Pulau Pisang. Nama yang menarik di telinga dan membuat saya memutuskan untuk ikut dalam perjalanan kali ini bersama rombongan travel blogger lainnya ke Pesisir Barat, Krui, Lampung. Seperti apakah Pesona Pulau Pisang?
***
Ini kali pertama saya traveling bersama teman-teman travel blogger lainnya. Ada Mbak Rien (travelerien.com), mbak Dian (adventurose.com) dan Yuk Annie (annienugraha.com), sedangkan Yayan (omnduut.com) dia sudah kuanggap teman baik karena kita satu kota.
Langit sudah semakin malam begitu kami tiba di Pesisir Barat, Krui sekitar pukul 8 malam. Perjalanan hanya dapat ditempuh melalui darat dan lumayan melelahkan. Mulai dari Palembang menggunakan kereta menuju Stasiun Tanjung Karang membutuhkan waktu 10 jam. Kemudian, perjalanan darat dari Bandar Lampung melewati Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, serta melalui Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Barulah kami tiba di Labuhan Jukung Krui. Total perjalanan darat membutuhkan waktu kurang lebih 8 jam perjalanan. Namun, ada bagian yang saya suka di perjalanan kali ini, yaitu berjalan bersama teman-teman yang memiliki minat yang sama : traveling dan berbagi lewat tulisan.
Mobil kami merapatkan ke salah satu warung makan. Kulirik jarum jam di pergelangan tangan sembari menahan batuk yang belum sembuh. Nafsu makanku juga perlahan menghilang. Barangkali tubuh ini memang tidak bisa difosir lagi setelah perjalanan minggu lalu saya ke Pagaralam. Hingga saya pun berhalusinasi ketika mobil merapat ke pinggir. Dalam penglihatan saya ada pondokan dan halaman yang luas.
“Wah asik ya ini halaman luas banget, besok pagi pasti seru main,” celetukku di dalam mobil. Heran, semua orang tampak diam begitu mendengar celetukan saya.
Krik..krik..
“Samping kita ini laut, mas Ded,” balas mas Ardi yang memegang kemudi setir. Seisi mobil pun tertawa mendengar dan saya pun seolah ingin mencari bantal untuk menutup muka. Ini akibat mata dan otak tidak sinkron. Tidak beberapa lama, kami diberikan kamar untuk beristirahat sebelum besoknya akan berlabuh ke Pulau Pisang.
“Ciri khas di Krui ini kalau lampunya suka turun, soalnya masih pakai genset,” pesan mas Aries dari Dinas Pariwisata Krui yang mengundang kami untuk Pesona Krui sebelum berpamitan. Badanku langsung menjatuhkan diri di atas kasur alas di penginapan sesampainya dan mencoba terlelap hingga esok pagi.
Cerita Segelas Kopi Hitam
Saya menyukai tempat-tempat baru, bahkan kalau bisa tempat yang barangkali masih minim publikasi sebab tempat tersebut masih alami dan akan terasa nikmat saat sedang traveling. Karakteristik alami bagi saya karena belum adanya listrik dan penginapan ala kadarnya. Dua aspek ini merupakan bagian yang harus bisa kita terima dulu. Kadang kita terlalu nyaman dengan apa yang kita miliki hingga harus berpindah tempat dan beradaptasi kembali. Sanggup kah?
Sistem alarm alamiku sudah membangunkan diriku sedari subuh. Saya melirik ke samping ternyata Yayan dan Mas Arif, suami mbak Rien masih tidur. Sinyal telepon pun tidak kuat, sesekali bisa mengakses media sosial sisanya hilang. Saya segera bersiap diri untuk menikmati pemandangan pagi seutuhnya sembari menertawai kejadian ngelantur saya tadi malam.
Awalnya saya berpikir apa benar warna air laut di Krui memang biru seperti gambar yang saya temukan saat menelusuri tentang Krui. Ternyata, setelah datang melihat sendiri saya pun mengakui bahwa Pesisir Barat memiliki keindahan warna lautnya. Indah sekali. Laut di hadapan saya berwarna biru menyatu dengan gradasi warna langit dan Gunung Pugung. Jari saya asyik memainkan shutter kamera yang saya sewa harian lewat Metro Camera selama trip ini, sebab kamera saya sedang diservis karena kerusakan kabel fleksibel.
Dari arah kejauhan, mas Aries datang membawakan kami sarapan pagi nasi uduk dan gorengan. Tapi sepertinya tidak lengkap rasanya kalau tidak ditemani oleh kopi dan teh. Maka kami pun memesan secangkir kopi hangat. Lengkaplah sudah kebersamaan kami menikmati pagi di Krui berlatarkan pemandangan hamparan laut dan deburan ombak di Labuhan Jukung Krui. Ngopi kuy!
