Nama Bengkulu mungkin kurang familiar kita dengar termasuk traveller yang memilih Bengkulu sebagai destinasi wisata mereka. Kota Bengkulu berada di barat daya Pulau Sumatera atau 12 jam menggunakan perjalanan darat dari Palembang melalui jalur Musi Rawas. Saya masih menyimpan pengalaman “ajaib” waktu empat tahun lalu berkunjung ke Kota Bengkulu.
Pengalaman tengah malam, hujan angin yang deras lalu tiba-tiba kubah masjid ukuran sedang melayang hampir mengenai kaca depan mobil. Seketika kami tak bergeming, beruntung setir mobil bisa dielak. Kemudian, malam harinya merasakan gempa yang cukup membuat kami keluar dari kamar hotel 😆 Kalau sudah begitu masih kapok datang ke Bengkulu? Oh tentu tidak.
Bengkulu masih tetap menyimpan kenangan tersendiri bagi saya seperti mantan yang susah buat move on. Begitulah Bengkulu, saya lagi rindu untuk mengetahui perkembangan pembangunan kota Bengkulu. Maka bersama Assad, teman kerja lama saya meminta dia menemani saya untuk see sight keliling kota Bengkulu.
Memasuki Ruang Waktu di Rumah Pengasingan Bung Karno
Sempatkanlah waktu kalian untuk mengunjungi objek wisata yang ada di kota tersebut. Kota Bengkulu memiliki sejarah bagi rakyat Indonesia untuk mengetahui perjalanan hidup Bung Karno, Presiden Pertama Indonesia semasa mengalami pengasingan. Saat itu, Bung Karno menjadi tawanan yang disekap oleh Belanda kemudian diasingkan di Bengkulu. Nah, selama dalam masa pengasingan Bung Karno tinggal di sebuah rumah sederhana yang sedang saya kunjungi siang itu.
Namanya Rumah Pengasingan Bung Karno. Terletak di jalan Soekarno – Hatta atau tidak jauh dari jalan Simpang Lima. Rumah pengasingan ini sekarang menjadi objek wisata kota Bengkulu yang dikelola oleh Dinas Budaya Provinsi Bengkulu. Saya senang sekali sewaktu membaca papan yang memberikan informasi mengenai tariff retribusi untuk masuk ke Rumah Pengasingan Bung Karno. Informasinya jelas misalnya untuk dewasa dikenakan sebesar 3 ribu per kepala. Sedangkan bagi orang yang ingin menggunakan sebagai lokasi foto pre-wedding juga dikenakan biaya sebesar 150 ribu. Jika ada petunjuk yang jelas seperti ini, rasa nyaman bagi wisatawan pun timbul dengan sendirinya.
Bersih dan terawat. Dua kata inilah yang terbesit di pikiran saya sewaktu memasuki halaman pekarangan rumah. Terus terang saja, saya kagum dengan perawatan objek wisata di sini. Hal ini tampak dari kondisi rumput yang tertata rapi dan bangunan rumah yang masih layak.
Serasa seperti dibawa ke mesin waktu untuk mengingat apa yang terjadi saat tahun 1939 – 1942, ketika saya berdiri persis di depan rumah berwarna putih itu. Saya membayangkan perkarangan rumah yang lebih luas dan ada banyak prajurit-prajurit yang berada di tengah untuk mengamankan Soekarno saat itu.
“Siang pak, boleh masuk ke dalam pak?” tanya saya dengan seorang bapak seperti penjaga di rumah tersebut.
“Boleh dek, dibuka ini. Ini kebetulan lagi dibersihin,” jawab si bapak dan saya melihat ada petugas kebersihan yang sedang mengelap ruas-ruas jeruji. “Berapo uwong dek?” si bapak menanyakan saya kembali yang sedang asik mengamati arsitektur rumah.
“Duo pak, samo kawan ini,” balas saya seraya mengeluarkan uang untuk membayar retribusi masuk. Selesai membayar, saya pun diam sejenak melanjutkan mengamati tiap arsitektur yang ada di Rumah Pengasingan Bung Karno sampai ke langit-langit rumah sekalipun.
“Hmmm… masih ada sentuhan Cina nya ya pak?”
“Betul dek, rumah ini masih terawat. Masih dalam kondisi asli cuma memang dicat lagi. Semuanya masih asli,” balas di bapak yang saya ajak ngobrol.
