Berlokasi di Kelurahan Peguyangan, Denpasar Utara, terhampar persawahan yang bertahan dari gempuran modernisasi. Harmoni kehidupannya menarik saya datang. Hari itu saya menemui Made Suastika, Ketua Pengelola Ekowisata Banjar Pulugambang.
Dalam pembagian wilayah di Bali, istilah kampung lebih dikenal sebagai banjar. Awalnya warga Banjar Pulugambang belum memiliki keahlian dalam mengelola lahan. Informasi tata kelola pertanian yang bernilai ekonomis masih minim. Arus kapitalis di Bali kian menggebu, permintaan lahan luas untuk kepentingan komersial juga tak terbendung. Akibatnya, alih fungsi lahan sulit dihindarkan saat masyarakat ekonomi sulit memutuskan menjual lahannya untuk investor.
Made Suastika yang membuka cakrawala baru bagi warga Peguyangan. Ia menggerakkan warga agar menjaga tata ruang desa dan melindungi lahan persawahan. Hampir 60 persen masyarakat Bali berprofesi sebagai petani, Made Suastika yakin perubahan nyata itu sebuah proses hidup tanpa henti. Sulit terpikirkan lahan-lahan luas berubah fungsi, kemana lagi para petani ini akan bertahan hidup dengan kemampuan yang dimiliki?
Subak, Jati Diri Melalui Laku Tri Hita Karana demi Keseimbangan Hidup
Di beberapa daerah di Bali, organisasi subak seakan mati suri. Subak sesungguhnya merupakan organisasi sosial masyarakat. Ia tak hanya mengatur sistem perairan atau irigasi sawah pertanian di pulau Bali. Susunan terasering sawah merupakan sinergi tata letak yang seimbang. Banjar Pulugambang memiliki organisasi subak bernama Subak Sembung yang menawarkan wisata alam serta atasi alih fungsi lahan sawah.
Konsep Subak mengacu pada Tri Hita Karana yang menyatukan roh, dunia manusia dan alam lewat berbagai aktivitas dan membentuk budaya bercocok tanam demokratis di Bali. Hal ini diterapkan warga dengan melakukan sejumlah upacara. Serangkaian ritual yang dimulai dari sebelum menanam padi, pemilihan bibit hingga saat panen raya. Tujuannya sebagai wujud ungkapan syukur kepada Dewi Sri yang mencurahkan berkat hasil bumi. Inilah yang membuat subak bertahan lebih dari satu abad. Ketaatan kepada tradisi leluhur. Semua hal dibicarakan dan dipecahkan bersama.
Suara syair Puja Trisandya membelah udara, bergema di tengah persawahan. Irama syair ini lumrah dilantunkan setiap pukul enam pagi, dua belas siang dan enam sore sebagai pengingat saat untuk sembahyang. Adalah Iwan Kurniawan dari PT Astra International Tbk cabang Denpasar yang membawa saya ke Ekowisata Subak Sembung. Ia berperan menjadi mediator bagi Astra dan warga untuk meningkatkan kualitas masyarakat dan alam, lewat program Banjar Berseri Astra.
Sudah tiga tahun lamanya Subak Sembung menjadi bagian dari program Banjar Berseri Astra, sejak digagas menjadi ekowisata pada pertengahan 2014. Pagi itu Subak Sembung nampak dinamis. Sebagian warga membajak sawah. Yang lain memisahkan gabah. Itulah bagian rutinitas dari warga Banjar Pulugambang. Semangat mereka tak pernah padam untuk berubah lebih baik. Kerja keras yang membuat mereka dipandang layak untuk dibantu Astra.
Mengelola Ekowisata Cerdas dan Bermanfaat
Peguyangan memang punya potensi daya tarik ekowisata yang utama. Alam persawahannya seluas 115 hektar begitu magis dan memesona. Lewat program Banjar Berseri Astra, seorang Made Suastika berani bermimpi untuk membesarkan Peguyangan. Dia mengajak warga untuk membayangkan apabila lahan sudah berubah fungsi akan ada banyak dampak buruk yang terlihat.
“Saya sedih kalau melihat tanah disini berubah menjadi banyak bangunan dan membuat warga jadi kehilangan jati diri,” tuturnya.
Sebuah Pura yang teduh dan terawat berdiri di antara hamparan sawah. Kicauan burung-burung saling berbalas terdengar manis di telinga. Di Subak Sembung, sekitar 200 orang berprofesi petani. Bercocok tanam adalah keahlian utama warga. Tak hanya padi, mereka juga menanam aneka ragam sayuran untuk diversifikasi ekosistem.
