Ada satu kawasan kota tua di Palembang yang punya cerita dan nilai sejarah. Kawasan kota tua Palembang itu dimulai dari Pasar Sekanak sampai Masjid Al Mahmudiyah (Jalan Ki Gede Ing Suro). Di Jalan Sekanak inilah banyak bermukim penduduk asli Palembang yang tak lepas dari sejarah Palembang pada saat Kesultanan Palembang menghadapi serangan kolonial Belanda.
Nama Sekanak diambil dari anak Sungai Musi. Dulunya Sungai Sekanak menjadi pusat transaksi ekonomi pedagang-pedagang dari Asia. Sekarang tempat ini masih tetap beroperasi, kapal-kapal angkut bahan makanan masih nangkring di pinggir sungai.
Daerah Jalan Sekanak ini menjadi salah satu kawasan wisata Palembang untuk mencari kuliner pempek murah. Sejarah kawasan Sekanak cukup panjang, di kawasan ini ada sebuah pasar yang dikenal Pasar Sekanak, bangunan gudang Jacobson van den Berg serta bangunan-bangunan tua yang menarik perhatian.
Dulunya Palembang termasuk jalur perdagangan luar negeri Hindia Belanda, yang dibuktikan dengan kehadiran Pasar Sekanak. Beragam komoditas dari Palembang diperdagangkan oleh Belanda di pasar dunia seperti karet dan kopi.
Gedung Jacobson van den Berg
Bukti lain pentingnya Palembang dalam perdagangan dunia adalah bangunan tua yang dulu menjadi kantor cabang salah satu perusahaan perdagangan terbesar di dunia pada awal abad ke-20. Karet dan kopi menjadi komoditas utama yang dibeli dari Palembang untuk dijual di dunia.
Perdagangannya yang terjadi saat itu melalui perusahaan dagang swasta terbesar dunia saat itu yaitu Jacobson van den Berg. Selain dua komoditi utama, ada juga batubara, lada, dan rotan. Saat itu Sekanak menjadi kawasan cukup bergengsi.
Saya baru dua kali masuk ke dalam bangunan Jacobson. Bangunan ini sebelum dicat ulang memiliki warna asli yang identik. Terdiri dari dua lantai besar. Di dalam ruangan ada satu ruang brankas yang tidak diketahui dulunya digunakan sebagai apa.
Gedung Jacobson van den Berg saat ini sering digunakan untuk kalangan muda berfoto.
Pasar Sekanak yang Mulai ditinggalkan
Pasar ini dibangun oleh Belanda. Lokasi pasar persis di pinggir anak Sungai Musi. Fungsinya sampai saat ini masih belum berubah. Ada saja warga sekitar berbelanja kebutuhan sehari-hari, di kawasan yang konon dulunya ditinggali bangsawan Kesultanan Palembang Darussalam.
Namun, kondisi pasar belakangan semakin memprihatinkan. Terakhir ketika saya sedang datang untuk singgah ke sebuah warung kopi di arah belakang pasar. Dari obrolan dengan si pemilik, sudah banyak kios kosong yang tidak terisi. Mungkin bisa dihitung berapa pedagang yang masih berjualan. Beberapa faktor dugaan, misalnya kawasan pasar yang tidak dilewati angkutan umum sehingga orang beralih berbelanja ke Pasar 26 ilir yang jaraknya tidak begitu jauh.
Bioskop Rosida
Berjalan kaki di sepanjang jalan Sekanak, kita juga bisa menemukan sebuah bangunan bekas bioskop. Lokasinya persis di ujung jalan. Dulunya wilayah Palembang ada banyak sekali bangunan bioskop karena memang hiburan jaman dulu tayangan film roll ini menjadi primadona di masanya.
Kepopuleran bioskop di Palembang antara lain ada beberapa nama seperti bioskop Garuda, Saga, Mustika, Mawar dan Rosida.
