Sesering apa Anda menggunakan campur sari bahasa dalam percakapan sehari-hari?
Terkadang kita tidak sadar dengan percakapan bahasa yang keluar dari mulut. Secara spontan bisa saja penggunaan bahasa asing atau bahasa daerah asal keluar. Umumnya bahasa Inggris yang di Indonesiakan atau bahasa slang yang menjadi bahasa gaul masyarakat metropolitan saat ini.
Trend penggunaan bahasa Inggris campur kini kerap dianggap biasa dan rasanya kurang lengkap kalau dalam sosialitas tidak dibumbuhi dengan bahasa Inggris, selain bahasa Indonesia. Memang begitu adanya, saya sendiri kadang lupa dengan bahasa Indonesia dari suatu kata dan yang saya ingat malah bahasa Inggrisnya. Selain itu , sekolah yang bertaraf internasional pun juga mewajibkan satu hari penuh siswa berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Siswa yang punya kemampuan lebih bahasa asing akan merasa bangga karena bisa menunjukkan kemampuan berbicaranya, dan tentunya ajang kesempatan mereka untuk beradaptasi jika mereka melanjutkan studi di luar negeri. Sebaliknya, siswa yang tidak mahir bicara bahasa Inggris akan lebih memilih membungkam mulutnya.
Kita tahu waktu sedang bercakap kalau itu bahasa Indonesia, tapi sayangnya lebih dari 90% warga Indonesia (termasuk saya) lebih menyukai menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Bahkan ada surat kabar yang khusus terbit menggunakan bahasa daerah tempat media massa itu terbit. Juga lihat saja penuturan bahasa Indonesia kerap dikawinkan dengan dialek-dialek daerah. Padahal pelajaran bahasa Indonesia sendiri telah dipelajari sejak duduk di bangku TK, namun apa yang membuat siswa kurang minat dengan bahasa ibu? Oleh hal ini, kompetensi peran guru dalam mengajar dipertanyakan. Apa ada yang keliru dalam metode pengajaran bahasa Indonesia yang kurang mewajibkan anak didiknya untuk membaca?
Sebagai salah satu saranan komunikasi antar sesama manusia, tentunya bahasa bertujuan agar dapat dimengerti. Walaupun berbicara dalam satu bahasa yang sama, namun ragam bahasa yang dipakai tidaklah sama. Contohnya sekumpulan mahasiswa dalam satu rumah kost, umumnya mereka berasal dari luar pulau dengan membawa bahasa daerah mereka sendiri.
Setidaknya penggunaan bahasa ini menambah khazanah bahasa Indonesia. Katakanlah kita orang Indonesia lebih mahir mengguasai minimal 2 bahasa (Inggris dan Mandarin) dibanding dengan orang Jepang dan Korea. Mereka akan merasa canggung saat ada orang berbicara bahasa Inggris karena jarang dari mereka yang bisa bahasa Inggris. Namun dibalik rasa canggung itu justru mereka bisa menempatkan diri untuk menggunakan bahasa formal, semi formal, dan non formal. Bukan karena orang Jepang dan Korea tidak bisa berbicara bahasa Inggris, namun dari sisi mereka melestarikan bahasa nasional mereka. Misalnya artis-artis Korea saat wawancara di televisi, mereka harus selalu menggunakan bahasa formal. Beda dengan artis Indonesia yang menggunakan bahasa gaul (lu-gue) yang berasa kurang sopan.
Kesimpulannya kita berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai sasarannya, begitu juga sebaliknya, kita berbahasa baik belum tentu harus benar, kata benar ini mengacu kepada bahasa baku. Contohnya saat teman meminta tolong saya mengabsen namanya, “Tolong dong check-in absen gue, lagi kena macet di jalan nih.” Akan terdengar kaku jika, “Tolong saya untuk absensi masuk, saya sedang kena kemacetan lalu lintas.” Jadi yang terpenting dalam masalah baik dan benar adalah kita tetap berbahasa sesuai keadaan, situasi, dengan siapa kita berbicara, dan untuk tujuan apa kita berbahasa.
p.s : Artikel yang di lombakan tapi sayang nggak menang :p.
Apakah ini yang menjadi penyebab banyaknya siswa yang tidak lulus Ujian Bahasa Indonesia, ya? “Secara gitu”, banyak siswa yang mencampur aduk Bahasa Indonesia Baku dengan Bahasa Daerah dan Bahasa Inggris, ditambah lagi banyak yang mengaduk-adukannya dengan angka… h3h3h3… 😀
emang sekarang sudah terjadi degradasi sifat nasionalis sehingga kita tak berani memakai bahasa indonesia yang bisa nyatuin bangsa ini….
sungguh terlalu…
Kalo bahasa gaulnya masih dalam tahap wajar saya rasa ok2 saja… tapi kalo sudah campur aduk nggak karuan, pusing deh… 🙂
Salam kenal.
emang kadang bahasa yg dipake bahasa campur sari 😀
keren gitu kok ga menang?tapi ttp semangat writingkan…
[…] Yang Berguna Memang bisa diperdebatkan bahwa berguna itu bagi siapa dulu? Tetapi setidaknya, yang seperti ini berguna bagi saya [dan kemungkinan Anda semua, rakyat […]
gue kalau bicara suka kebalik, misalnya masih siang, gue bilang siang masih. wkwkwk…
payah nih b. indonesia gue.
