BerandaIdeaSawit, Alternatif Energi Terbarukan Untuk Indonesia

Sawit, Alternatif Energi Terbarukan Untuk Indonesia

Author

Date

Category

Optimis nantinya energi terbarukan berbasis sawit adalah realistis dan paling siap untuk kemanfaatan sosial, ekonomi, serta ekologi secara berkelanjutan.

***

Penggunaan Energi Dalam Keseharian

Kehidupan modern dengan laju perkembangan teknologi yang sangat pesat telah sangat mengubah gaya hidup warga dunia. Salah satunya adalah penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi yang menggerakan roda industri, distribusi hingga konsumsi saat ini.

Tak dapat dipungkiri bahwa manusia sekarang sangat tergantung dengan penggunaan energi, bahkan dalam kehidupan sehari-hari saja manusia tak dapat melepaskan diri dengan berbagai aktivitasnya menggunakan sumber energi. Sepanjang hari meski di rumah saja sekalipun manusia sangat tergantung dengan energi listrik. Energi listrik ini lebih banyak menggunakan energi fosil baik minyak bumi, gas ataupun batu bara.

Persoalannya, sumber energi ini bukan sumber energi yang terbarukan. Minyak bumi, gas dan batubara adalah sumber energi berasal dari fosil yang terbentuk selama jutaan tahun sedangkan kita manusia hanya menghabiskannya dalam hitungan abad.

Bayangkan minyak bumi yang baru ditemukan di tahun 1872 di Baku, Rusia yang telah sangat mengubah perwajahan industri di dunia yang memanfaatkan minyak bumi sebagai sumber energi. Industri pengolahan minyak bumi pun baru berkembang di awal awal 20, di awal tahun 1900-an. Baru satu abad lebih dengan eksploitasi yang berlebihan dunia mengalami ancaman krisis energi, karena minyak bumi tidak dapat diperbarukan.

Kita Butuh Energi Terbarukan

Di Indonesia sendiri saja, dari sektor penggunaan minyak bumi sangat pesat akhir-akhir ini. Dari informasi dikabarkan laju eksplorasi cadangan minyak Indonesia sangat tinggi. Negara kita mempunyai cadangan hanya 4 miliar barel untuk memproduksi minyak yang rata-rata 1 juta barrel per hari.

Sejak 2012 sampai 2017 tingkat pengembalian cadangan migas tidak mencapai 100 persen. Pada 2018 pencapaian tingkat pengembalian cadangan migas meningkat menjadi 106 persen dan pada 2019 mencapai 354 persen yang mengakibatkan cadangan minyak Indonesia tinggal 9,22 tahun jika tidak ditemukan sumber-sumber minyak baru.

Mengapa Sawit Paling Cocok Sebagai Energi Terbarukan?

Jika mencari sumber energi terbarukan tidak mudah, diperlukan pula alternatif energi terbarukan yang dapat dipergunakan bukan hanya untuk hitungan abad. Tetapi diharapkan dapat juga menunjang peradaban negeri ini hingga beberapa millenium ke depan.

Untuk itu, dibutuhkan sumber energi yang bukan hanya terbarukan tetapi ramah lingkungan sehingga dapat tetap mewariskan alam lestari ini kepada anak cucu kita nanti.

Telah banyak penelitian energi terbarukan yang memanfaatkan potensi alam yang ada di Indonesia, misal tanaman jarak yang memang telah lama dipergunakan sebagai bahan bakar. 

Dengan tingkat konsumsi bahan bakar yang begitu massif, tentu sangat membutuhkan pula sumber energi yang massif pula. Salah satunya adalah sawit.

Agroindustri kelapa sawit di Indonesia telah memberikan banyak kontribusi pada ekonomi negara. Wujudnya antara lain, perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat dan pengusaha, serta pemasukan devisa, penggerak ekonomi daerah dan pajak bagi negara.

Seiring pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang semakin pesat. Produksi dan proyeksi pasar industri sawit Indonesia juga makin menjanjikan. Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia tentunya memiliki angka produksi minyak kelapa sawit yang fantastis.

