BerandaSerba SerbiRumah, Asap Rokok, dan Ancaman Covid-19

Rumah, Asap Rokok, dan Ancaman Covid-19

Author

Date

Category

“Sakit dada kalau udah kumat. Aku sebulan di rawat di rumah sakit,” seru pamanku yang berhasil tobat untuk merokok.

Paru-paru hampir rusak, lendir kental. Wajar saja kalau dalam satu hari minimal dua bungkus rokok tembakau tanpa filter selalu dihisap oleh paman saya. Untunglah dia punya istri yang masih sayang untuk mengurusnya sampai sembuh. Pengobatan bolak balik rumah sakit harus dijalani oleh paman saya. Bukan biaya yang murah ke rumah sakit. Selain berefek tubuhnya menjadi kurus ceking mengalami bronkitis akut.

“Lima tahun dibawain susu dan roti. Aku baru sadar pas ayukmu bilang kalau masih mau lihat anak istri, maka berhentilah merokok,” lanjut pamanku bercerita bagaimana perjuangan dia sudah berhenti merokok belasan tahun lalu.

Candu Asap Rokok

Konsumsi rokok adalah hak pribadi masing-masing setiap orang yang harus dihormati. Akan tetapi, ada hak masyarakat juga yang ingin menghirup udara segar bebas dari asap rokok.

Mungkin cuma bulan puasa yang bisa membuat seseorang menahan untuk tidak merokok. Sebagian orang bisa menahan lapar dan haus, namun tidak untuk rokok. Rasanya jiwa tersiksa betul saat harus menahan diri tidak merokok. Bibir terasa kering dan asam.

Kata pamanku, berbicara rokok ke orang yang tidak merokok sama halnya bercerita tentang nikmatnya menyelam di bawah dasar laut ke orang yang tidak bisa menyelam dan hanya menyebabkan capek raga.

Infografis tembakau (sumber : Merdeka)
(sumber : p2ptm kemenkes)

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tembakau di dunia, sekaligus pasar produk rokok yang terbesar setelah Cina, Brazil, India, USA dan Malawi. Dengan jumlah produksi sebesar 136 ribu ton atau sekitar 1,91% dari total produksi tembakau dunia. Ada 3 provinsi terbesar penghasil tembakau adalah Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah 63,7% tingkat insidensi atau kejadian GTS mencapai 63,7% pada petani pemetik daun tembakau.

GTS atau Green Tobacco Sickness adalah gangguan kesehatan yang disebabkan keracunan nikotin pada saat memanen dan mengolah daun tembakau. Bayangkan saja, pekerja pemetik daun tembakau saja bisa mengalami resiko kerja karena terserap melalui kontak langsung dengan permukaan kulit saat memetik atau mengolah daun tembakau, apalagi perokok aktif?

Mengapa Rokok Mudah ditemukan?

Harga tembakau di Indonesia masih tergolong murah, sehingga masyarakat kalangan bawah pun dapat menjangkau dan membelinya. Mulai dari kelas warung hingga hotel, membeli dengan cara bungkusan atau “ketengan”.

Di Indonesia terdapat lebih dari 50 juta orang membelanjakan uangnya secara rutin untuk membeli rokok. Menurut data Kemenkes, tahun 2010 memperlihatkan keluarga termiskin membelanjakan 12%, sementara keluarga terkaya sebesar 7% pengeluaran tiap bulannya untuk membeli rokok.

Rokok bebai program JKN (sumber : media indonesia)

Pengeluaran untuk rokok di rumah tangga termiskin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran penting seperti pendidikan, kesehatan, telur, dan susu. Orang lebih memilih beli rokok dibanding membayar jaminan kesehatan.

Ruang Publik Asap Rokok

Seperti cerita paman saya, berhenti merokok bukanlah sesuatu hal yang mudah dilakukan bagi pecandu rokok. Adiksi nikotin menjadi candu yang sulit dilepaskan. Bagi para perokok sebenarnya tak bisa menafikan kalau rokok itu menyebabkan penyakit. Sederet masalah kesehatan bisa terjadi pada tubuh seorang perokok.