mengutip kata-kata guruku: “Berbahasa bukan sekadar menyampaikan informasi.”
mau OOT ah 😛
Fungsi utama bahasa adalah komunikasi:
– Mengkomunikasikan informasi (jurnal, blog, liputan)
– Mengkomunikasikan seni (puisi, pantun)
– Mengkomunikasikan emosi (marah-marah, curhat)
– Mengkomunikasikan pikiran (dialog, debat, bahasa tubuh)
– Mengkomunikasikan ekspresi (lirik lagu)
(maksa ya? haha :lol:)
Apa fungsi lain dari bahasa, selain komunikasi? 😀
dilombain ke mana om?
bahasa itu fungsinya komunikasi. Jadi, sebenarnya tidak masalah mau memakai bahasa formal maupun informal, selama kedua belah pihak yang berkomunikasi mengerti apa yang dikomunikasikan.
Contoh sederhana, bahasa indonesia baku (formal) untuk efisien dan efektif (optimal):
efisien: sangkil
efektif (optimal): mangkus
Berapa orang yang mengerti sangkil & mangkus? Tidak banyak kan? Kalau begitu mengapa kita repot-repot memakai kata sangkil & mangkus apabila tidak ada yang bakal mengerti? Malah jadi buang-buang waktu karena kita harus menjelaskan artinya satu per satu 😆
Tapi, saya juga tidak suka bahasa yang terlalu formal atau terlalu informal.
Contoh bahasa terlalu formal: Bahasa hukum (pada seluruh undang-undang, maupun pada surat-surat yang ditulis negara). Sangat tidak communicable untuk orang-orang awam seperti saya 😆 .Aneh juga, padahal hukum itu untuk masyarakat, bukan hanya untuk orang-orang yang profesional di bidang hukum.
Contoh bahasa terlalu informal yang cukup membuat saya putar kepala untuk mengertinya (sebenarnya yang ini banyak sekali contohnya):
– Pengubahan huruf menjadi angka (seperti yang dilakukan yth. saudara wi3nd di bawah saya 😛 )
– Penggunaan kata-kata yang salah. Yang paling sering, misalnya kata “secara”.
*SALAH: Saya tidak bisa beli makanan, secara uang saya sudah habis.
*Yang benar: Secara tidak langsung, dia ingin saya turun dari jabatan.
Kata “secara” fungsinya adalah untuk menjelaskan cara seperti apa yang dipakai (pada contoh kalimat yang benar), BUKAN untuk menjelaskan penyebab (seperti pada contoh kalimat yang salah)
– Kata-kata yang dikarang-karang sendiri. Contoh umum: di mari. Sejak kapan ada kata “di mari”?????? Dari Hongkong kali ya? hahahaha 😆
– Pencampuran bahasa inggris-Indonesia, maupun bahasa daerah-indonesia yang berlebihan juga terkadang menyulitkan saya dalam mengerti.
– Dan yang paling menyebalkan adalah bahasa SMS 😆
*Contoh transformasi kata “enggak” menjadi “engga”, “nggak”, “ngga”, “nga”, “ga” dan yang paling parah, disingkat menjadi “g”.
Dan kebetulan, kata “gua”, menjadi “gw”, dan menjadi “g” juga.
Jadi, “enggak” dan “gua” sama-sama disingkat menjadi “g”.
“Saya tidak mau minum obat”, menjadi “g g mw mnum obt”.
*Contoh transformasi kata “cowok” dan “cewek”, sama-sama menjadi “CW”.
“Duh, g sbel deh sm tmn cw gw. Soalny cwny sk gnggu2 gw”. Nah bingung kan? mana yang cowok, mana yang cewek? 😆 Atau jangan-jangan cewok dan cowek? 😆
kyaaaahh..daku kena neeh 9i9i9i9i9i….
itu cuma di blo9 ajah,kesehariannya nda kok 😳 ** pembelaan neeh 😀
bener itu, tergantung situasi,,asal kita bisa menempatkan dimana harus berbahasa apa. kalo kayak temen sms minta absenin, koq ya rasanya terlalu formal klo harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD. kalo di daerah sendiri masa iya kita mau berbahasa Indonesia, bisa2 dikira temen2 sekampung sok yes, walopun sebagian ada yg mengerti. bahasa daerah kan juga harus dilestarikan.
serin9 ban9ed huan9,bahkan hampir tiap hare daku mixe bahasa indonesia den9an sin9lish ato jawir 😀
paraah yah daku.dan itu terbawa bawa,duuchh harus diperbaiki ini .. 😳
nda papa nda menan9 dikontesnya huan9,y9 pentin9 suda berpatisipasi 🙂
lain kali pasti menan9,seman9aadd..!!
aku ju9a belon kok huan9
setuju, kita berbahasa harus lihat situasi, kondisi dan tempat
dan yang terpenting apa yang kita ucapkan dimengerti oleh lawan bicara kita.
salam