Selesai acara Hari Jadi Tidore 909 di lapangan Kadato Kie siang hari, kami tidak banyak kegiatan selama di Tidore. Beruntung saya dapat mencicipi makan bersama Bobato, orang-orang penting di kesultanan Tidore. Hidangan makan siang kami sederhana namun terasa nikmat karena disantap bersama. Saya tidak dapat mengingat ada hidangan apa saja karena jujur makanan di Tidore itu banyak sekali jenisnya.
Sepulangnya dari Kadato Kie menuju Seroja, penginapan kami yang jaraknya cukup dekat dengan berjalan kaki juga sampai. Kami beristirahat sejenak menantikan waktu sore dengan harapan cuaca tidak membuat kulit menjadi garing. Saya sendiri walaupun sudah mandi ternyata tidak beberapa lama berkeringat kembali. Akhirnya saya memilih mengaparkan badan di lantai.
Hari-hari di Tidore terasa sangat cepat, termasuk malam hari. Mas Eko, Yayan dan Rifky pun sudah mengambil wudhu untuk sholat di masjid depan penginapan. Saya sendiri tidak tahu ada kegiatan apa malam setelah acara Hari Jadi Tidore ke 909. Namun dari Yuk Annie dan Mbak Rien bilang kalau malam ini mau melihat Ratib Taji Besi harap bersiap diri dan kalau tidak sanggup lihat lebih baik tidak ikut menonton Taji Besi.
Saya mengernyitkan dahi, bersiap diri? Sebegitunya kah pertunjukan debus-nya orang Tidore ini?
Di Indonesia, saya mengetahui Aceh dan Banten memiliki budaya debus yang lumayan terkenal. Seni debus sendiri tumbuh berkembang sejak lama. Di Tidore sendiri selain Taji Besi ada ritual namanya Salai Jin. Salai Jin ini merupakan ritual yang biasanya dipertunjukkan atau dilakukan dalam suatu hajatan yang berupa upacara ritual untuk menebus kaul seseorang yang pernah mengucapkan hajat, apabila ia selamat dari sesuatu musibah atau penyakit berat yang dideritanya. Namun, Salai Jin ini tidak boleh sembarang digelar karena hanya marga-marga tertentu saja yang boleh. Sebab, apabila telah berlangsung menari, maka orang yang kemasukkan itu bisa menari hingga 7 hari 7 malam tanpa istirahat.
Berbeda dengan Salai Jin, Ratib Taji Besi tidaklah seekstrim seperti itu. Pelaksanaan ritual Taji Besi biasanya dipimpin oleh seorang guru agama ahli kebatinan, yang biasanya disebut “Joguru” atau “Syekh’. Di samping kiri kanannya dibantu oleh para muridnya sekitar lima atau sepuluh orang.
Saya mengambil duduk dengan jarak yang agak jauh begitu sampai di Kadato Kie. Ritual Taji Besi ini dilakukan di pelataran ruang tamu Kadato Kie. Begitu masuk, sudah banyak para lelaki berbaju koko putih dengan rebana di tangan mereka masing-masing. Ratib itu semacam pengajian yang berisi puji-pujian kepada para nabi, rasul, dan para imam, yang diiringi tetabuhan rebana. Saya duduk manis menonton dan mencoba menikmati ratib taji besi.
Atmosfer di ruang tamu seketika berubah menjadi lebih panas dan seperti adrenaline di pacu. Sekitar lima belas menit puji-pujian dan tetabuhan rebana, saya melihat satu persatu para lelaki itu berdiri di depan syekh sambil memberikan hormat. Mereka mengambil dua buah besi tajam yang sudah didoakan oleh para ahli kebatinan itu. Sang Syekh memberikan isyarat kepada orang pertama yang memulai pertunjukkan untuk maju sambil jalan jongkok ke dapat sang Syekh untuk bersalaman dan menerima alat. Pada saat itu irama rebana dan syair-syair serta nyanyian zikir mulai didendangkan oleh peserta lain yang sudah memegang rebana.
Alat khusus untuk pertunjukkan ratib taji besi ini terdiri dari dua buah batang besi bulat sebesar ibu jari yang ujungnya diasah runcing dan tajam dan di bagian ujung lainnya dibentuk dengan kayu bulat sebesar kepalan tangan dan dihiasi dengan untaian rantai besi kecil. Sesekali paku besi itu diasapin di atas tempat bakar kemenyan, arang dan semacam Anglo beserta beberapa gumpalan kemenyan yang akan dibakar selama pelaksanaan ritual ini.