Menonton live streaming Ruang Publik KBR (sumber : Tangkapan layar Youtube)

Seperti dalam acara Talkshow Ruang Publik KBR yang membahas tentang “Rumah, Asap Rokok dan Ancaman Covid-19”. Program radio Ruang Publik KBR kali ini menghadirkan narasumber dari praktisi di bidangnya masing-masing. Seperti dr. Frans Abednego Barus, seorang dokter spesialis paru dan Nina Samidi, Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau.

Tahu nggak kalau di dalam sebatang rokok terkandung lebih dari : 4000 Jenis Senyawa Kimia, 400 Zat Berbahaya, dan 43 Zat Penyebab Kanker (Karsinogenik)?

Kandungan bahaya dalam rokok (sumber : p2ptm kemenkes)

Ada zat kimia yang bernama TAR, seperti bahan resin yang berwarna hitam dan bisa melapisi gigi kita kemudian merusak enamel gigi. Serta kandungan tar juga menjadi pemicu kanker dan berbagai penyakit lainnya. Selain itu sifat nikotin yang adiktif sehingga menimbulkan ketagihan untuk terus dikonsumsi. Dan, karbon monoksida (CO) sebagai salah satu gas yang beracun menurunkan kadar oksigen dalam darah, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan timbulnya penyakit berbahaya.

Cara Kerja Asap Rokok

Saya mengutip dari dr. Frans Abednego Barus, “Orang-orang yang melakukan pembenaran-pembenaran dirinya tentang rokok. Sisi egois orang perokok yang tidak peduli dengan keluarganya sendiri.”

Asap yang dihirup masuk dalam paru tentu akan merusak sistem saraf. Ada dua daya tahan yaitu daya tahan mekanik dan kimia. Asap rokok yang mengandung bahan kimia akan merusak rambut-rambut halus pada saluran nafas, atau namanya dikenal dengan Silia. Fungsi silia untuk menyaring kotoran dan memudahkan dikeluarkan dalam saluran nafas. Sehingga udara yang kotor tidak masuk ke dalam paru – paru.

Proses asap rokok merusak jaringan Silia (sumber : freepik)

Bayangkan kalau asap rokok masuk tentu akan membuat Silia ini akan rusak. Kemudian asap rokok juga akan memenuhi alveoli. Alveoli itu seperti kantong-kantong kecil di paru-paru kita yang tugasnya untuk pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida.

Nah, saat kita menghirup udara yang mengandung oksigen kemudian tubuh kita akan menghasilkan karbondioksida yang beredar dalam darah. Dipanggil lah alveoli ini untuk pertukaran antara oksigen dan karbondioksida. Perokok yang dihirup adalah karbon monoksida ini akan berkaitan dengan Hemoglobin. Tugas hemoglobin ini nantinya mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, tapi ketika karbon monoksida ini masuk ke tubuh kita, oksigen ini akan kalah, jadi yang diikat oleh Hemoglobin adalah karbon monoksida. Inilah yang menyebabkan perokok sering mengalami sesak nafas.

Asap Rokok dan Covid-19

Situasi pandemi saat ini tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir. Seperti kita semua harus menjaga perlindungan diri sendiri dan keluarga agar tetap sehat dan aman.

Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menyatakan bahwa penularan COVID-19 sebagai sebuah pandemi karena virus corona yang terus menyebar di seluruh dunia. Meskipun sampai saat ini masih banyak orang belum merasa ini wabah yang mengerikan. Namun, penularan ini sangat jelas semakin hari kian bertambah.

Adiktif rokok dan Covid 19 (sumber : freepik)

Pasien dengan penyakit tidak menular memiliki resiko yang lebih tinggi untuk tertular dan menderita hingga berujung kematian karena COVID-19. Trend penyakit tidak menular (PTM) terus meningkat, kebiasaan merokok merupakan faktor resiko terjadinya PTM, oleh karena itu faktor resiko ini perlu dicegah.

