Apa yang kalian lakuin setiap pagi, saat kelopak mata kamu terbuka?
Aah.. masih ngantuk..
Ntar deh.. nanggung 5 menit lagi!
Aku sendiri langsung bersyukur karena aku masih diberi nafas, masih bisa membuka mata aku untuk melihat orang yang aku sayangin. Dan percaya kalau hari ini pintu rejeki akan dibukakan? Aku percaya masing-masing kita sudah punya jatahnya sendiri dalam hal rejeki. Udah punya cetakan mangkok sendiri, bisa lebih, bisa kurang, dan bisa cukup. Kita bangun dan terus dikejar sama waktu, ketemu sama orang untuk berbisnis.
Mungkin contoh tentang tukang becak ini bisa jadi bahan renungan buat kita (wkwkwkw.. serasa aku lagi khotbah di hadapan jemaat sidang). Di Palembang, angkutan umum yang paling sering ditemuin itu becak. Dari kecil aku sudah sering naik dan bertemu dengan ratusan tukang becak. Mulai dari remaja, dewasa, sampai orang tua. Mereka ini punya karakter yang berbeda-beda.
Tawar menawar dengan tukang becak juga sering terjadi. Nggak sering juga aku kalah harga tawar karena menurutku harga yang aku tawarin itu udah lebih dari cukup dengan jarak yang dekat. Tapi bagi tukang becak, jarak dekat maupun jauh itu sama saja, sama-sama mahal. Belum lagi kalau dia sudah main hitungan penumpang. Makin banyak penumpang, si tukang becak ini beralasan makin mahal karena berat.
Belum lagi, tindakan si tukang becak yang nggak jarang memeras penumpangnya waktu sampai ditujuan. Rasanya jengkel banget.. sampai aku menggerutu: Lu tukang becak belagu banget. Udah miskin banyak tingkah! Beneran aku sampai umpat begitu sama si tukang becak. Yaaa wajarlah.. lu mau narik ayo.. nggak ya nggak usah ngata-ngatain penumpang.
Jalan kaki nggak begitu jauh, kadang suka berjodoh sama tukang becak yang baik hati. Nggak jarang juga ketemu sama tukang becak langgananku. Aku bisa bayar dengan harga yang wajar, bahkan kalau itu becak langganan biasanya harga naiknya nggak terlalu mereka ributkan. Sesuai dengan keikhlasan kita kasih ke dia. Cuma tukang becak sejenis gitu yaaa susah didapat.
Pokok utama kita disini, tentang Tuhan itu udah kasih kita rejeki sesuai takarannya masing-masing. Sekarang tergantung dari kita bagaimana melihat itu sebagai peluang.
Sebut saja A, tukang becak sok jual mahal. Dan B untuk tukang becak baik hati.
Waktu A menolak penumpang untuk menarik becaknya ke tempat tertentu dikarenakan harga bayarnya murah, berarti dia udah menolak rejeki yang memang udah jadi cakupannya. Benar begitu kan? Nah… kita nggak tahu jalan Tuhan itu kayak apa, bisa jadi waktu A udah selesai narik dan dia balik lagi ke pangkalan becak, dia bertemu dengan penumpang baru lainnya. Otomatis kan bisa jadi rejekinya yang lain?
Ternyata A lebih suka memilih penumpang yang memberi bayaran mahal. Oke.. mau nunggu sampai kapan? Jangan harap juga aku bakalan naik!
Beda dengan B, aku pernah bertemu sama karakter seperti B. Aku pernah nanya kenapa mau menarik aku dengan bayaran yang murah dan terjangkau. Dan dia menjawab kalau rejeki itu sudah ada yang mengatur, siapa tahu abis mengantar aku dia bisa mendapat penumpang baru lainnya. Wow.. masuk akal banget! Otomatis penghasilan dia selangkah lebih maju dari si A yang lebih suka duduk di pangkalan becak!
p.s : Lebih baik mengharapkan rejeki yang cukup ketimbang mengharapkan rejeki yang lebih. Karena sesuatu yang berlebihan hasilnya tentu berlepotan kemana-mana.
tukang becak B sangat keren.
eh, sudah berapa tahun diriku ndak pernah naik becak ya? 😐
wau.
jangan liat apa yang belum kita punya, tapi syukurin apa yg udah kita dapet.
ohh
yang penting emang harus selalu bersyukur atas semua rejeki yang kita udah dapet ya..
rezi mah sudah ada yang ngatur… jadi bagaiman kita menjalani dan munsyukuri apa yang telah diberikan…kalau disuruh pilih yang jelas saya akan pilih yang baik hati…
saya selalu mengharap dapet rezeki halal bro,…sumpah deh,…dua jempol untuk postingan ini,…..mantap