Pemerintah telah memiliki kebijakan energi nasional ke depan yaitu mengalihkan dari energi fosil seperti solar, premium, batubara, dan gas bumi yang tidak terbarukan (non renewable energy) ke arah energi terbarukan (renewable energy).

Kita tahu kalau energi fosil merupakan energi yang tidak dapat diperbarui, sehingga suatu saat akan habis dan mahal. Energi fosil juga menghasilkan emisi karbon global. Sehingga solusinya adalah beralih ke energi terbaru yang berkelanjutan serta rendah emisi.

Melihat iklim serta sumber daya alam di Indonesia, sawit merupakan sumber energi terbarukan yang paling siap dan memiliki sejumlah keunggulan sebagai pengganti energi fosil kedepan.

Sawit memiliki sejumlah keunggulan sebagai energi terbarukan

Untuk saat ini, produk sawit Indonesia dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: crude palm oil (CPO), other palm oil, crude oil of palm kernel dan other palm kernel oil. 

Beberapa alasan berikut bisa menguatkan posisi sawit sebagai konversi energi yang bermanfaat :

Pertama, kebun sawit menyerap karbondioksida dari atmosfer bumi dan memanen energi matahari yang kemudian menyimpannya dalam bentuk energi kimia berupa minyak sawit dan biomassa sawit. sepanjang matahari masih bersinar, energi kimia tersebut akan tetap dihasilkan kebun sawit secara berkesinambungan (energi terbarukan). Dengan kata lain, kebun sawit bukan hanya menghasilkan energi terbarukan tetapi juga sekaligus menyerap karbon dari udara bumi yang selama ini dikotori oleh penggunaan energi fosil.

Kedua, produksi minyak sawit berlangsung secara berkesinambungan. Siklus produksi kebun sawit berlangsung sampai 25 tahun baru kemudian ditanam ulang. Dengan pengaturan komposisi tanamanan sebagaimana dilakukan selama ini, produksi energi tentu akan stabil dan terus menerus. Keunggulan kesinambungan produksi sawit tersebut tidak ditemukan pada bahan bioenergi lainnya seperti jagung, ubi kayu dan lainnya.

Ambil contoh, dari minyak sawit dihasilkan biodiesel (pengganti solar) dan butanol (pengganti avtur). Produksi minyak sawit di Indonesia saat ini sekitar 32 juta ton. Jika 50 persen minyak sawit dijadikan biodiesel maka sekitar 16 juta kilo liter biodiesel dapat dihasilkan setiap tahun. Dengan produksi biodiesel sebesar itu mampu mengganti 50 persen solar yang kita impor.

Ketiga, selain menghasilkan minyak sawit, kebun sawit juga menghasilkan biomassa sawit (tandan kosong, cangkang, lumpur sawit, pelepah, batang). Dari 11 juta hektar kebun sawit dapat menghasilkan sekitar 182 juta ton bahan kering biomassa. Dengan teknologi fermentasi dari volume biomassa sawit tersebut dapat dihasilkan sekitar 27 juta ton bioetanol atau biopremium (menggantikan premium).

Keempat, energi terbarukan berbasis sawit tersebut tidak mengganggu penyediaan bahan pangan. Oleh karena biopremium dari biomassa sawit yang merupakan produk sampingan dari minyak sawit, sehingga selain murah juga sama sekali tidak bersaing dengan kebutuhan pangan.

Kelima, energi terbarukan berbasis sawit juga ramah lingkungan. Penggantian solar dengan biodiesel saja menghemat emisi sekitar 60 persen. Sementara penggantian premium dengan biopremium dapat menghemat emisi sampai 90 persen. Maka emisi dari energi fosil yang merupakan sumber emisi terbesar selama ini dapat dihemat setidaknya 50 persen.

Keenam, energi terbarukan berbasis sawit selain menyediakan energi terbarukan, proses produksinya juga melibatkan banyak masyarakat dan telah terbukti meningkatkan pendapatan rakyat, menciptakan kesempatan kerja luas, membangun daerah tertinggal dan menurunkan kemiskinan.

Dengan keunggulan dan kesiapan industri sawit sebagai energi terbarukan, seharusnya pemerintah memang tidak perlu mencari energi terbarukan lain. Yang diperlukan komitmen tinggi serta konsistensi untuk mempercepat kerja.