Mereka yang sudah mengambil paku besi dari tangan syekh kemudian menari mengikuti irama tetabuhan rebana. Kemudian, mereka mengambil kuda-kuda seolah badan mereka siap untuk menahan serangan dari luar. Dengan mata saya sendiri melihat paku besi tajam itu mencoba menembus dada mereka. Berkali-kali dicoba namun paku besi itu tidak berhasil menembus dada mereka, justru mental kembali. Luar biasa pertunjukan ratib taji besi ini. Saya tidak mampu menahan rasa takut melihat paku besi itu berkali-kali berusaha menembus dada para peserta taji besi.
Satu persatu peserta mengambil posisi untuk mencoba adu keberanian. Mereka menari-nari sambil menghujamkan besi ke dada. Masing-masing peserta tidak dibatasi waktu sampai seberapa mereka sanggup saja. Lantaran mereka menggunakan kemeja warna putih, kadang saya melihat ada darah yang menembus tapi hanya sedikit pada saat pertama memulai pertunjukkan, setelah itu tidak ada darah lagi. Ritme awal pertama kali biasanya pelan, setelah itu ritme akan berubah cepat. Paku besi itu sepertinya sudah tidak mempan lagi untuk menembus dada mereka sehingga dihujam berkali-kali seolah mati rasa.
Saya yang merekam sekaligus memotret mereka sudah diselimuti rasa bergidik, apa jadinya kalau ada insiden paku besi itu benar menghujam dada mereka? Tapi sepertinya yang saya ketahui Tidore sebagai pulau yang mayoritas muslim dan kuat akan ilmu kebatinan ini pasti akan aman-aman saja.
Acara ratib taji besi yang saya lihat ini berlangsung sekitar hampir 3 jam. Kami yang menonton pada malam itu harus menahan nafas cukup lama. Tampaknya ritual ratib taji besi ini sudah mengakar di budaya orang-orang Tidore. Seperti yang saya tanya tujuan diadakannya ratib biasanya terkait hajat atau permohonan tertentu kepada yang Maha Kuasa, misalnya agar suatu acara berlangsung lancar, yang sakit disembuhkan, yang meninggal diterima amal perbuatannya, dan sebagainya.
Selesai acara, saya menghampiri salah satu peserta untuk bertanya dan melihat luka yang ada di dadanya. Ajaibnya luka darahnya memang sudah hilang, hanya berbekas tusukan-tusukan besi tajam saja di sekitar dadanya.
Kunci dari taji besi ini adalah kepasrahan dan kepercayaan. Percaya bahwa besi tajam tersebut tidak akan menembus dada, dan pasrah apabila besi tersebut benar menembus dada. Saya belajar kalau dalam hidup ini ada hal yang perlu kita pasrahkan saat segala upaya sudah dilakukan dan mempercayai diri sendiri bahwa yang kita lakukan adalah hal yang sudah tepat.
Di tengah acara, boki, permaisuri Sultan pun menggoda kami para lelaki untuk mencoba taji besi. Tanpa berpikir dua kali, saya langsung menolak 😆 maaf boki saya belum berani. Acara selesai dan kami pun kembali ke penginapan. Tidore, pulau kecil ini ternyata mengandung banyak kearifan lokal yang menarik untuk diulik.
***
Terima kasih Ngofa Tidore Tour and Travel Team sudah mengajak saya jalan-jalan ke Tidore.
[…] Laut Halmahera juga tidak kalah mengagumkan. Tidore, pulau kecil di timur Indonesia merupakan kota yang sarat sejarah Islam. Suasana kota tenang dan bersahaja ini bukan isapan jempol. Tujuh hari berada di Tidore membuat saya jatuh cinta dengan keramahan warga lokal dan budaya seperti permainan bambu gila dan ratib tajib besi. […]
[…] Di malam harinya, bertempatan di ruang tamu Keraton digelar ritual Ratib Taji Besi atau semacam debus yang diiringi pukulan rebana. Ritual ini benar-benar memicu adrenalin sekaligus keringat melihat dua bilah paku besi besar dihujam terus menerus di dada. Tulisan mengenai Ratib Taji Besi bisa kalian baca di tulisan sebelumnya [klik di sini]. […]
[…] Laut Halmahera juga tidak kalah mengagumkan. Tidore, pulau kecil di timur Indonesia merupakan kota yang sarat sejarah Islam. Suasana kota tenang dan bersahaja ini bukan isapan jempol. Tujuh hari berada di Tidore membuat saya jatuh cinta dengan keramahan warga lokal dan budaya seperti permainan bambu gila dan ratib tajib besi. […]
[…] Awan”. Kemudian, melihat budaya lokal yang telah turun menurun seperti debus-nya Tidore yaitu ratib tajib besi. Siapa yang kuat melihat hujaman besi tajam ke dada secara […]
Aku udah komentar apa belum ya di sini? Hihihihi, lupa. Ini tadi ceritanya mau edit video ratib taji besi, terus cari referensi dulu buat tambahan info biar ceritanya dapet. Eh, satu-satunya blogpost tentang ratib taji besi di halaman satu Google cuma ini. Mantap! 🙂
Dah jauh perjalanan koh dedy ni. kapaan kaya gitu yaa
nah bener dugaanku, debus di Misool Raja Ampat ini budaya asli Tidore.