Saya bukan seorang arsitektur tapi saya penikmat tiap seni arsitektur yang ada. Bagi saya menikmati bangunan seperti suatu mendapatkan orgasme bagi mata saya. Memanjakan mata untuk melihat tiap detil dan mencari tahu asal muasal dari tempat tersebut. Kesan arsitektur Tionghoa tidak terlepas dari langit-langit pintu yang memiliki corak oriental, kemudian didukung oleh pintu jendela yang tinggi. Alasan rumah dengan pintu tinggi salah satunya agar angin banyak masuk ke dalam ruangan. Gaya amat ya saya jelasin arsitektur ke kalian 😆
Menapaki Sisi Ruangan
Tata letak rumah ini sangat sederhana, seperti rumah-rumah lama yang pernah saya kunjungi. Tanpa sekat hanya dibatasi batu serta corak ubin lantai berukuran 20 x 20 cm. Di tiap dinding selalu dipajang gambar Bung Karno seolah menandakan siapa orang yang mendiami rumah tersebut. Kalau kita dari pintu depan melirik ke arah kanan di sana terdapat satu ruangan yang digunakan untuk meletakkan barang-barang yang pernah dimiliki oleh Bung Karno masih tersimpan di rumah ini. Seperti perpustakaan buku-buku, meja kerja dan juga ada foto-foto pada saat itu. Ada hal yang membuat saya sedikit bergidik yaitu ada salah satu infografis di dalam ruangan yang tiangnya bergerak sendiri!
Kemudian saya langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut dan masuk ke dalam ruangan cukup besar dan di dalamnya terdapat dua lemari kayu yang berisi pakaian-pakaian Bung Karno dan Inggit Garnasih, istri kedua Bung Karno. Dalam buku Istri-Istri Soekarno karya Reni Nuryanti, dkk serta buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams nama Inggit Garnasih muncul diceritakan kedua orang ini berjumpa layaknya teman curhat di mahligai keluarga mereka masing-masing.
Bung Karno merasa Siti Oetari, istri pertamanya memiliki sifat kekanakan-kanakan bahkan dituliskan bahwa Bung Karno semasa menikah dengan Oetari tidak pernah “menyentuh” sehingga membuat Bung Karno yang berjumpa dengan Garnasih mencurahkan isi hatinya. Bak ulam cinta pun datang, Garnasih yang juga memiliki keretakan rumah tangga dengan Sanusi, suami sahnya juga sudah merasa tidak cocok.
“Pada awalnya kami menunggu. Selama beberapa bulan kami menunggu dan tiba-tiba dia berada dalam rengkuhanku. Ya itulah yang terjadi. Aku menciumnya. Dia menciumku. Lalu aku menciumnya kembali dan kami terperangkap dalam rasa cinta satu sama lain. Dan semua itu terjadi selagi ia masih istri dari Sanusi dan aku suami dari Oetari,” bunyi kalimat paragraf yang saya baca mengenai Bung Karno membuat saya jadi ikut membayangkan situasi saat itu berdua di dalam kamar. Panas dan bergelora, lucutan pakaian dan desahan tidak terbendung. Halah jadi mesum kan nulisnya bhuakakaka…
Tidak terasa saya pun melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar tidur Bung Karno dan Garnasih. Situasi kamar kosong hanya terdapat ranjang besi tua yang digunakan sebagai tempat keduanya beristirahat dan memadu kasih. Langit-langit atas yang tinggi seperti lamunan saya siang itu.
Berdepanan dengan ruang kamar Bung Karno dan Garnasih ternyata ada satu ruang kamar lagi yang menjadi ruang kamar tidur Ratna Djuami dan Sukarti/Kartika. Sejarah mencatat kedua nama tersebut merupakan anak angkat dari Bung Karno dan beliau sangat menyayanginya. Saya pun membayangkan kenangan mereka berdua saat menjadi “anak angkat” Bung Karno selama pengasingan di Bengkulu.
Sosok Bung Karno memang memiliki kharismatik yang kuat bahkan dalam buku sejarah sewaktu pelajaran di bangku sekolah. Saya membaca Bung Karno termasuk tokoh yang disegani di mata bangsa dan negara di dunia. Tidak heran kalau pesona dan daya pikatnya secara personal mampu menghipnotis jutaan pasang mata yang melihat dia sewaktu berdiplomasi membacakan proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia.
“Wah rajin yo pak dibersihin terus tempat ini?” tanya saya begitu selesai mengelilingi luas rumah pengasingan Bung Karno.
“Iyo dek, rutin tempat ini dibersihin paling ndak seminggu sekali,” jawab bapak yang bertopi sedang mengelap kursi tamu di depan.
“Dari mano dek,” tanyanya balik.
