Kampung Arab Al-Munawwar 13 Ulu Palembang – Kampung? Ya! Ini bukan sembarang kampung karena di sini lah Anda bisa melihat bangunan-bangunan rumah tempo dulu yang sudah berusia lebih dari 200 tahun! Serius?! Tentu dong, dulunya kampung ini didatangi oleh seorang tokoh sepuh keturunan Arab yang membawa ajaran agama Islam ke kampung tersebut. Kampung Al Munawwar, berlokasi di daerah 13 Ulu Palembang. Nama kampung itu akhirnya diambil dari tokoh sepuh tersebut yaitu Habib Hasan Abdurrahman Al-Munawwar.

Kota Palembang memiliki berbagai etnis dan budaya yang ada di masyarakatnya. Mulai dari etnis Tionghoa, etnis India, etnis Arab, dan lain-lain. Setiap etnis tersebut memiliki komunitasnya masing-masing. Umumnya tempat tinggal masyarakat etnis tertentu, sebagian besarnya adalah masyarakat dari etnis tersebut. Misalnya, sekumpulan masyarakat yang berasal dari Arab, bermukim di suatu tempat besar, dinamakan Kampung Arab.

Kampung ini menjadi kawasan warga Palembang keturunan Arab yang melakukan aktifitas di pinggiran Sungai Musi. Mayoritas pemukiman Arab terletak di sepanjang Sungai Musi, baik di bagian Ilir, maupun yang di bagian Ulu. Informasi yang saya rangkum, dalam bermasyarakat terdapat beragam paham yang berkembang. Diantaranya ada keturunan Assegaf, Al-Habsy, Al-Kaaf, Hasny, Syahab (Shyhab), dan sebagainya. Meski paham yang mereka anut tersebut berbeda-beda, sebagian besar dari mereka masih bersaudara.
Baca juga : Menginjak Kaki Belajar Sejarah di Kampung Al Munawar 13 Ulu Palembang
Sensasi Timur Tengah ala Palembang

Bagi Anda yang ingin berkunjung melihat dan merasakan pesona Timur Tengah di Kota Palembang, maka tidaklah sulit untuk berkunjung ke perkampungan arab ini karena akses jalan menuju lokasi dapat dilalui dengan jalur darat atau sungai. Jalur darat bisa melewati pasar 10 Ulu atau Jalan Telaga Swidak melewati Pasar Pocong. Apabila lewat sungai Anda bisa menyewa perahu getek dari Dermaga BKB menuju Masjid Al Munawwar.
Berada di kampung arab Al-Munawwar akan membawa Anda kepada pemandangan kehangatan warga dan suasana timur tengah dengan corak arsitektur Eropa. Penduduk lokal kampung Al Munawwar ini juga ramah dan terbuka bagi Anda yang ingin ikut berbaur dan mengenal sejarah perkampungan ini. Terdapat rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu-kayu unglen berusia ratusan tahun, selain itu ada juga sebuah sekolahan bernuansa Islami tempat anak-anak di sekitar kampung. Tempat ini juga menjadi tempat terbaik untuk menikmati sunset di pinggir Sungai Musi.


Sejak diresmikan beberapa waktu lalu oleh Gubernur Sumatra Selatan, Alex Noerdin maka kampung arab 13 ulu menjadi salah satu destinasi wisata di Palembang. Kampung Arab menjadi sorotan masyarakat setempat maupun luar kota. Bahkan tidak tanggung-tanggung seperti Kementrian Pariwisata, Arief Yahya juga menginjakkan kaki di kampung arab ini. Masih kuat ingatan saya pengalaman pertama kali berkunjung bersama teman-teman lainnya dalam rangka membersihkan sampah dan eceng gondok dari aliran Sungai Musi. Lokasi kampungnya yang berada persis di pinggir Sungai Musi ini awalnya tampak kumuh dan kurang terawat.
Tradisi Pernikahan Kampung Arab

