BerandaTravelingIndonesiaTelisik Kampung Firma, Perkampungan Rumah Tradisional 4 Ulu Palembang

Telisik Kampung Firma, Perkampungan Rumah Tradisional 4 Ulu Palembang

Author

Date

Category

“Ded, Senin besok ke 2 Ulu yuk!” pesan dari om Robby masuk ke whatsapp, salah satu komik femes di Palembang. Ajib! diajak #jalan2koh bareng nih buat cari lokasi instagramable di Palembang. Pesan dari om Robby segera saya indahkan.

“Galak!!! Jam berapa ketemu?!” balas jempol saya. Galak itu mau dalam bahasa Palembang.

Malamnya saya susah tidur, berasa senang seperti mau ketemu pujaan hati ketemu sama orang penting. Janjian dengan om Robby di sebuah kampus biru setelah hanya menumpang parkir motor, mirip jasa travel saya langsung diangkut masuk ke mobil merahnya. Tolong kokoh di culik! Diculik buat bikin mata kenyang sama ukiran-ukiran khas Palembang.

Oleh karena keberagaman rumah yang menyebar di sepanjang aliran sungai, terbentuknya rumah di pinggir sungai disesuaikan dengan masyarakat yang datang melalui aliran sungai saat itu. Akhirnya makin berkembang dari masa Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darusalam sampai masa colonial. Tentunya perkembangan rumah ini terbentuk dengan sendirinya yang diberi nama “kampung”, seperti kampung arab Al Munawar di kawasan 13 ulu, kampung tionghoa Kapitan di kawasan 7 ulu, dan kampung tradisional Palembang di kawasan 2 – 4 ulu.

Masuk ke Kertapati, melewati warung makan pindang Sophia (warung makan yang lumayan terkenal untuk pindang) mobil merah nan seksi tersebut berhenti di sebuah lorong. Dibaca dari dekat, Lorong Firma Hj. Akil. Pemandangan dari depan lorong saya sudah berdecak wow. Rumah panggung yang sedang direnovasi dan dominasi warna putih ini sangat instagramable! Tiap sudut rumah cocok sekali buat di eksplore.

Lorong Firma merupakan salah satu kawasan di kota Palembang yang memiliki karakteristik rumah tinggal yang khas. Rumah Limas merupakan rumah adat Palembang. Permukiman lorong Firma dibangun pertama kali oleh keluarga firma H. Akil yang berhasil dalam perdagangan tanaman kopi dan karet. Kawasan ini telah ada sejak abad XIX dengan pelopor H. Akil yang memiliki gelar Raden dalam adat Jawa. Konon, awalnya H. Akil membangun rumah di sebagian tanah di daerah 4 Ulu, setelah itu anak-anaknya membangun rumah lain di daerah tersebut juga sehingga terbentuk suatu komunitas kekeluargaan. Secara keseluruhan di lorong tersebut terdapat 9 rumah limas, 3 rumah limas gudang dan 2 rumah kolonial yang dibangun oleh keturunan H. Akill pada tahun 1937-1938.

Menunggu di depan rumah yang membuat kami kagum, tidak beberapa lama kami disambung oleh seorang ibu lengkap dengan daster. Panggil saja Bikcek, panggilan akrab untuk perempuan Palembang. Bikcek ini mempersilahkan kami masuk ke dalam rumahnya yang luas dan besar. Satu kata, semuanya perabotan rumahnya khas Palembang lengkap dengan ukiran dan kayu unglen.

Cantik sekali bukan? sisi pintu dengan seni Laquer.
Cantik sekali bukan? sisi pintu dengan seni Laquer.

Dibukanya satu persatu pintu rumahnya yang tampak besar, “Beginilah kalau rumah lama pintunya berlapis dan besar,” kata bikcek nampak kesusahan membuka pintu rumahnya. Setelah dia membuka pintu rumahnya, dia pun bercerita kalau rumahnya juga sering dijadikan untuk syuting berita atau bahan penelitian anak-anak kuliah mengenai rumah adat Palembang. Saya pun kagum dengan interior rumah ini karena sisi pintunya ada Laquer, seni melukis di kayu biasanya digunakan untuk pintu, guci, atau media lain.

Jujur saja selama berada di dalam rumah bikcek tersebut, saya pun kagum dengan jumlah koleksi barang vintage yang mereka miliki. Mulai dari guci tua, hiasan lampu gantung serta kondisi kayu rumah yang masih sangat awet dan kokoh. Seperti lampu hias etnik kolonial dengan dua malaikat di sisi lampu didapatkan dari impor, berhubung bisnis keluarga ini ada hubungan dengan ekspor impor.