“Palembang pak, kebetulan lagi ado gawean bae ke Bengkulu jadi sekalian jalan-jalan mampir ke sini.” Balas saya sembari melihat Assad yang sedang menyalakan sebatang rokok. Assad sendiri teman kerja di kantor saya yang lama dan dia juga terkena “pengasingan”dari Palembang ke Bengkulu 😆
Rumah Pengasingan Bung Karno
Anggut Atas, Bengkulu, Kota Bengkulu, Bengkulu 38222
Singgah Sejenak Menuju Rumah Ibu Fatmawati, Istri Ketiga Bung Karno
Sinar matahari makin terik, kami pun segera meninggalkan rumah pengasingan Bung Karno dan segera menuju ke Rumah Fatmawati. Letaknya tidak jauh dari rumah pengasingan Bung Karno hanya berbelok arah saja karena Rumah Fatmawati dekat sekali dengan Simpang Lima, Bengkulu. Di sekitar sana juga merupakan tempat berjualan oleh-oleh Bengkulu.
Rumah panggung berwarna cokelat dengan aksen kayu yang sangat kuat ini menjadi salah satu objek wisata di Bengkulu. Beton kuat yang ditopang dengan pondasi kayu dan batu yang dicat putih. Terdapat juga informasi bertuliskan Rumah Fatmawati dan ada patung seorang wanita di depannya. Selesai memarkirkan motor di depan rumah yang tampak perkarangannya sepi. Kami pun segera melangkahkan kaki naik ke atas rumah.
Sepi. Bahkan tidak ada penjaga sekalipun untuk meminta izin masuk ke dalam rumah. Rumah Fatmawati ini tidak terlalu besar, barangkali hanya ukuran 10 x 10 m. Di dalamnya terdapat satu ruang tamu, dua kamar tidur dan dapur. Satu kamar merupakan ruang tidur ibu Fatmawati sedangkan satu sudut kamar lainnya, terlihat mesin jahit bersejarah peninggalan Ibu Fatmawati. Mesin jahit ini dulunya digunakan untuk menjahit bendera merah putih pertama kali saat proklamasi kemerdakaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Saya melihat banyak gambar-gambar yang dibingkai di setiap sudut ruangan. Gambar-gambar ini memiliki cerita mengenai kedekatan Bung Karno dan Fatmawati saat itu. Sosok Fatmawati tampak anggun dan berkelas saat mendampingi Bung Karno dalam rapat-rapat kenegaraan. Saya pun melihat foto Bung Karno dan anak-anak mereka yaitu Guntur, Megawati, Sukmawati, Rachmawati dan Guruh. Sekilas nama-nama tersebut familiar di telinga saya. Mereka merupakan anak dari istri ketiga Bung Karno dengan Fatmawati.
Kisah cinta Bung Karno memang menarik untuk dibaca selain kisah kepemimpinan beliau. Kami pun beranjak meninggalkan rumah Ibu Fatmawati karena memang tidak ada sumber yang bisa saya tanya mengenai cerita Fatmawati. Waktu sudah menunjukkan petang, saatnya bergegas menuju ke pantai menikmati keramaian di sana dan melihat para cabe-cabean. Empat tahun saya tidak datang ke Bengkulu memang tidak banyak perubahaan yang signifikan di kota ini. Entahlah, saya juga tidak bisa banyak memberikan komentar. Hanya saja saya melihat sudah ada tempat makan kekinian dengan suasana asik. Keasikan lainnya yang bisa ditemukan selama di Bengkulu adalah mengejar matahari terbenam di Pantai Panjang !
Rumah Ibu Fatmawati
Jl. Fatmawati, Penurunan, Ratu Samban, Kota Bengkulu, Bengkulu 38222
***
Rasa senang saya karena bisa melengkapi tulisan saya beberapa waktu lalu mengenai Bung Karno. Kalian juga bisa membaca tulisan saya tentang rumah persembunyian Bung Karno saat kabur dari Bengkulu ke Palembang di Kampung 2 Ulu Palembang.
Salam kenal bang deddy huang.
Penjelasannya ok bgt dan komplit. Dan waktu yang tepat untuk berkunjung kesana enaknya pukul berapa ya bang dan apa ada atura2nya bang.
Terima kasih.
Salam kenal juga mas Hanan. Enaknya datang pas pagi jadi gak gitu panas pas ke sananya 🙂
Penjelasannya komplit koh. Padahal saya belum pernah kesana seolah2 melihat langsung…
Semoga suatu saat bisa mampir ke sini 🙂
aku 3 kali ke rumah bung karno dan selalu sama merasa mistis saat ada dalam kamar bung karno…trus setiap kesana berasa dejavu soal film film heroik perjuangan dan juga film G30SPKI jaman dulu..hihihi…. historical places selalu menyenangkan untuk ditandangi kakak.
cuma untungnya di rumah ini selalu dirawat bang.
sayang jauh di bengkulu sana. Tapi nanti kalau ndelalah ada rejeki ke bengkulu, bisa nih masuk list
kamu ada daftar famtrip bengkulu gak fubu?
Kemarin daftar om. Tapi nggak ada pemberitahuan. Berati nggak keangkut kan ?