Bioskop Rosida menurut cerita teman yang dulunya pernah mencicipi berpacaran di bioskop. Bioskop ini sudah ada sejak tahun 60-an. Saat masih sering mengadakan acara nonton bareng dengan menggunakan layar tancap. Film yang ditayangkan di Bioskop Rosida adalah film lokal maupun film yang sudah sangat sering di putar di layar tancap.
Para penikmat film di bioskop ini memang untuk kalangan menengah bawah. Dengan fasilitas kelas biasa sampai kelas baik sesuai harga yang menentukan tingkat kenyamanan kita duduk. Kalau kelas biasa menggunakan kursi kayu yang dibalut dengan busa. Jangan kaget kalau misalnya ada tikus yang ikut melintasi di kaki ketika sedang menonton. Begitu ujar teman saya.
Sekarang bangunan Rosida ini hanya tinggal bangunan tua yang sudah lama tidak digunakan lagi. Di depan bangunan ada penjual pempek seharga Rp 1000.
Menjaga Nilai Historis
Layaknya kota-kota lainnya, Palembang memang memiliki banyak sejarah yang belum diketahui banyak orang. Bahkan ada cerita yang bikin saya kaget yaitu Sekanak dulunya merupakan benteng pertahanan terakhir Kesultanan Palembang Darussalam saat melawan serangan dari tentara Belanda.
Sebagai kawasan pemukiman tua yang kebanyakan oleh masyarakat asli Palembang. Konon kawasan ini dulunya merupakan kawasan kediaman para bangsawan dari Palembang yakni sahabat dan rekanan dari Sultan Mahmud Badaruddin II.
Saya sendiri melihat kawasan ini banyak rumah khas Palembang yaitu rumah limas bertingkat. Mudah sekali menemukan rumah limas, bahkan banyak bangunan-bangunan yang usianya lebih dari 100 tahun dapat kita lihat di kawasan ini. Maka kalau menjadi kediaman para bangsawan bisa jadi ada benarnya. Apalagi lokasi jalan Sekanak ini cukup strategis.
Setelah saya menyusuri kawasan Jalan Sekanak, bergaya pura-puranya menjadi turis di kota sendiri. Saya banyak menemukan perspektif baru. Tempat ini bukan hanya asyik untuk penggemar fotografi jalanan tapi juga mencari kuliner murah walau rasa kurang mendukung.
Hanya memang kawasan ini perlu dukungan revitalisasi untuk mengembalikan wajah lamanya. Mengenang Palembang sebagai pusat perdagangan, tentu panjang perjalanannya. Walau kawasan ini banyak menyimpan nilai historis namun sayang banyak yang melewatkan begitu saja.
***
Follow @deddyhuang for latest update:
INSTAGRAM | TWITTER | FACEBOOK | YOUTUBE
Do not forget to subscribe/follow my blog to get updates on your email about new post.
Disclosure: This is just my personal experience. Thanks as always for your support!
[…] sore di daerah Sekanak itu menyenangkan, selain sehat dengan berjalan kaki, juga tak sulit menemukan jajanan yang mudah […]
[…] Sekanak juga dikenal tempatnya orang Palembang asli bermukim. Ciri itu terlihat masih adanya rumah limas […]
Wah, 2 kali ke Palembang belum pernah ke Jalan Sekanak ini.. hanya bisa lewat saja
Next pas ke sini lagi, catat agenda buat ke sini yaaa..
Tempat tongkrongan sehari-hari waktu tinggal di tmpt mertua itu Ded, 😀
kota tua semarang 10 taun yg lalu dulu juga gini, sepi dan tak terawat 🙂
lalu pelan-pelan bangun kembali….
Bantaran Sungai Sekanak rapi sekali. Kalau ada kafe di pinggir sungai itu, mungkin bisa jadi kawasan wisata kayak Malaka.
Penampilan Gedung Jacobson jadi lebih rapi ya Koh, rasanya pengen keliling Sekanak dan foto-foto.
Sayangnya kurang dirawat ya koh, coba diexplore lagi jadi potensi wista sejarah kan yaa