Apabila Anda datang melalui jalur sungai, selain bisa menikmati pemandangan pinggir Sungai musi, Anda pun akan langsung berjumpa dengan musholah Al-Munawwar yang saat ini menjadi musholah favorit bagi tiap orang yang berkunjung untuk melaksanakan sholat 5 waktu.
Kampung arab Al Munawwar sekarang sudah cantik. Wajah-wajah rumahnya bagaikan pria-pria arab berwajah rupawan dengan hidung mancung, wanita cantik seperti bintang film lalu anak-anak kecil dengan alis mata yang lebat dan panjang. Sungguh kampung ini menjadi akulturasi budaya menarik yang ada di Kota Palembang.

Waktu bercerita dengan beberapa teman berdarah Arab, saya mendapatkan gambaran mengenai adat tradisi khususnya tentang pernikahan. Menurut kebudayaan mereka, seorang perempuan keturunan Arab tidak boleh menikah dengan laki-laki bukan dari keturunan arab atau masyarakat dari daerah sekitar. Dalam hal ini sebut saja Pribumi. Namun, laki-laki keturunan Arab boleh menikah dengan perempuan bukan keturunan arab. Perempuan keturunan Arab yang menikah dengan laki-laki pribumi akan dianggap aib oleh masyarakat Kampung Arab. Karena menurut mereka, Laki-laki-lah masih memiliki darah keturunan dari Rasulullah, sedangkan perempuan tidak. Oleh sebab itu jika perempuan keturunan Arab menikah dengan laki-laki pribumi, maka garis dari Rasulullah tersebut akan terputus hanya pada perempuan tersebut, karena laki-laki pribumi tidak memiliki darah keturunan dari Rasulullah.
Kampung Arab Bernuansa Islami
Saya masih ingat waktu pertama kali datang ke kampung ini dengan bangunan kayu yang warnanya sudah mengelupas dan halaman kampung belum begitu rapi. Lalu, satu tahun berlalu sejak terakhir kali saya mampir ke sana saat ada Festival Kopi yang diselenggarakan di kampung ini. Seketika saya merasakan atmosfer kampung arab ini sekarang berubah wajah menjadi lebih ramah lagi dan nyaman untuk dikunjungi.
Area kampung arab ini memiliki delapan rumah yang menjadi cagar budaya. Enam rumah berada di area depan mengelilingi lapangan luas. Kemudian dua rumah lagi berada di belakang menghadap Sungai Musi. Keunikan masing-masing rumah ini dikarenakan usia bangunan rumah tua dan mencapai lebih hingga 250 tahun. Seolah digiring masuk ke suasana Arabian, kampung ini memang kental sekali dengan nuansa islami. Hal ini tak lepas dari dulunya peran Kapten Arab yaitu Ahmad Al-Munawwar yang singgah lalu berkeluarga sehingga beranak cuculah hingga sekarang.

Deretan rumah yang masih dihuni ini terbuat dari kayu-kayu ulin serta ada salah satu rumah yang memiliki marmer dan tehel kunci dari Eropa. Dari delapan rumah tersebut, ada dua rumah kembar karena bangunannya mirip, rumah batu karena hanya satu-satunya bangunan batu di kampung tersebut serta ada salah satu bangunan yang saat ini menjadi Yayasan Sekolah bagi anak-anak sekitar kampung.
Uniknya sekolahan di kampung ini mengikuti ajaran kurikulum sesuai pendidikan di Arab yaitu pada hari Jumat mereka libur sedangkan hari Minggu mereka masuk belajar seperti biasa. Penduduk lokal kampung Al Munawwar ini sangat ramah dan terbuka dengan wisatawan yang datang berkunjung. Namun, sebagai pengunjung juga harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan syariat Islam.
Baca :
- Telisik Kampung Firma, Perkampungan Rumah Tradisional 4 Ulu Palembang
- Telisik Kampung Tangga Raja, Rumah Persembunyian Soekarno Tempo Dulu di 2 Ulu Palembang
Hidangan Kuliner Khas Kampung Arab