Peran aktif masyarakat yang mulai menyadari proses perubahan tak dapat dilakukan sendiri. Semua perlu bersama-sama untuk membangun banjar. Rasa memiliki yang membesarkan Subak Sembung hingga dikenal oleh banyak orang.
Ekowisata, Media Pembelajaran di Alam
Dalam ekowisata pengunjung diajak terjun langsung ke sawah. Kreativitas pengelola dalam membuat materi edukasi tentang alam dipadukan dengan permainan atau kegiatan. Meski harus menginjak lumpur, tangan merasakan menanam bibit padi hingga memetik hasil kebun. Pengunjung diajak merasakan menjadi petani dalam sehari. Setiap minggu ada jadwal anak sekolah yang berwisata ke Subak Sembung. Ini menjadi salah satu pemasukan bagi warga.
Lintasan lari dari tapak beton membelah persawahan. Pengunjung bebas bermain sepeda atau berlari. Setiap Sabtu dan Minggu para petani menggelar acara “peken carik”, menjual hasil panen produk unggulan. Berbagai produk mulai padi organik, sayuran segar yang bisa dipetik langsung dari kebun hingga tanaman obat keluarga.
Semangat dan kepedulian warga tumbuh bersama dengan antusias pengunjung. Sejalan dengan semangat Astra dalam mengembangkan Banjar Berseri Astra. Astra untuk Indonesia demi mengangkat potensi khas setiap daerah menuju kemandirian dan kesejahteraan.
Siang itu di bawah terik surya, dua ibu menunjukan kepada saya cara memisahkan gabah dari tanaman padi. Masing-masing mengambil seikat padi kemudian memukulkannya secara bergantian dengan seirama. Gemerisik bulir-bulir gabah berjatuhan mulai membentuk gundukan.
Memupuk Semangat Hidup
Kawanan burung nampak melintas di atas petani yang sedang membajak sawah. Dilatari suara mesin traktor dan pemisah gabah yang menyala. Untuk skala besar, para petani binaan Astra memanfaatkan mesin agar pekerjaan lebih efektif dan efisien.
Di sisi lain nampak kupu-kupu dan capung berterbangan sambil sesekali hinggap di antara bunga Kenikir. Sebuah simbiosis mutualisme demi regenerasi antara tanaman dan hewan.
“Ini bukti kalau tanah di Subak Sembung subur secara kualitas dan kuantitas,” papar Bli Suastika sembari menunjuk pada kupu-kupu yang berterbangan. Kupu-kupu dan capung merupakan salah satu indikator kualitas air di Subak Sembung. Semua ini bersumber dari Danau Beratan, salah satu dari 20 danau terbaik dan terindah di dunia.
Gelora Semangat Astra Mendukung Kesejahteraan
Melintasi pematang sawah saya kemudian bertemu seorang petani sedang menjemur gabah. Senyum di wajahnya tersamarkan bayangan caping di atas kepalanya. Peluh membasahi pakaiannya. Namanya Made Sutama. Salah satu petani produktif warga Peguyangan. Petani tua ini sabar menggarap sawah tiap hari. Sayangnya setiap panen ia terpaksa menjual langsung ke tengkulak dan pemilik lahan. Sisanya untuk kebutuhan sehari-hari. Satu hektar sawah yang digarapnya mampu menghasilkan 7-8 ton gabah.
Oleh Astra, kemudian para petani binaan diberikan bantuan pupuk, bibit serta alat mesin untuk mempercepat produksi selain pelatihan pertanian.
Mengubah pola pikir masyarakat perlu waktu. Perubahan terjadi saat Astra mulai berinteraksi dengan warga. Dari yang semula bertani untuk sekedar bertahan hidup menjadi bertani dengan nilai plus ekonomi.
“Sejak banjar dikenal lebih luas, banyak orang berkunjung ke sini,” ujar Pak Sutama. Banyaknya pengunjung yang datang berarti pemasukan bagi warga. Saat ini Astra giat membina Kampung Berseri Astra di 34 provinsi.
Saat Untuk Berdikari
Made Suastika menjelaskan awal Banjar Pulugambang mengangkat masyarakat dalam aspek pendidikan, kesehatan, lingkungan dan kewirausahaan. Setiap bulan diadakan layanan kesehatan gratis untuk warga. Juga pendidikan yang layak untuk sekolah sekitar termasuk melalui pelatihan kewirausahaan petani. Salah satu yang berhasil adalah budidaya jamur milik salah seorang warga, Darna.