Belum lama ini, pada 8 Maret 2020 lalu, WHO Indonesia mengeluarkan pernyataan yang secara lebih spesifik mengingatkan masyarakat Indonesia mengenai kaitan antara Covid-19 dengan perilaku merokok.

Dalam pernyataan resmi tersebut, Dr. N. Paranietharan, WHO Representative to Indonesia menyebutkan, “Smokers are at high risk for heart disease and respiratory disease, which are high-risk factors for developing the severe or critical disease with COVID-19. Therefore, smokers in Indonesia are at high risk for COVID-19”.

Rentan Terserang Berbagai Penyakit

Rokok adalah penyebab utama TBC dan gangguan pernafasan. Penyakit menular paling mematikan di dunia, dan ada korelasi antara perokok dengan adanya Covid-19 karena sama-sama menyerang pernafasan.

Bahaya mengintai perokok apabila terinfeksi virus Corona seperti Pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut hingga bisa menyebabkan gagal pernapasan. Mengerikan bukan?

Beberapa bukti ini menunjukkan kaitan Covid-19 dengan rokok dari sebuah jurnal penelitian :

  • Penelitian dari Cina menunjukkan bahwa peluang berkembangnya menuju penyakit serius adalah 14 kali lebih tinggi diantara orang-orang dengan riwayat merokok dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok dan mengalami kondisi yang lebih buruk jika dibandingkan dengan yang bukan perokok. Penelitian lain di Cina mendokumentasikan 58% masyarakat yang tertular COVID-19 dan dalam kondisi kritis merupakan laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya perokok laki-laki dibandingkan wanita di Cina.
  • Bukti terkini menunjukkan bahwa perokok menjadi lebih rentan memiliki gejala-gejala COVID-19 yang lebih parah jika dibandingkan dengan bukan perokok. Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh the New England Journal of Medicine, perokok memiliki resiko gejala sebanyak 2,4 kali lebih parah jika terkena COVID-19 dibandingkan dengan bukan perokok. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok diasosiasikan dengan prognosa COVID-19 yang buruk. Perokok yang terpapar COVID-19 akan memiliki resiko penyakit lebih berat hingga perlu perawatan di ICU, penggunaan ventilator sampai resiko kematian.
  • SARS-CoV-2 khususnya menginfeksi sistem pernapasan yang menyebabkan kerusakan ringan hingga parah pada pernafasan. Fakta bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor resiko untuk berbagai gangguan infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Lebih lanjut terdapat hubungan erat antara kebiasaan merokok akan memperparah penyakitnya bila terpapar COVID-19.
  • Hubungan antara COVID-19 dan kesehatan kardiovaskular adalah hal yang penting karena konsumsi rokok dan paparan rokok bagi perokok pasif merupakan penyebab penyakit kardiovaskular secara global. Sistem kardiovaskular yang lemah pada seseorang dengan COVID-19 yang memiliki riwayat perokok akan membuat orang tersebut lebih rentan untuk mengalami gejala yang lebih parah, dan oleh karenanya meningkatkan resiko kematian.7
  • Perokok memiliki kerentanan lebih tinggi terhadap COVID-19 karena dengan merokok berarti jari-jari (dan mungkin rokok yang telah terkontaminasi) bersentuhan dengan bibir, yang meningkatkan kemungkinan adanya transmisi virus dari tangan ke mulut.

Rokok Elektrik Bukan Pilihan

Akhirnya dari sejumlah bukti mengenai rokok ini, para vendor mengeluarkan rokok elektrik (vape) yang menggunakan cairan. Namun, menurut dr. Frans Abednego Barus, “Rokok elektrik hanya mengurangi dua kandungan utama dari rokok. Namun masih menyisakan nikotin di dalamnya. Belum lagi kandungan cairan yang tidak jelas unsur.”

Bahaya rokok elektrik (sumber : p2ptm kemenkes)

Penggunaan semacam shisha atau rokok elektrik belum terbukti lebih “aman” dibandingkan dengan rokok hisap baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang, karena produk-produk tersebut menghasilkan aerosol yang dapat merusak paru-paru. Terlebih lagi, penggunaan produk-produk ini memiliki resiko adanya transmisi COVID-19.