Saya sendiri saat dulu berkunjung ke kampung arab Al Munawwar sempat diperlihatkan sebuah al-quran dengan tinta emas yang berusia lebih dari 100 tahun. Kemudian di momen tertentu, terkadang warga kampung Al Munawwar mengadakan acara “munggahan” lengkap dengan tarian Gambus. Acara “munggahan” ini seperti tradisi makan bersama secara lesehan dengan hidangan khas arab yaitu nasi minyak yang mirip seperti nasi briyani yang ada campuran kismis, lalu ada lauk pauk seperti gulai kambing dan ayam serta ada sayuran dan sambal buah.
Selanjutnya, para pria arab ini akan berdendang alunan musik Timur Tengah. Tarian ini merakyat dan merangkul tiap orang untuk bisa ikut menari bersama. Gerakan awalnya memang memiliki ritme namun setelah itu Anda pun diajak untuk menari bersama mengikuti gerakan mereka. Sangat menarik!


Sambil Anda menonton tarian gambus dan menikmati hidangan “munggahan”, ternyata di kampung arab Al-Munawwar ini di dalamnya ada pengusaha kopi turun temurun. Kopi andalan di kampung ini berjenis robusta arabika Sumatra Selatan. Cita rasa aroma kopinya sangat khas sehingga akan sangat menggoda bagi para penikmat kopi.
Palembang boleh berbangga dengan objek wisata baru ini karena secara tidak langsung meningkatkan jumlah wisatawan yang datang berkunjung untuk melihat sendiri keberagaman yang ada dari penduduk lokal di kampung arab Al-Munawwar 13 Ulu.
Ingin berkunjung ke Kampung Arab?
Layaknya kita sedang bertamu ke rumah orang, maka begitu pula ada bagian-bagian yang perlu kita hormati. Warga kampung Al-Munawwar lumayan memegang tradisi turun temurun demi menjaga kelestarian keturunan mereka. Mereka terbuka dengan warga yang ingin berkunjung, tapi sebagai pengunjung pun ada adab yang perlu kita hargai.
- Berpakaian sopan saat berkunjung.
- Bagi pria, tidak menggunakan celana pendek. Apabila menggunakan celana pendek harap menggunakan sarung. Sarung boleh dipinjam dengan warga kampung.
- Bagi wanita, tidak menggunakan pakaian terbuka dan rok.
- Bagi bukan muhrim tidak boleh berfoto berdekatan atau bergandengan tangan.
- Membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan.
- Apabila ingin naik perahu dari Dermaga BKB, harga perkepala Rp 10.000 dan pulangnya juga Rp 10.000
- Kampung Arab Al-Munawwar dibuka untuk untuk mulai dari pukul 8.30 – 17.00 WIB.
- Biaya tiket masuk perkepala Rp 3.000,-
Sempatkanlah untuk berfoto-foto di sekeliling perkampungan dan temukan spot-spot favorit yang menjadi lokasi foto instagramable.
***
Tulisan tentang Kampung Arab Al-Munawwar 13 Ulu ini juga dimuat di majalah Sriwijaya Air Inflight Magazine edisi September 2017. Apabila kalian sedang terbang bersama Sriwijaya Air, jangan terlewat membaca karya sederhana saya di atas pesawat. Saya akan senang apabila kalian mention saya di media sosial kalau kalian sudah membacanya. Suatu apresiasi tersendiri bagi saya, semoga saja perjalanan menulis saya terbuka jalan terang.