Besarnya Nilai Impor Indonesia

Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi non mandatory tersebut, proporsi subsidi BBM sebesar 24,8%. Besaran subsidi BBM sudah lebih besar dari penerimaan negara dari sektor minyak bumi.

Hal ini lebih disebabkan oleh semakin tergantungnya Indonesia terhadap impor BBM sebagai konsekuensi logis perubahan posisi Indonesia menjadi net importir BBM sejak tahun 2003. Semakin membesarnya porsi belanja subsidi BBM terhadap total non-mandatory spending tentunya membuat negara semakin bergantung.

Negara Eropa termasuk yang gempar ketika dari Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis, Institut Teknologi Bandung (TRKK-ITB) berhasil menemukan teknologi terbarunya untuk mengubah minyak sawit menjadi bahan bakar non-fosil (nabati) dengan katalis. Penyebabnya sudah pasti Indonesia akan bisa berhenti melakukan impor bahan bakar dan mengolah sawit untuk diserap sendiri sebagai energi terbarukan.

Indonesia menghadapi masalah energi yang cukup mendasar. Sumber energi yang tidak terbarukan (non-renewable) tingkat ketersediaannya semakin berkurang. Sebagai contoh, produksi minyak bumi Indonesia yang telah mencapai puncaknya pada tahun 1977 yaitu sebesar 1.7 juta barel per hari terus menurun hingga tinggal 1.125 juta barel per hari tahun 2004. Di sisi lain konsumsi minyak bumi terus meningkat dan tercatat 0.95 juta barel per hari tahun 2000, menjadi 1.05 juta barel per hari tahun 2003 dan sedikit menurun menjadi 1.04 juta barel per hari tahun 2004.

Dalam upaya mengatasi masalah defisit energi tersebut, pengembangan sumber energi terbarukan merupakan suatu keharusan. Terhadap tuntutan ini, industri kelapa sawit mempunyai potensi kontribusi yang sangat besar. Produk utama kelapa sawit yaitu minyak sawit (CPO) kini sudah mulai dikembangkan sebagai sumber energi terbarukan dengan memprosesnya menjadi biodiesel, seperti yang sudah dikembangkan di Malaysia.

Biomassa Sawit sebagai Energi Terbarukan

Menurut pengalaman KL Energy Corporation di tahun 2007, setiap ton zat biomassa kering dapat menghasilkan 150 liter etanol. Ini berarti produksi biomassa kelapa sawit hingga 167 juta ton per tahun bisa menghasilkan 25 juta kiloliter etanol setiap tahunnya, hampir 60 persen kebutuhan premium Indonesia.

Dengan sejumlah besar etanol dari biomassa kelapa sawit, bukankah perkebunan kelapa sawit di Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi energi terbarukan?

Selain menggunakan biomassa dari perkebunan kelapa sawit, ada juga potensi untuk memanfaatkan limbah pabrik kelapa sawit (POME) melalui penangkapan metana untuk menghasilkan biogas dan biometana.

Produksi 113 ton POME per tahun bisa menghasilkan 3.179 juta meter kubik biogas setiap tahunnya. Biogas ini bisa mengurangi konsumsi gas alam atau digunakan untuk menghasilkan listrik (bioelectricity).

Dengan kata lain, perkebunan kelapa sawit menghasilkan energi terbarukan yang berkelanjutan, yaitu biodiesel, bioetanol dan biogas / bioelectricity. Ketiga sumber energi terbarukan ini bisa menggantikan energi fosil. Biodiesel akan menggantikan minyak diesel, bioetanol akan menggantikan premium dan biogas akan menggantikan gas alam.

Keunikan perkebunan kelapa sawit adalah bahwa mereka dapat bersama-sama memproduksinya tanpa trade-off. Selama matahari masih bersinar, produksi minyak sawit dan biomassa akan berkelanjutan sehingga produksi biofuel juga akan berkelanjutan.