Gagang pintu masih jenis lama.
Gagang pintu masih jenis lama.
Om Robby asik ngobrol sama Bikcek
Om Robby asik ngobrol sama Bikcek

Apalagi begitu saya lihat kayu sambung dari kayu unglen ini pasti berukuran lebih dari 10 meter panjangnya. Bayangkan saja zaman sekarang mencari kayu unglen dengan panjang 10 meter apa masih mungkin di dapat? Jadi, perkirakan rumah bikcek ini bisa lebih di atas 5 milyar apabila di rupiahkan. Ditambah dengan nilai sejarah bangunan rumah.

Layaknya rumah tradisional, hampir 100% rumah tradisional ini terbuat dari kayu ulin dengan ornamen yang menyesuaikan dengan tingkat strata keluarga yang menempatinya. Rumah tradisional pada kawasan ini memiliki karakteristik ruang menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan keluarga yang menempatinya sehingga bentuk rumah tradisional yang masih ada di kawasan ini berbeda antara satu sama lainnya walaupun berada dalam satu kawasan yang sama.

Dari langit pintu, ada ukiran yang disana tercantum angka 1315 hijriah. Artinya rumah tersebut sudah ada sejak 100 tahun lalu! Luar biasa dan layaknya bangunan tua, si pemilik pun melakukan perawatan lewat renovasi di beberapa bagian, mulai dari pengecatan dan pembaruan ukiran.

Lalu saya berpindah ke rumah sebelahnya dengan penghubung jalan dari rumah pertama. Rumah yang sedang direnovasi ini kalau dilihat sangat luas dan mengalami renovasi penuh dari kualitas kayu, pemasangan tehel, lampu gantung hias, dan ruangan kamar. Menurut yang punya, rumah ini nantinya akan digunakan untuk guesthouse bagi wisatawan luar yang berkunjung. Menarik!

“Om-om fotoin aku ya, awas gak!” seru saya. Tapi ternyata saya kelupaan untuk difoto karena kagum sendiri sama sejarah di perkampungan lorong firma.

Musibah Kebakaran yang Menjadikan Nilai Sejarah Hilang

Mengarah ke arah belakang rumah, melewati lorong yang tidak terlalu lewat sekitar 1 meter. Setapak demi setapak saya menelusuri ke dalam, ternyata saya berjumpa dengan mantan murid saya terdahulu, Bobby, saat saya masih bekerja di lembaga pendidikan. Singkatnya kita saling menanyakan kabar dan Bobby pun dengan senang mengajak saya untuk menelusuri lorong Firma lebih dalam. Dari hasil penelusuran ke dalam, saya menemukan bangunan bekas kolonial dengan ciri batu dan jendela besi. Selain itu, ada sebuah rumah yang diduga sebagai rumah paling tua di kawasan kampung firma.

Corak rumah kolonial masih bagus
Corak rumah kolonial masih bagus
Berasa lewat ke rumah kompeni Belanda
Berasa melewati rumah kompeni Belanda
Rumah yang diduga paling lama di kawasan perkampungan Firma
Rumah yang diduga paling lama di kawasan perkampungan Firma

Tepatnya tahun lalu, 2015, perkampungan ini pernah terjadi musibah kebakaran dan memakan 40 kepala rumah. Akibat kebakaran berasal dari salah satu rumah penduduk yang lupa mematikan kompor saat meninggalkan rumah. Namun, berkat bantuan dan sumbangan dari relawan kini perkampungan ini sedang dalam tahap renovasi bangun rumah kembali. Sayangnya ciri rumah khas sudah hilang hangus oleh api, sehingga rumah yang dibangun dari batu.

Sisa puing kebakaran dalam tahap perbaikan
Sisa puing kebakaran dalam tahap perbaikan
Dibangun kembali dengan ala kadarnya
Dibangun kembali dengan ala kadarnya
Yang tersisa dari kebakaran. Masih bisa dilihat ornamen atap rumah khas Palembang

Sepanjang jalan, saya berusaha merekam jejak apa yang menarik dari pemukiman kampung ini. Namun, sayangnya tidak begitu banyak yang saya dapatkan. Permukiman Lorong Firma memiliki dua jenis rumah tradisional yaitu rumah limas dan rumah limas gudang. Saya membayangkan kalau dulunya sebelum terjadi kebakaran pasti kita masih bisa melihat ciri rumah limas dari atas atap ada semacam ukiran. Beruntung saya bertemu dengan Bobby yang sedikitnya membantu saya menelisik sejarah rumah tradisional di Palembang. Terakhir sama om Robby yang mengajak saya untuk melestarikan sejarah kota Palembang.

Deddy Huang
Deddy Huanghttp://deddyhuang.com
Storyteller and Digital Marketing Specialist. A copy of my mind about traveling, culinary and review. I own this blog www.deddyhuang.com

13 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Deddy Huang

Lifestyle Blogger - Content Creator - Digital Marketing Enthusiast

With expertise in content creation and social media strategies, he shares his insights and experiences, inspiring others to explore the digital realm.

Collaboration at [email protected]

Artikel Populer

Komentar Terbaru