Sebetulnya ini menarik, Koh Ded. Ini kampung Arab, tapi gaya arsitekturnya tidak menyerupai gaya Arab. Gaya arsitektur Arab umumnya punya gaya kusen pintu dan jendela yang melingkar-lingkar (paling gampang bisa dilihat di mesjid). Tetapi foto-foto bangunan di artikel ini kebanyakan berkusen kotak persegi, yang sebetulnya merupakan gaya arsitektur Melayu. Jadi aku rasa, sepertinya Abu Munawwar ketika datang kemari berusaha berakulturasi dengan kebudayaan setempat meskipun membawa kebudayaan Arab-nya sendiri. 🙂
Memang ada alkuturasi budaya ketika datang dalam hal perdagangan termasuk siaran agama.
mantap tulisan nya lengkap selengkap-lengkapnya
[…] dari Stasiun Jembatan Ampera maka kalian dapat naik perahu ketek dengan harga Rp 10.000 menuju kampung arab Almunawwar. Di kampung arab ini kalian dapat melihat bangunan rumah tua berumur di atas 200 tahun dan […]
[…] Kami berjabat tangan dan otak saya kembali mengingat namanya dan saya ingat dia. Itulah awal pertama perkenalan saya dengan Yayan a.k.a omnduut di sebuah acara pertemuan forum yang diadakan oleh Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Sumsel. Kemudian, kopdar kami kedua dilakukan di Kampung Arab Al-Munawwar 13 Ulu. […]
[…] berkata, masih ada juga peninggalan rumah tua di kota Palembang? Dua kampung yang saya tahu yaitu Kampung Arab Al-Munawwar dan Kampung Pecinaan Kapitan. Tentu ini sangat langka, apalagi bagi saya yang menyukai heritage […]
Kalau ke Palembang aku mesti kemari deh kayaknya. Banyak yang bisa dipelajari dari kehidupan sehari-hari warganya.
Aaghhhhh…. Baru aja balik dari palembang hari minggu kemarin :p. Padahal mas yayan omnduut udah ngajakin ke kp arab ini, tp waktunyabga sempet krn itu hr terakhir. Jd 4 hr di palembang aku bisa dibilang puas banget kuliner thok mas :D. Kurang malah.
Iya nih mbak Fanny, aku kemarin lihat foto kamu sama Yayan lagi diajak keliling.. Semoga berkesan ya jalan-jalan kemarin di Palembang.
Koh, ajak aku kesini..
Jadi ke Palembangnya mas?
Satu lagi tempat wisata yang layak di jadikan list
Kunbal y
Kalo di Surabaya kampung Arab ini di daerah Ampel Koh.. kulinernya banyak plus ramah kantong. Daging kambingnya sedep.
kalau wanita pakai rok gapapa kali ya, tapi rok panjang.
haha, foto sambil melompat tidak pernah ketinggalan neh mas Deddyhuang, mantap mas..
Kampung Arabnya terawat, rapi dan bersih. adat budayanya masih terjaga. Pasti jadi rame sekarang berkat Koh Deddy
Keren banget tempatnya Om.. Jadi pengen mampir..
Kalau ke Palembang ya mas, nanti aku ajakin ke sini.
Melihat kondisi dan situasinya langsung merasa ada persamaan antara Kampung Arab di Palembang dengan di Pontianak. Keren Koh tulisannya… 🙂
Saya jadi penasaran sama yang di Pontianak bang.
di kota2 besar suka ada kampung arab .. tapi kayaknya yang di Palembang ini yang bener2 dikelola dengan baik .. menjadi tempa wsata yang sangat menarik
Ini awalnya jadi konsep percontohan untuk kampung dan destinasi pariwisata di Palembang. Lumayan jadi ada yang segar di sini.
makasih informasinya, kece bngt om 🙂
sama-sama mbak..
Porsi makannya besar besar juga ya.
Iya untuk sekitar 8 sampai 10 orang.
Di daerahku juga ada kampung arab namanya gang Empang.
jadi disini banyak orang keturunan arab gitu, ganteng-ganteng !
Tapi pas diajak ngobrol lah mereka fasihnya bahasa sunda wakakak..
Btw, pengen atuh tulisanya di pejeng di Majalaha Sriwijaya gimana caranya koh bisa berkontribusi seperti itu ?