Keberhasilan Uji Coba B-30

Transisi penggunaan bahan bakar dari fosil ke non fosil (termasuk bahan bakar nabati biodiesel) terus mengalami peningkatan. Pengembangan biodiesel diyakini dapat menghasilkan manfaat bagi masyarakat dan daerah, seperti penciptaan lapangan kerja lokal, pembangunan infrastruktur, pemasukan pendapatan bagi pemerintah daerah dan ketergantungan nasional yang lebih kecil terhadap bahan bakar fosil dan impor energi, serta meminimalkan dampak negatif bahan bakar fosil bagi lingkungan.

Dengan adanya keunggulan dan kesiapan daripada industri perkebunan kelapa sawit sebagai energi terbarukan, seharusnya pemerintah tidak perlu lagi mencari alternatif lain untuk cadangan energi di negeri ini. Pemerintah hanya perlu memiliki komitmen yang tinggi dan konsisten terhadap industri ini dan kerja keras agar nantinya industry ini bisa dikembangkan.

Awal Januari 2020 saya mendengar kabar kalau implementasi biodiesel B30 telah jalan dan berhasil. Ini adalah jawaban atas permasalahan impor bahan bakar fosil.

Biomassa kelapa sawit bisa diolah menjadi bioetanol untuk menggantikan bahan bakar premium seperti bensin.

Secara teknis, B30 adalah komposisi campuran biosolar yang digunakan oleh konsumen di Indonesia. Komposisi tersebut menggunakan campuran 30% biodiesel dengan 70% minyak solar yang menghasilkan produk Biosolar B30.

Biodiesel yang digunakan adalah produk dari proses dari minyak mentah sawit menjadi fatty acid methyl ester (FAME) atau biasa disebut dengan B100. Produk campuran ini tetap memiliki sifat yang serupa dengan minyak solar murni sehingga dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, baik mesin diesel untuk kendaraan ataupun mesin diesel untuk pembangkit listrik.

Sehingga ketika kita ke SPBU saat ingin mengisi bahan bakar, sudah ada tangki minyak khusus biodiesel.

Meskipun perjalanan program kebijakan B30 baru berjalan, saya yakin pemerintah kita terus berinovasi untuk menargetkan penggunaan 100 persen bahan bakar nabati berbasis minyak sawit.

Produksi Biodiesel Cenderung Terus Naik

Program biodiesel telah mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap impor bahan bakar dan menghemat devisa negara sebesar US$ 3,35 miliar pada 2019. Kebijakan ini juga mendongkrak produksi biodiesel nasional. Terlihat dari grafik Databoks, produksinya pada tahun lalu mencapai 8,37 juta kiloliter, melebihi target 7,37 juta kiloliter. Kementerian ESDM menargetkan produksinya tahun ini bisa naik hingga 10 juta kiloliter.

Potensi penghematan solar dari pemakaian B30 sekitar 9,6 juta kiloliter per tahun. Perhitungan ini berdasarkan asumsi konsumsi solar yang mencapai 32 juta kiloliter dan sebanyak 30% digantikan oleh minyak sawit. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menargetkan untuk menaikkan campuran FAME (fatty acid methyl ester) atau kandungan nabati dari kelapa sawit dari 30% menjadi 40% pada tahun depan.

Kebutuhan Biofuel untuk Pasar Global, Bukan Hanya Indonesia

Meski isu sawit ini masih menjadi isu yang pro kontra dalam dunia perdagangan dunia karena adanya pernyataan bahwa sawit telah merusak hutan hujan tropis yang menjadi paru-paru dunia dan menghentikan impor produk sawi. Pemerintah Indonesia pun membalas dengan  penghentian ekspor nikel mentah Negara Uni Eropa yang berbuntut ancaman akan menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) karena Indonesia bersiap menghentikan ekspor nikel dalam bentuk batuan pada Januari 2020.

Selain sawit sebagai sumber energi terbarukan, saat ini tengah dikembangkan pula energi alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk industri otomotif, berupa mobil listrik dimana nikel menjadi industri ekstraktif paling strategis dalam pembuatan baterai. Tentu jauh lebih baik jika bangsa ini mampu mengekspor bukan hanya produk hulu, tetapi juga telah menjadi produk siap pakai.