Program banjar berjalan bersama Astra merupakan wujud terapan Catur Dharma Astra. Salah satunya menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Astra memupuk rasa percaya diri petani untuk mandiri. Petani mulai menjual hasil panen dengan harga yang kompetitif. Petani yang tidak memiliki lahan, dipekerjakan untuk mengelola lahan yang nantinya akan berbagi hasil. Bukan hanya petani, warga lainnya juga diberikan pelatihan seperti tari dan menabuh yang masih berjalan hingga sekarang.
Inspirasi dan semangat subak akan kuat jika petani sejahtera. Roh Subak Sembung adalah sawah. Sebagian lahan persawahan dipertahankan agar tak beralih fungsi jadi ladang.
“Kami masih belajar. Bantuan Astra mendorong untuk kami tetap semangat.” Perubahan nyata itu sebuah proses hidup tanpa henti. Terbitnya peraturan pemerintah tentang jalur hijau turut berperan dalam eksistensi Subak Sembung. Petani boleh menjual lahan tapi tak diizinkan beralih fungsi, harus tetap berbentuk sawah.
Melalui ekowisata yang sudah berjalan, kiprah pemberdayaan oleh Astra dengan pribadi seperti Made Suastika bersama kelompok warga subak dalam mempertahankan lahan patutlah diapresiasi.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Anugerah Pewarta Astra 2018.
Ini merupakan upaya dalam program Kampung Berseri Astra koh, kok aku lebih tarharu kalo ada orang awam mengulas hal ini ya, kalo sebagai insan Astra kami diajarinya emang untuk terus menjadi insan yang bermanfaat bukan hanya untuk perusahaan tapi untuk lingkungan juga
Hai mbak Kei,
Wah mbak Kei dari Astra ya?
Koh deddy, menang ya di lomba ini? #Serius nanya koh.selamat ya koh kalo menang. Koh deddy emg sang inspirator menulis. Salam sukses koh
Hai mbak.. gak menang mbak tulisan ini hehe gak menarik di hati jurinya 🙂
Koh Ded liputannya keren banget sih
Dan seperti biasa, aku menikamto setiap bidikan kameramu
Jadi kepengen mampir kesini. Terimakasih sdh menuliskan, Koh. Semangat warga dipadu geliat Astra membangun kampung2 jd perpaduan yg pas. Duh, blm pernah nih jd petani sehari 🙂
Kalau ke Bali dan denpasarnya mampir aja mbak. Seru kok buat ajak anak.
Saya belum pernah menginjakkan kaki di Bali. Astra memang keren ya Koh, dengan support dari mereka Kampung2 yang tersebar di seluruh Indonesia seakan disulap menjadi Kampung yang ‘Berseri’ dan Mandiri. Semoga semakin banyak KBA-KBA lain yang akan hadir. 🙂
Salam hangat dari BangFirman.com 😀
Astra masuk untuk menjembatani gap yang terjadi dan edukasi orang-orang lokal untuk percaya diri dengan kemampuan mereka.
Astra memang sangat berkontribusi untuk semua kampung di Indonesia ya koh. Wah mantap ke Bali sambil ngeliput. keren. Btw, MasyaAllah suka sekali dengan hasil jepretannya koh deddy.
Makasih ya mas Feri.. semoga saja Astra bisa lebih berkembang lagi.
Bali dan segenap keindahannya, termasuk KBA yang tumbuh dengan baik sekali di sana. Sangat menginspirasi Ded!
Makasih Bai…
Kalau di pedesaannya Bali bersih ya lingkungannya. Suka banget lihat pemandangan hamparan sawah.
Enak buat ajak anak-anak mpok nih liburan.
Inspiratif! Foto-fotonya juga keren, Koh..
Terimakasih ya kang..
Jujur … baru tahu kalau Subak di beberapa bagian Bali udah mati suri. Sayang banget ya. Padahal itu kaya ikonnya Bali banget. Banjarnya keren sekali ini, Koh. Smoga suatu saat aku bisa main ke sana.
Dijadwalkan mbak Wid, kan lumayan dekat ke Bali dari Surabaya hehe..
Asik nih koh berkesempatan ke ekowisata di Bali. Astra benar” berdedikasi untuk negeri ya.
iya, dan di sini warganya juga ikut membuktikan kalau bantuan dari Astra memang layak bagi mereka. sehingga mereka juga bekerja keras menjaga semangat.
Yuhuuu, menelusuri jejak astra hingga ke Denpasar dan mencoba pengalaman menjadi petani. Seru ya mas. mau dong aku metik terong dan cabenya…eh…
iya mbak Eka, seru banget jalan-jalan di banjar ini. terima kasih ya kunjungannya..
wah seru banget koh ded, mengulik ekowisata di denpasar.
areal persawahannya cantik banget yaa. suka liat nya. asri banget disana
iya, datang ke sini bisa lupa waktu..