Heheh di sini sama fasih bahasa Palembang. Kalau kirim majalah tinggal di submit aja mas. Kalau memang berjodoh tulisan kita bisa diterima oleh redakturnya.
Duhh itu sekolahnya bangunanan tempoe doeloe banget ya koh…aku sama suami pengagum cagar budaya koh…sueneng pollll pollan kalo liat bangunan lawas kek gitu…sungai musi dengan perahunya juga cantik…jadi pengen ke kampung arab al munawwar ini koh…hikk…
Ditunggu kedatangannya ke Palembang ya mbak..
Pasar pocong itu aapa ya koh? Kok horror ya bacanya? ??
Pasar pocong itu karena pedagangnya jualan di atas kuburan 😀
Menarik banget Kampung Al Munawar. Jadi pengen bisa kesana, lihat perempuan2 cantik dan pria2 ganteng, haha
Haha.. akunya berharap kayak gitu, tapi sayang mereka pada sembunyi..
Keren koh.
Kampung Arab Almunawwar ini memang menjadi salah satu destinasi andalan di Sumatera Selatan. Tiap ada teman yang main ke sana, pasti mampir di tempat ini. 🙂
Iya, soalnya Palembang belum ada destinasi wisata lain 😀
Kampungnya makin instagramable ya, kayak kampung warna-warni di Malang hehe.
Kalau ke Palembang wajib ke sini yak
Iya, di sini juga kayaknya ada deh kampung warna warni, cuma belum kedengaran gaungnya.
Kereen ko Deddy…. tulisan dan jepretannya sudah bisa dibaca sambil “terbang”
Makasih mbak IIn 🙂
Menarik sekali Kampung Arab ini. Suatu langkah jitu mengemasnya menjadi lebih menarik untuk menjadi destinasi wisata. Karena di Indonesia banyak sekali Kampung Arab, seperti di Jakarta dan Surabaya, dll. tapi yang di Palembang ini tampak lebih terbuka bagi wisatawan
Nanti kalau kamu ke Palembang, diajak ke sini 🙂
Mantap nih koh dedi bisa jalan-jalan ke kampung arab, kapan2 saya diajakin kesana dong. pengen nyoba kuliner Munggahan plus kopi didampingi dengan musik gambus yang mengiringi, mantap dah pokokny
Kalau munggahan itu bayar, satu porsi sektiar 700 ribuan 🙂
Aku doooomg, sudah pernah ke sini. *khan gue yg nemenin, kata deddy hahahaha
Seru kali ya kalau ke sini lagi pas ada perayaan dan nyicipin kuliner Arab sekalian
Iya dong.. kudu diculik ke sini buat lihat tempat bagus 😀
ada kampung arab di palembang. wahh semoga bisa kesana
Ditunggu kedatangannya mbak.
Jadi mau ke palembang lagi koh… satu kuliner yg penasaran yaitu laksan
selain laksan masih ada yg lain mas..
Ini nih, masuk daftat list kalo berkesempatan main ke Palembang.
Suka sekali dengan penyebutannya yg masih menggunaan kampung, meski letaknya di kota sekalipun. Karena nama kampung terdengar masih orisinil, khas dan daerah banget hehehe.
Biasanya apa mas disebut?
Disana apakah banyak kuliner arab yang bisa di icip2 koh?
Sayangnya masih belum ada mas.
ngejepret di kampung pun selalu oke
*sungkem
tapi btw aku merasa ubin di rumah2 arab itu khas
Iya, ubinnya masih khas banget di sini.
Aku suka suasana kampung Al Munawar ini. Pengen balik lagi kesini, tapi lebih lama.. Kemaren udah kesorean…
Sudah diajak ke beberapa lokasi destinasi kan mbak kemarin?
Waaah bisa ke sana naik perahu ya Koh, menarik nih. Pas pulang pengin coba ah~
Bisa cuma bayar 10 ribu aja hehe
“Bagi wanita, tidak menggunakan pakaian terbuka dan rok.”
Ga boleh pakai rok, koh?
Yup, nanti bisa pinjam sarung di sana 🙂