Setiap pemilihan imam besar masjid di Misool, akan ada debus yg mirip seperti ini. alat tusuknya pun sama.
Tiap bulan Ramadan, ada juga malam Ila Ila. mungkin Tidore juga punya ya?
wahh keren, rupanya debus gak cuman di Banten dan Aceh ya, tapi yang ini fokus banget ama bangsa-bangsa logam githu ya alat yg digunakan. asli bikin penasaran meskipun udah liat yg debus, tapi kayaknya di suasana budaya yang berbeda, pasti ada hal-hal uniknya yah
pastilah, di tiap daerah pasti punya ritual yang kita tidak tahu. bahkan di dekat kita sendiri. makin banyak jalan makin banyak hal-hal baru kan.
memang ditiap kebudayaan biasanya ada tradisi semacam ini ye koh. Apolagi di Nusantara, banyak, dan harus dilestarikan. Yang di Tidore ini pun aku dan mungkin banyak yang lain baru tau.. thx for sharing!
pokok ke harus banyak jalan buat eksplore budaya lagi 😀
weh serem masih dak masuk akal aku kok idak berdarah ditusuk besi. secara ilmiah belum biso dijelaske ini kok nusukke besi idak apo2 yo ded, harusnyo klo banyak yg punyo ilmu cak ini Belando cepat diusir yo hehehe
hahaha.. ado bener jugo maksudnyo Na. Tapi dulu dipake buat angkat meriam pas lawan portugis.
Wah seru sekali Koh.
Waktu mau ambil gambar dan merekam, minta izin dulu, yah? Biasanya yang kayak begini kan orang harus minta izin kalau mau motret-motret.
Iya udah dapat mbak, langsung dari kesultanan hehe…
kok saya jadilemes gini baca postingannya apalagi pas udah baca baris yang nusukin taji besi ke dada. benar-benar ekstrem tuh, saya gak bisa bayangin pas nonton langsung disana. Mungkin saya langsung hentikan motret dan lebih milih ngejauh dikit.
sabar mas.. begitulah yang terjadi 😀 saya aja sampai keringat panas pas nontonnya.. malahan diminta cobain :p
tradisinya sangat lekat yak kak… aku suka sama daerah2 yang menjunjung tinggi budaya lokalnya.. mungkin suatu saat akan ke idore. aamiin
Aamiin semoga kesampaian ya
Pasti Ini pengalaman Kemarin Liburan ke Tidore… Wah ngak nyangka seseru ini….
Cocok deh sama Blogger yang satu ini kalo ngajak jalan-jalan
Waduh sekarang kamu jadi bos properti ya hehe.. aku pengen jalan2 lagi.,
Whoaaaa kalau aku nonton pakai mata kepala sendiri pasti merinding nih Koh nontonnya xD
Kamu sendiri selama jalan2 ada pernah jumpa tradisi unik yang mana satya
Yang paling kuingat makan satenya trus yang mirip bubur kacang hijau yang enk bana bana.
waktu ratib taji besi, aku merinding disco sampe keringetan. antara pingin lihat dan tutup mata. fotomu bagus bagus ded, punyaku agak gelas semua
Bubur kacang ijonya emang sedap ya, ada jahe pula. Kamu kemaren kuat juga pas rekam videonya mbak
Enaknye jalan – jalan sampai tidore, kunbal y kang deddy
Aduuuuh aku ngeri liatnya
Kayaknya kalau aku nonton ini banyak tutup mata deh daripada nonton
Di Bali juga ada nih ritual beginian
Pakai keris nusuk2 dada
Memang luar biasa kekayaan budaya Indonesia ini ya
Extrame juga ia, ni bukti nilai-nilai luhur budaya bangsa yang harus di lestarikan
Merinding, sekaligus mengapresiasi cara mereka melestarikan budaya 🙂
serem2 gimana gitu liatnya koh, tp jd pengen liat sendiri.
yakin mbak dame mau nonton? Heheh.. kita perlu ke Tidore nih :p
aaa serem amat.
kalau di pekalongan, ratib itu ngaji habis ada orang meninggal sampai 7 hari
Aku sekali sih pejamin mata haha..
ini tradisi ya? semoga tidak menyimpang dari ajaran islam…
Semoga saja tidak ya 🙂
aku gak berani ngeliatnya, tapi salut itu rata2 yang debus para orang tua ya, anak mudanya ke mana koh?
anak muda nya ada belakangan… hehe..