Sudah banyak literatur jurnal menyebutkan kalau bahaya vape bukan hanya nikotin tapi bahaya cairan di dalamnya. Membuat hambatan di saluran pernafasan. Sel tubuh manusia juga tidak cocok. Sehingga ada vape tidak mengandung nikotin juga sama berbahaya. Perokok pasif dalam rokok elektronik juga beresiko yg akan membawa penyakit dalam tubuhnya.

Rokok elektrik sangat tidak disarankan untuk dikonsumsi, dan WHO bilang rokok elektrik juga bukan cara untuk berhenti merokok.

Rokok Bagian Penyakit Kardiovaskular

Covid-19 dapat dengan mudah tersebar dengan kontak mulut secara tidak langsung. Merokok merupakan penyebab utama dari sebagian besar penyakit tidak menular yaitu 70% dari angka kematian secara global. Penyakit tidak menular termasuk penyakit kardiovaskular (seperti hipertensi, pasien dengan atau beresiko serangan jantung, penyakit jantung lainnya atau stroke), diabetes, kanker, dan penyakit pernafasan kronis.

Rokok masuk dalam jenis penyakit Kardiovaskular (sumber : detikcom)

Bahkan laporan dari BPJS, sudah ada banyak pasien di rumah sakit yang mendapat paru-paru kronis akibat rokok. Bahkan banyak yang sulit disembuhkan. Ada pula yang terkena serangan jantung, lalu berujung pada gagal jantung. Selain itu juga penyebab BPJS Kesehatan defisit anggaran.

Sejumlah orang bisa jadi menganggap karena ada BPJS, namun lebih baik mencegah penyakit jantung yang bisa dimulai dari berhenti merokok. Belum lagi, rokok juga memberi dampak pada perokok pasif yang menghirup asapnya. Akhirnya banyak orang berusia muda yang tidak produktif karena terus-terusan sakit.

Kawasan Tanpa Rokok di Rumah

Rumah seharusnya menjadi tempat yang aman untuk keluarga. Apalagi di situasi pandemi ini tentu akan lebih banyak berdiam di rumah. Bagi yang bekerja di rumah tentu akan bosan, apalagi kalau seorang perokok.

Dalam talkshow KBR, ada sebuah pertanyaan yang menarik yaitu mengapa sekarang banyak anak usia kecil sudah merokok? Terutama saat ini kita lebih banyak bekerja di rumah, dekat sekali dengan keluarga.

“Anak-anak merupakan peniru yang ulung. Dia akan meniru sesuai lingkungan terdekat. Iklan rokok dibuat seperti sesuatu yang keren.” – Nina Samidi

Saya pernah menemukan langsung ketika sedang traveling ke Ternate, di sebuah warung kecil ada anak kecil membeli dua batang rokok dengan mudahnya. Cukup mencengangkan pemandangan ini.

Industri rokok pun turut serta dalam hal mendorong anak-anak menjadi perokok. Meskipun di tengah kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia, industri rokok masih saja menyebarkan informasi yang salah melalui tulisan di blog maupun media sosial menyangkal adanya keterkaitan antara merokok dan COVID-19 untuk melindungi pasarnya.

Panggilan Aksi

Merokok adalah tradisi turun temurun sejak lama. Persoalan hak asasi memang tidak bisa diperdebatkan. Namun, asapmu memang bukan asapku. Terlebih di situasi gawat darurat seperti ini memang adalah baik untuk menjaga kesehatan diri masing-masing. 

Pemerintah harus bisa menolak kepentingan semu yang didanai oleh industri tembakau dan aliansinya selama pandemic COVID-19.

Sadar diri kalau kamu adalah perokok aktif untuk merokok jarak jauh dengan perokok pasif. Untuk kondisi saat ini adalah baik melakukan kampanye menguatkan pesan bahwa perokok memiliki resiko yang lebih tinggi karena adanya covid-19.

