitu.. ketik: XXX XXX kirim ke XXX. Hahaha…
Namun, bukan ini yang mau saya bahas, melainkan mengenai janji politik. Lho apa itu janji politik? Saya coba cari definisinya dan ketemu.
Janji politik adalah sejumlah langkah strategis untuk memperoleh posisi politik yang mampu membangun blok politik dan segmen pendukung atau pemilih yang setia dan fanatik (Adman Nursa, 2005). Dan Nimmo dan Agung Wibawanto (2005), janji politik adalah visi, misi dan program yang disampaikan seorang kandidat kepada masyarakat yang secara efektif memiliki daya serap dengan tingkat penerimaan yang tinggi dari masyarakat.
Jadi, janji politik merupakan janji apa yang akan dilakukan oleh seorang kandidat jika ia terpilih menjadi pemimpin. Agar sebuah janji politik mampu mengikat masyarakat ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang kandidat, yaitu janji politik itu bernilai penting, istimewa, mudah dikomunikasikan, tidak mudah ditiru, mempunyai daya imajinasi, daya tarik, daya perspektif dan daya ikat terhadap masyarakat.
Melihat janji politik dari dua calon gubernur Sumsel ini buat masyarakat harus jeli dan bukan karena iming-iming ‘salam tempel’. Terlebih janji politik yang mereka ucapkan itu, menurut saya, itu terlalu ekstrim dan berani. Why? Mereka janji kalau tidak berhasil membangun Sumsel dalam waktu satu tahun untuk sekolah dan berobat gratis maka akan segera mengundurkan diri. Atau kalau mereka tidak berhasil kasih dana agunan dalam waktu 100 hari maka mereka juga akan langsung mundur. Wah, saya jadi inget sama janji SBY waktu masa pemilihan buat 100 hari. Hasilnya?
Semalem, Triana sms nanya apa nanti saya ikutan nyoblos? Let me think a minute..
Pertama, kartu pemilih saya nama yang tercantum di sana bukanlah nama saya. Kenapa? Adanya kesalahan dalam pencatatan.. dan parahnya termasuk tulisan jenis kelamin. Sh*t!
Kedua, mau nyoblos yang mana? nyoblos yang pakai kacamata (secara saya juga pakai kacamata) atau nyoblos yang pakai baju koko putih (secara saya suka warna putih). Mendingan nyoblos yang mau kasihin saya duit jajan 10 juta per bulan selama seumur hidup. Hahahahaha..
Namun, apapun itu… janji tetaplah janji, mulut boleh berkata tapi lidah bisa membelok!
horeeeeeeeeee…
aku dak nyoblos kmaren tu…
*joget-joget pisang*
Ah.. finally gw kaga milih mereka pada hari H.. alasannya ya itu kesalahan dalam penulisan nama di kartu pemilih.
at least… pilih yang terbaik diantara yang terburuk…. itu menurut gw sih… 🙂
Memang lidah tak bertulang. Menurut saya janji politik adalah semua kata2 yang perlu dikatakan hanya agar orang bisa milih. Kalo sudah dipilih minum obat sakit kepala yang bisa mencuci memori.
ah… umbar janji tuh ded…. ayo kamu aja yang nyalonin diri hehehe
wah enak tuh klo ada yang mau ngasi kita yang nyoblos gaji 10juta perbulan… aku juga mau…hehe
janji tinggal janji itu namanya, padahal janji khan amanah ya
janji tinggallah janji…
Nah itu parahnya, nama yang tercantum Desi.. gila aja.. nama gw Deddy jadi Desi.. trus jenis kelaminnya Perempuan.. weks.
dan begonya tuh petugas KPU mau-mau aja gw ikutan nyoblos waktu pemilihan walikota.. makanya neh gw ragu mo nyoblos atau gak..
kata bang Rhoma, jangan ucapkan kata pasti dalam berjanji, tapi katakan insya Allah… tapi liat yg kebanyak janji sering sulit saat nagihnya, kan ? eh kok bisa salah kelamin ? 😀
setuju!
membela yang bayar!
wkekekekeekke!