To travel is to live
Sebuah studi mengatakan pariwisata global menyumbang 8% dari emisi karbon. Studi ini meneliti aliran karbon global 160 negara antara 2009 dan 2013. Ini menunjukkan bahwa totalnya mendekati 8% dari angka global. Berita ini benar-benar membuka mata saya, bak sentilan untuk mengingat yang pernah saya lakukan saat traveling tanpa sadar atau belum tahu. Ternyata aktivitas traveling ikut menyumbang jutaan ton karbon dioksida.
Jejak karbon berasal dari emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya. Gas rumah kaca bukan hanya karbondioksida (CO2) dan dampaknya terhadap pemanasan global pun berbeda-beda. Faktanya karbondioksida mampu bertahan rata-rata 70 tahun di atmosfer. Sebagai contoh, kita masuk kamar hotel dan menyalakan lampu, televisi dan AC, kemudian kita melepas penat dengan mandi. Pada waktu malam kita tidur dengan AC dan televisi menyala. Semua kegiatan ini meningkatkan karbon.
Pembakaran bahan bakar kendaraan saat kita dari bandara menuju hotel dan tempat wisata, juga menyisakan karbon. Atau ketika kita belanja oleh-oleh dari bahan yang tidak ramah lingkungan. Jumlah emisi dari traveling tentunya akan semakin tinggi jika digabungkan dengan penggunaan listrik, transportasi darat hingga pembuangan limbah.
Artinya, jejak karbon ini masih tertinggal di atmosfer jauh setelah kita selesai traveling. Ini benar-benar membuka mata saya, apalagi setelah mengikuti dialog Lestari Hutan beberapa waktu lalu memberi saya wawasan baru. Tulisannya bisa dibaca di sini.
Traveling memang menyenangkan sebab memberikan banyak pengalaman dalam hidup. Namun, ketika suhu makin panas, tentu membuat kita merasa tidak nyaman saat jalan-jalan. Kita jadi lebih memilih ke tempat yang lebih dingin. Lebih dari itu, untuk orang yang hobi menyelam bisa melihat dampak emisi karbon seperti terumbu karang yang mati pasti membuat kecewa. Dampak ini bisa dirasakan baik itu di darat maupun di lautan. Apalagi Indonesia punya banyak pulau-pulau kecil.
Kenapa juga harus repot-repot bicara jejak karbon?
Sobat, kita harus mengurangi gas rumah kaca di atmosfer untuk menyelamatkan bumi mengurangi pemanasan global. Kesadaran ini mulai timbul di semua industri, termasuk pariwisata. Makanya muncul istilah Eco Traveling yang merupakan aktivitas traveling sebisa mungkin tidak merusak alam dan sosial. Sebagai traveler, kita punya tanggung jawab sosial dan lingkungan. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk menjadi seorang traveler yang peduli lingkungan?
Berikut ini hal yang bisa kita lakukan sesuai dengan pengalaman yang saya alami.
Mulai berjalan kaki
Memang tidak semua kota termasuk nyaman untuk berjalan kaki. Namun, selama masih bisa berjalan kaki maka jalan lah. Apalagi kalau menempuh jarak pendek yang masih mungkin dilakukan dengan jalan kaki. Ada orang yang lebih memilih menggunakan kendaraan padahal jarak tempuhnya dekat. Kebiasaan ini tentunya membuat emisi karbon bertambah tinggi.
Saya suka blusukan dengan berjalan kaki saat sedang traveling. Bukannya berjalan kaki juga menyehatkan. Ketika berjalan kaki ternyata bisa berjumpa dengan tempat-tempat baru yang lebih menarik. Jika memang tidak bisa berjalan kaki, maka manfaatkan transportasi umum seperti busway, LRT, MRT atau sepeda.
Memberi dengan cara tepat dan benar
Suka kesal dengan beberapa perilaku orang yang memberikan uang ke warga lokal atau daerah pelosok ketika mereka sudah datang. Walau dilihat benar, tapi sayangnya memberi dengan cara ini dapat menimbulkan konflik di antara penduduk lokal. Serta mendorong budaya ketergantungan seperti mengemis atau tidak ramah. Ini terjadi di salah satu daerah di Indonesia Timur.
Apalagi ketika warga lokal tersebut adalah anak-anak. Tidak jarang kalau anak-anak tersebut spontan akan meminta uang atau permen apabila kita mendekati mereka untuk interaksi. Ketika saya ke Wae Rebo, ketua adat setempat berpesan kepada kami apabila ada membawa makanan atau mainan untuk anak-anak diharapkan untuk tidak memberikan secara langsung. Pemberian bisa melalui orang tua mereka yang nantinya akan diberikan. Hal ini untuk mendidik anak-anak mereka tidak mengemis kepada tamu.