Padahal, Eropa saat ini merupakan pemain kunci dalam pasar biofuel, dimana negara-negara Eropa menjadi pasar global terbesar untuk biofuel dan sangat berperan dalam mengatasi dampak keberlanjutan biofuel itu sendiri.

Pemicu ini dikarenakan Indonesia percaya diri akan penggunaan B30 dan siap dijual. Hal ini seolah membuat negara EU mundur dalam teknologi yang dimiliki karena belum mampu mencampur solar dengan CPO.

Implementasi B30 ini menjadi katalisator untuk mempercepat implementasi B50 pada awal tahun 2021 hingga menjadi B100.

Terlebih baru-baru ini uji coba B100 sudah dilakukan dan dinyatakan berhasil. Diesel B100 bukan tentang BBM saja, melainkan Bahan Bakar Sawit (BBS) asli dari kebun sawit Indonesia yang dapat diperbarui.

Penutup

Dengan dimulainya implementasi B30, Indonesia mampu mengguncang pasar CPO global karena perannya sebagai produsen utama di dunia yang sedang fokus untuk meningkatkan konsumsi CPO domestik.

Ketergantungan negara Indonesia terhadap impor BBM termasuk di dalamnya solar, cukup tinggi. Sementara di sisi lain, Indonesia juga negara penghasil sawit terbesar di dunia, dengan potensi sawit yang besar kita punya banyak sumber bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar solar. Potensi itu harus kita manfaatkan untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Kita patut bangga bahwa Indonesia adalah negara pertama yang berhasil mengimplementasikan B20, B30 dengan bahan baku utama bersumber dari kelapa sawit. B30 merupakan kelanjutan dari program B20 yang dicanangkan pemerintah sejak 2016.

Perlahan Indonesia pun juga harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada energi fosil yang suatu saat pasti akan habis. Pengembangan energi terbarukan juga membuktikan komitmen kita untuk menjaga bumi, menjaga energi bersih dengan menurunkan emisi gas karbon dan menjaga kualitas lingkungan.

Komitmen dan fokus untuk pengembangannya energi terbarukan ini masih diperlukan. Dengan ditemukannya energi terbarukan ini akan banyak yang terlibat dalam proyek ini, seperti terbukanya lapangan kerja baru sehingga masyarakat bisa memperoleh pekerjaan, meningkatkan dan membangun daerah tertinggal dan pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan di negeri ini.

Optimis Indonesia mampu mendorong penggunaan alternatif energi untuk menekan impor minyak dan gas bumi.

Maka boleh kan dibilang kalau kelapa sawit adalah salah satu energi terbarukan yang paling siap untuk Indonesia?

Deddy Huang
Deddy Huanghttp://deddyhuang.com
Storyteller and Digital Marketing Specialist. A copy of my mind about traveling, culinary and review. I own this blog www.deddyhuang.com

5 KOMENTAR

  1. Di kantorku dulu sempet dibawa ke meeting juga, ttg kelapa sawit yg menjadi penyebab rusaknya paru2 dunia hutan tropis. Jadi Krn kantorku pusatnya di England, mau ga mau kan aturan yg kami ikutin hrs aturan England juga, selain BI nya indonesia. Naah karena di Eropa sana mereka menjadikan nasabah yg source of funds nya berasal dari perkebunan kelapa sawit, di jadikan nasabah special yg monitoringnya lebih ketat, dan pembukaan rekeningnya jd g mudah, Krn approval kemana2 :D. Aku ikutan rempong pas dapet nasabah yg mau buka rekening, tp ternyata pemilik perkebunan kelapa sawit :D. Panjang approvalnya .. namanya kantor pusat England sana mengharuskan begitu.

    Tapi terlepas dari kontranya, ya memang sawit yg paling potensial sebagai renewable energy ya koh. Sementara kita sendiri masih butuh energy minyak bumi untuk keperluan banyak hal. Jd kalo ga disupport Ama energi terbarukan pasti kacau produk2 lainnya yg tergantung dengan itu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Deddy Huang

Lifestyle Blogger - Content Creator - Digital Marketing Enthusiast

With expertise in content creation and social media strategies, he shares his insights and experiences, inspiring others to explore the digital realm.

Collaboration at [email protected]

Artikel Populer

Komentar Terbaru