Ulasannya sangat menarik sekali koh, apalagi pas baca di bagian “Syair Puja Trisandya membelah udara..” seperti terasa ada kedamaian disana.
Kagum dengan Bli Suastika, dengan semangatnya memajukan banjarnya.
Semoga menang koh, keren! 🙂
Hi mbak Mega, terima kasih yaaa kunjungannya.. Itu kali pertama aku dengar Puja Trisandya, awalnya aku gak tahu itu suara apa karena suaranya syahdu. Lalu dijelaskan sama si bapak mengenai tata sembahyang orang Hindu di Bali.
bulir padinya menarik banget untuk jadi objek foto,, cakep
iya mas Zul.. kayaknya hatiku terpuaskan gitu berada di sini 😀
selain terkagum dengan foto-fotonya, aku juga terkagum kagum dengan semangat koko yang ikutan menampik padi di sawah hehe semoga nanti beruntung jadi pemenang lomba astra ya ko…
Aamiin. Makasih ya mbak Rizka buat doa baiknya.
Niat banget, nyari KBA sampai ke Bali, jauh dari Palembang
Karena KBA nya menarik hatiku buat datang, lalu orang lokalnya juga ramah.. ??
Asik sekali sepertinya bisa terjun langsung ke sawah untuk bertanam.
Iya, aku suka hal-hal baru yang belum pernah dilakukan. Setidaknya mencoba dulu untuk tahu pengalamannya seperti apa.
Duh beruntung sekali mas bisa liputan ke sana
iya kemarin aku sempatkan waktu untuk berkunjung ke sana.
Keren banget, Koh. Makasih dah diceritain ya. Di sini bulir padi masih lama panennya. Sejuk lihat kampung yang masih bertahan.
makasih ya mas rudi 🙂
cantik banget ya mas. Aku baru tahu banjar itu desa kalau bahasa balinya.
Aku pernah ke bali cuma ke pantai-pantainya doang. Belum pernah pergi ke desanya yang seperti itu. Jadi pengen 😀
Kalau pas ke Denpasar, sempatin aja mbak ke sini. Bawa anak buat lihat alam sambil jadi petani sehari cocok.
Luar biasa, masih ada suasana seperti ini di Bali yang telah mendunia. Membaca tulisan ini, arsanay aku berada di sana. Melihat dan mendengar langsung suara buir padi yang berjatuhan. Cakep syekali, Koh.
Iya, makanya kawasan lahan hijau ini memang perlu dijaga supaya masih bisa kita nikmati.
Keren Koh, suasana kampung yang masih Asri dan bikin betah di sana ya.
Iya, masih bersahaja suasana di sana.
Wih, jadi teringat saya waktu KKN pas kuliah. Waktu itu ikut membantu warga sekitar bertani mulai dari cara memupuknya hingga prosesnya menjadi beras. Saat mengerjakannya cukup capek, tapi melihat warga sekitar tersenyum jadi hilang rasa capeknya..
Betul banget. Lihat warga tersenyum dan terbantu seolah rasa capek kita itu gak ada apa-apa. KKN dulu di mana?
Di Kuala Gunung, kabupaten Batubara mas..
Mantap nian emang deddy nih.. Menang lah sudah bawa mobil sikok balek nih ded
aamiin… makasih banyak buat doanyo len… siapo tahu doa mu dikabulkan hehehe…
Sumpah t4nya bagus banget koh, noted nih klo ke Bali hehe
Iya, tempatnya asri nih Joe.. Di tengah kota loh bayangin aja masih ada lahan hijau kayak gini.
Ga bisa komentar banyak, selain tulisannya bagus. Semoga menang yak 🙂
Makasih ya Nina buat doa baiknya ?
??
MasyaAllah. Paling seneng itu adalah menikmati “wisata berkualitas” yang mengajak kita lebih membuka mata, mencintai alam, dan berinteraksi dengan mereka yang berjuang melestarikan alam. Saat-saat emas mengisi jiwa kita yang terbiasa hidup di kota besar, di tengah gedung-gedung tinggi, dimanjakan oleh modernitas, dan jauh dari alam. Buat aku yang sering ke Bali dan berniat pensiun di Bali, membaca ini jadi semakin ingin merubah “gaya hidup” dalam waktu secepat mungkin.
Makasih untuk tulisan nya Ded. Semoga berjaya di Anugerah Pewarta Astra 2018.
Aamiin. Makasih ya Yuk Annie ??