Mengurangi penggunaan sampah plastik
Setiap sampah yang berasal dari kita harus dibuang sampai ketemu tempat sampah. Cara menyimpan sampah paling praktis adalah menyimpan dalam tas yang terpisah. Minimal kalian juga punya tote bag khusus untuk menyimpan sampah atau saat berbelanja di perjalanan. Pengalaman saya melihat Rifky waktu di Pulau Failonga, Tidore, dia inisiatif mengambil sampah plastik ke dalam karung kemudian dibawa pulang untuk dibuang pada tempatnya.
Selain itu, biasakan untuk membawa reusable equipment seperti botol air minum yang bisa digunakan berulang kali. Daripada membeli air minum dalam kemasan botol plastik, tentunya akan lebih hemat kalau kita bisa membawa botol air minum sendiri untuk diisi ulang.
Bijak saat memilih tour operator wisata
Ada baiknya saat berencana menggunakan jasa operator wisata untuk mengatur rencana liburan, selalu cek dan ricek kredibilitas dari jasa operator. Apakah jasa operator wisata termasuk yang mendukung dalam wisata ramah lingkungan, tidak membahayakan. Misalnya jasa operator ersebut membolehkan tamunya untuk berfoto dengan hewan-hewan yang seharusnya tidak boleh dalam radius dekat seperti whaleshark.
Dukung ekonomi lokal asli
Umumnya warga lokal memiliki keahlian untuk membuat sesuatu yang bisa dijual. Barang kerajinan yang dibuat memang tak selalu murah, tapi kalau kita punya uang lebih tak ada salahnya untuk membeli. Ketika kita membeli produk asli buatan lokal berarti dapat ikut mendukung perekonomian masyarakat setempat dan memberikan dampak positif seperti peluang kerja bagi penduduk setempat.
Tidak makan makanan yang dilindungi atau hampir punah
Selepas turun dari Pianemo, Raja Ampat, salah satu rombongan kami melihat ada warga yang menawarkan kepiting jumbo. Bosan dengan menu ikan setiap harinya, akhirnya kami sepakat untuk membeli kepiting tersebut dari warga untuk menu makan malam nanti.
Saya penasaran dengan jenis kepiting yang disantap. Bentuk dan ukurannya tidak seperti kepiting pada umumnya. Kemudian saya bertanya mengenai kepiting tersebut ternyata kepiting yang saya santap merupakan kepiting yang sudah langka habitatnya. Ada rasa bersalah ketika sudah tahu. Sekarang saya lebih memilih makanan sayuran untuk kesehatan.
Dalam hidup, setiap langkah yang kita ambil tentu memberikan pengalaman baru. Kita seolah memiliki jangkauan luas untuk merasakan berbagai pengalaman berharga. Traveling menjadi penguat metabolisme tubuh untuk adaptasi di tempat baru. Dinginnya udara gunung, dinginnya air laut, serta panasnya terik matahari ketika mencapai tempat yang dikunjungi. Cara untuk sampai ke tempat yang kita tuju secara otomatis melatih kemampuan adaptasi kita sendiri. Saya pernah melakukan kesalahan, lewat traveling saya belajar hal baru.
Selain beradaptasi dalam lingkungan yang baru, kita juga bisa menjadi pejalan peduli dengan lingkungan. Betul bukan? Pesan saya jangan tinggalkan apapun kecuali jejak, jangan ambil apapun kecuali foto.
[…] Makanya penting bagi kita ketika akan traveling ke suatu tempat untuk mengetahui terlebih dahulu makanan yang hendak dimakan, lalu mencari solusi apabila kita tidak bisa makan dengan membawa makanan alternatif. Bagi saya ketika traveling adalah bagaimana kita beradaptasi dengan warga lokal tanpa merubah apa yang telah ada di dalamnya. Salah satunya menerapkan eco traveling. […]
Aku paling menikmati berjalan kaki terutama di tempat yang baru kujejaki. Biasanya suka dapat sesuatu yg tak terduga, misalnya bertemu warga sekitar yg bisa diajak ngobrol soal keunikan daerahnya. Itu berharga banget. Jadi jalan kaki bukan sekadar bikin sehat tapi nambah pengalaman. Penting buat menambah kedalaman tulisan.