Saya pernah ke Rumah Pengasingan Bung Karno Di Bengkulu, dan apa yang ditulis Pak Deddy Huang sangat runut dan bagus sekali. Saya Lagi belajar membuat tulisan ….
Terima kasih pak sudah berkunjung ke laman blog saya. Semoga bermanfaat ya…
akhirnyo pacak ke bengkulu 🙂
Pacaklah… Dirimu jambi yo
iyo kak, mai singgah 🙂
Rumah Ibu Fatmawati gratis koh?
Gratis kok
bung karno itu banyak ya anunya, dimana mana ada 🙂
dibalik negarawannya waktu liat film soekarno di bioskop malah kesan di film itu dia kayak playboy :D, ntah itu perasaan saya atau sutradaraya yg membuat kesan seperti itu di pilemnya
Kalo gak salah dapat sebutan don juan. Aku belum nonton tuh filmnya sendiri.
Ngeliatnya takjub, tapi ya sedikit horor mas wkkwkwkw
tapi bangunanya keren ih masih terawat padahal udah lama.
Ulasanmu lengkap bener, beserta bukunya. Keren nian mas Dedd ini, tak sekadar ulasan. Tapi menimbulkan rasa yang penasatan. Terima kasih sudah berbagi.
Wah ada artis Kendall ke sini.. Hehe..
Semoga bermanfaat ya tulisanku mbak
tiap lihat rumah model begituan kok ada getaran-getaran aneh dalam dada,,,eheheh.
bukan karena angker sih, tapi kayak melintas lalu lalang sosok2 serupa time lapse
Kok sama sih dengan yang dirasain haha
Wah keren sekali pak
saya bisa membayangkan betapa mewahnya rumah pengasingan kala itu 😀 kalo misalnya tidak lagi dibersihkan apakah rumahnya juga terbuka untuk umum kak?
Ado bakat jadi penerus Anny Arrow ini caknyo. Hahahaha…
Btw, kisah cinta Soekarno tergolong ngeri, bahkan kalo boleh jujur tidak boleh ditiru. BK tipe lelaki petualang yang nggak pernah bisa nyaman dalam pelukan satu wanita. Tapi itu kehidupan pribadi beliau lah ya. Sebagai tokoh bangsa ya harus dihormati dna dihargai.
Wah kenapa Anny Arrow mas Eko?? hehe..
Sudah lumrah kan kalau lelaki itu kodratnya petualang, sampa dia berada dalam pelukan satu orang :p
Yup, lumrah. Cuma kalo beliau nggak satu wanita, tapi wanitanya yang nggak mau dimadu dan minta cerai. Hihihihi… Seru nianlah kisah cinta bapak satu ini 😀
Sempet sempetnya Levitasi hahahahaha
Pas lihat framenya kece sih kak Cipu buat foto hehehe
Haduh, Bengkulu… kapanlah bisa ke sana. Bengkulu memang jarang terdengar tapi di sana objek wisata sejarahnya punya kartu as yang tak bisa disamakan dengan daerah lain di negeri ini, bahkan dengan Jakarta sekalipun. Bagus Koh, saya suka banget waktu lihat halaman rumahnya masih luas, berarti masih bertahan keasliannya. Meski rumah pengasingannya lumayan luas tapi namanya pengasingan ya tentu di masa lalu tidak nyaman ya, hehe. Cuma saya agak heran mesin jahit bendera itu ada di sana; apa bendera itu dulu dijahit di Bengkulu? Atau mesin jahitnya sengaja dibawa ke sana sebagai koleksi? Hehe.
Itu yang aku kurang paham, kalau gak salah seperti sepeda itu dibawa untuk dijadiin kolektor pas aku tanyain. Soalnya di rumah Ibu Fatmawati memang gak ada orang jadi gak bisa aku banyak bertanya nih.
Wah kartu as yang seperti apa nih?
udah pernah dan seru
Itu kemaren kamu traveling sendiri ya Win? apa karena kerjaan.
itu dinas kak sekalian aja jadinya
Rumahnya cantik sekali
Suka sama gaya arsitekturnya
Masih kesan lama sih arsitektur rumahnya mbak Arni. Aku cakep gak?
langsung mata tertuju sama sepeda ontel, mirip sama kepunyaan papski di kampung ?
Kirain kamu tertuju padaku yang melayang … Hhahahaha
Wuih… levitasinya berapa kali take, ko?
Sekali aja 😀 kebetulan langsung dapet.
Ah rumah pengasingan Bung Karno banyak barang” vintage y om ded.
Duh istri ke 3. Om deddy dah punya istri berapa..
Belum masih perjaka :)))
Trus kapan om. *Lalu Lempar Edek-Edek Emesh
Kapan apa? Aku masih polos..