Kalo liat debus gitu kok ngilu ya koh
cuma biasanya mereka pasti sudah mempersiapkan segala sesuatunya, selain itu acara seperti ini kan bukan baru pertama kali mas.
Aku masih kebayang atraksi yang bikin mata melotot itu. (trus udahnya ngerasa ngantuk, udah maleeeem hahaha). Kalo gak yakin bisa-bisa terluka itu. Ngeri.
Mungkin karena udah kelelahan ikutin rangkaian acara jadi gitu. Aku penasaran lihat Salai jin 😀
Sebuah tradisi yang masih kental, dan terus dilestarikan. Baca di sini kok makin penasaran dengan kegiatannya.
Penasaran di kegiatan yang mana mas?
lihat fotonya aja bikin ngilu apalagi lihat langsung? hmmm
Pas awalnya perasaanku biasa, tapi lama kelamaan setelah gerakan makin cepat aku kok jadi ngilu hehe… itu yang aku rasain.
nah…
Wow pasti ngeri-ngeri sedap nonton debus ala Tidore ini. Aku termasuk yang takut kalau disuruh nonton tapi pasti juga gak mau melihat pertunjukan langka ini. Jadi pasti memberanikan diri hahaha..
Sekali lagi, betapa kekayaan negeri kita begitu dahsyat ya…Semoga kalau saya nanti ke Tidore juga dapat melihat pertunjukan ini. Amin..
Udah kadung di lokasi, dikumpulin nyalinya buat lihat sampai selesai hehe..
Kalau ke Tidore nanti pasti mbak Evi bakalan langsung suka sama suasananya. Tenang dan damai.
serem bangett tajik besinya,,namanya ritual pasti sudah dipersiapkan dengan baikk
Betul, persiapan yang baik sudah pasti. Bagi kita yang pertama kali nonton pun jadi nyaman hehe..
Aih, ini keren banget aksinya. Bener-bener butuh mental kuat dan keyakinan tinggi. Soalnya kalo ragu-ragu atau nggak yakin, itu besi tajam bakal beneran nembus kulit. Aku sempet pengen ikut nyoba, tapi kok ragu. Hahaha. Akhirnya cuma coba ikut nabuh rebana itu aja. Dulu waktu SMA di Jambi pernah ikut grup kompangan, jadi ya udah nggak asing sama rebana.
ya, padahal kalau kamu nyoba aku nanti dokumentasiin mas eko :))
Baru tau ada nama tradisi Debus di Tidore .. ini nih yang buat makin amazing sama Indonesia. Kaya banget tradisi dan budaya
Betul sekali… mungkin di luar sana tanpa kita tahu masih ada tradisi yang lebih ekstrim lagi. Makanya ini kesempatan yang langka buat saya bisa lihat langsung.
rasanya kalau ikut nonton di situ aku nggak bakal nonton sampai selesai…, merinding
aku kepanasan :)) mungkin karena orang-orang di dalam ruangan saking semangat jadi atmosfer udara berubah.
Akupun paling cuma berani nonton aja. Kalo disuruh nyoba kok yah ngeri yah
buat orang awam kayak kita yang baru pertama kali lihat pasti takut. soalnya memang pasrah dan percaya kunci dari taji besi ini.
Debus dimana2 serem hehe.. yg terseram liat orang makan beling
di banyuwangi sendiri apa ada tradisi debus juga mas alan?
Wuih kalau Banten ini Debus pakai Golok Om. Menyaksikan secara langsung pasti ngeri ini..
Ini kali pertama sih aku liat debus 😀 disuruh jadi peserta sudah pasti nolak karena bukan ahlinya hehe..
kalau di lampung ada tradisi yang mirip seperti debus?
Ngeri liatnya.
harus liat…
Ritual yg sepertinya ga akan pernah aku tonton. Takut banci panggung/tampil hihihi. Pengen ikutan cuma kan emak2 gak boleh. Sekian dan terimakasih #nyengir
bilang bae pengen tedok di kamar :p
Kagum iya, ngeri iya. Tradisi yang luar biasa dan masih lestari hingga kini. Deddy ngapo dak cobain? 😀
Agek aku tertusuk besi, luka.. susah diobatin yuk rien..