Saya juga tidak bisa menyarankan untuk berhenti merokok. Seperti kata paman saya, hanya diri sendiri yang bisa menghentikannya saat ada niat dan ingin mencoba hidup sehat maka keinginan untuk berhenti merokok pasti bisa.

Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.

***
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog KBR.

Referensi tulisan :

  • http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-paru-kronik/page/17/indonesia-sebagai-negara-penghasil-tembakau-terbesar-keenam
  • https://www.ayobogor.com/read/2019/09/25/4537/rokok-tingkatkan-kemiskinan-dan-turunkan-kualitas-sdm
  • https://health.grid.id/read/351770472/nah-lo-perokok-salah-satu-penyebab-bpjs-kesehatan-defisit-anggaran?page=all
  • https://mediaindonesia.com/read/detail/239177-kendalikan-rokok-selamatkan-jkn
  • http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-paru-kronik-dan-gangguan-imunologi/upaya-berhenti-merokok-faq
  • https://www.theunion.org/news-centre/covid-19/body/Deadly-Partners-Tobacco-and-COVID-19-Bahasa-Indonesia-7-May-2020.pdf
  • http://komnaspt.or.id/siaran-pers/merokok-tingkatkan-risiko-infeksi-dan-perparah-komplikasi-covid-19/
  • https://www.ayocus.com/2020/05/merokok-membunuhmu-stop-atau-kita-akan.html
Deddy Huang
Deddy Huanghttp://deddyhuang.com
Storyteller and Digital Marketing Specialist. A copy of my mind about traveling, culinary and review. I own this blog www.deddyhuang.com

9 KOMENTAR

  1. berhenti merokok memang harus muncul dari kesadaran diri sendiri, sih.. bapak saya dulu juga perokok berat, terus suatu saat, entah kenapa beliau tiba-tiba berhenti merokok. ya berhenti gitu saja, tanpa mengurangi, tanpa proses ini, itu.. sampai sekarang beliau juga tidak merokok..

    • sesekali rokok juga masuk dalam bagian lifestyle, misalnya dalam situasi tertentu dia mengeluarkan cerutu yang harganya lumayan mahal hehe..

      ketika udah dikelilingi sama perokok aktif, kadang harus tahan nafas aja apalagi misalnya dalam hal meeting kan. kedai kopi pun sepertinya erat dengan asap rokok.

  2. Untuk yang sudah lama merokok, memang berhenti merokok bisa dianggap tantangan berat. Tidak hanya karena godaan mental yang masih memberi dorongan untuk “mencoba sedikit barang sebatang”. Melainkan juga penderitaaan fisik yang terasa ketika fase-fase gejala putus nikotin.

    Namun kalau semua itu terlewati, semuanya jadi kembali seperti biasa kok. Yang penting niat dan langsung ambil tindakan berhent. Jangan “berhenti sedikit-sedikit” karena sejauh pengalaman saya, sangat sedikit yang berhasil benar-benar berhenti.

  3. Mungkin karena tak pernah merokok, membuat saya menganggap hari anti tembakau sedunia itu sakral. Saya dari kecil memang diwanti-wanti sama almarhum orang tua. Sekali kamu kedapatan merokok, sekolahnya diberhentikan.

    Ancaman itu jadi ampuh, saya tak bergeming dengan tawaran merokok, meski ada beberapa kawan dekat yang merokok.

    Nice share Koh, semoga semakin banyak orang memutuskan untuk berhenti merokok, demi kesehatan diri sendiri dan orang sekitar

  4. 300ribu lebih perokok di Inggris tobat selama corona. Indonesia gimana ya? Kalo tetap merokok selama wabah corona virus, risikonya lebih gede, lho.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Deddy Huang

Lifestyle Blogger - Content Creator - Digital Marketing Enthusiast

With expertise in content creation and social media strategies, he shares his insights and experiences, inspiring others to explore the digital realm.

Collaboration at [email protected]

Artikel Populer

Komentar Terbaru