Inspire banget blogmu. Aku suka mencicipi beragam pengalamanmu. Makasih banget Koh
Mantap mantap. Entah kenapa saaya setiap berkunjung ke kota arau negara orang selalu selalu senang dengan jalan kaki. Selain untuk olahraga juga memberikan kesan pesan tersendiri dalam hati.
Yapp untuk perihal sampah, saya selalu saya buang pada tempatnya. Saya khawatir kalau kunjunganku bisa berakibat fatal gara2 buang sampah semabrangan. hehe
Mantapp mas brooo
Salam kenal Pak Deddy ?. Saya bingung harus manggil siapa ini hee. Saya sering denger nama Pak Deddy Huang, tapi baru kali ini berkesempatan mampir ke sini. Walau saya sering denger namanya, tetap aja waktu itu saya belum tertarik main ke sini. Bukan karena jelek, saya yakin konten di blog ini pasti bagus seperti kebanyakan orang katakan.
Hanya saja saya belum tertarik ke sini karena saya kurang suka membaca tulisan2 travelling atau yang sifatnya umum. Saya itu suka tulisan2 yang ditulis dengan hati, dengan rasa, ada nyawa dalam tulisannya, dan ada nilai yg bisa saya ambil.
Yup, saya itu suka tulisan yang bukan hanya sekedar memberikan informasi pada pembaca, tetapi juga mendorong seseorang u/ lebih baik lagi dari pesan yg di dpt dri sebuah tulisan
Pda umumnya tulisan2 travelling yg saya baca itu membosankan. Bukn krn tulisan mereka jelek. Tapi ini soal selera aja. Tpi ternyata tulisan Pak Deddy ini berbeda dg kbnyakan tulisan travelling yg lain. Saya langsung suka dan jatuh cinta dengan tulisan pak Deddy dari judul tulisan sampai terakhir. Salam kenal ya Pak, saya Yeni seorang Parenting Blogger. Semoga saya bisa belajar banyak hal dari tulisannya Pak Deddy ini ?
bener nian, setuju dengan konsep eco friendly, sekarang lagi ngurangin sampah plastik dan mulai hidup minimalis. Mulai dari diri sendiri dulu, semoga bisa kasih pengaruh ke sekitarnya
kalau Nana kulihat suka bawa totebag, itu termasuk eco friendly.
Iya, mulai sedikit demi sedikit
Itu pose ngambil foto berapa tahun lalu koh? Tampak….hmmm…berbeda 😀
Lafff kalimat ini: Jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan ambil apapun kecuali foto. Inilah traveler sejati ?
Kooooh, tulisannya keren baanget
Ku tak sanggup berkata-kata
Hmmm… Aku jg bru sadar koh kalo saat traveling ternyata Kita meyumbang gas karbon jd lbh banyak, apalagi jarak dket ga sampe 1 km mau pesen/naik kendaraan umum. Smg kaki kaki ini slalu sehat dan badan kuat utk eco traveling.
Iya dimulai dari diri sendiri aja kali ya.
aku pernah disuguhi gulai rusa waktu ke pedalaman jambi, antara laper nelen air liur dan kasian liat rusa yg imut dan lucu itu dijadikan makanan 🙁
wew… rusa.. aku ndak kebayang itu makannyo hehe.. mungkin lebih pilih ndak makan sih.
dak katek pilihan lain koh 🙁 disitu masih dusun nian, warung makan be dk katek…
Artikelnya bagus, Ded. Tapi bingung yg bagian bijak memilih tur operator wisata.
misalnya, pas lagi di kapal, salah satu kru tur operator buang sampah langsung ke laut. ini pencitraan yang kurang oke sih menurutku.
Oh, iya. Setuju, Ded. Kalo kayak itu memang kurang oke.
Setuju kali koh…
Aku udah coba di jogja berjalan kaki dari satu destinasi ke destinasi lain yang berdekatan… nyatanya lebih asik… kita jadi bisa mendapatkan momen2 berharga lewat lensa kamera…
Jadi kangen Jogja nih. Belum banyak dikunjungi di sana.
Sama koh.. aku juga kemaren cuma 3 hari disana.. belum semua tempat didatangi.. hhehe
Memang benar koh, yang kita lakukan kudu diperhatikan secara seksama.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan, dan berusaha dari diri sendiri untuk mulai mengurangi penggunaan plastik.
Plastik emang jadi isu bersama ya. Tapi setidaknya langkah awal dari kita yang memulai mas Sitam.