Berlabuh Di atas Ombak Menuju Pulau Pisang
“Cepat! Cepat! Naiklah!” suara bapak nelayan kapal jukung berteriak ke kami di pinggir Pelabuhan Kuala Stabas. Pelabuhan ini berada tidak jauh dari penginapan kami milik Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Krui. Lebih tepatnya Pelabuhan Kuala Stabas dekat dengan Bukit Selalaw yang menurutku lokasi ideal untuk menikmati laut Samudera Hindia.
Saat berjalan menuju bibir pelabuhan kita akan melewati sebuah tempat yang mirip seperti tempat pelelangan ikan. Beberapa kapal jukung juga berbaris terayun ombak. Sedari tadi mas Aries memberitahu kalau laut sedang bagus dan cocok untuk menyebrang ke Pulau Pisang menggunakan kapal jukung, kapal dengan ketinggian sedang dan memiliki sayap masing-masing di samping.
Saya percaya kalau para nelayan ini sudah memiliki daya insting yang kuat dalam memperkirakan kondisi ombak. Apabila ombak sedang tidak bersahabat sudah pasti rencana akan ditunda walaupun menyebrang ke Pulau Pisang yang tampak dekat jaraknya hanya sejauh mata memandang. Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk menyebrang ke Pulau Pisang, jarak yang saya prediksi seperti dari Dermaga Ampera menuju Pulau Kemaro menggunakan kapal ketek juga sama yaitu 6 km.
Kami semua telah dilengkapi dengan jaket pelampung yang menjadi salah satu standar dalam keselamatan. Dalam hati saya terus berucap akan keselamatan dan ombak-ombak yang jinak hingga mengantarkan kami dengan selamat sampai tujuan. Namun, sesekali hembusan ombak membelai manja wajah saya memberikan kesegaran di tengah laut dengan terik matahari yang makin meninggi. Sembari menahan mabuk laut, Pulau Pisang yang seolah tampak dekat di depan mata seolah oase bagi saya ingin segera sampai.
Pulau Pisang, Bagaikan Berkunjung ke Pulau Milik Pribadi
Begitu melihat gambaran pulau ini di hadapan saya. Maka dalam benak pun bertanya, apa banyak ditanam dengan perpohonan pisang?
Pulau Pisang adalah salah satu pulau paling barat yang ada di Provinsi Lampung yang langsung menghadap Samudra Hindia. Pulau ini merupakan satu kecamatan sendiri dalam Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Ternyata asal mula nama Pulau Pisang dulunya karena banyak ditanami pohon pisang selain itu ada juga yang mengatakan bentuk pulaunya seperti pisang apabila kita mengambil lewat foto drone.
Tiba-tiba seperti ada sekelumit perasaan yang saya rasakan begitu kapal jukung mulai menepi di bibir pantai Pulau Pisang. Hamparan pasir putih dan air yang jernih menyentuh kakiku saat pertama kali turun dari atas kapal. Sandal jepit warna kuning seolah berkata ingin segera mengelilingi tempat ini, namun saya masih ingin menyakinkan perasaan yang tadi tiba-tiba datang seolah ingin memberitahuku akan sesuatu.
Matahari makin menyengat, kami mengikuti jejak langkah menuju sebuah rumah yang merupakan rumah penduduk lokal. Malam ini kami akan menginap di rumah penduduk lokal yang biasanya digunakan sebagai rumah singgah bagi tiap pelancong berkunjung ke Pulau Pisang. Seperti yang saya bilang sebelumnya, pulau ini punya karakteristik yang sangat alami, karena belum adanya listrik dan penginapan. Akan tetapi di sinilah titik kenikmatan yang sulit digambarkan bagi orang yang senang traveling yaitu cukup menikmati saja.
Saya merasakan ada sesosok makhluk yang mengikutiku dari belakang. Rasanya sejak kami turun dari kapal jukung, sosok tersebut terus melihatku dari arah jauh. Perasaan yang tadinya saya kira hanya sekilas saja namun ternyata kehadirannya semakin kuat di di depanku. Ternyata ada seekor anjing yang terus mengikuti saya tanpa saya sadari. Dia sepertinya senang sekali berjalan dekat saya sementara itu Yayan yang sudah mewanti-wanti agar saya menjauhkan anjing itu dari jaraknya.
“Tenanglah, dio ndak ganggu, Yan. Nak ajak maen ini haha..” godaku ke Yayan.
Setelah kami meletakkan semua barang di rumah Bang Jon, rumah singgah tempat kami bermalam. Kami segera melancarkan niat untuk bersantai di dermaga rusak yang sudah tidak digunakan lagi. Kondisinya yang rusak dan berlobang besar ternyata menjadi spot menarik di mata kami. Tanpa disadari ternyata dermaga ini merupakan ikon kalau bertamu di Pulau Pisang.
Saat kami sedang menikmati berfoto, tiba-tiba saja anjing yang sedari tadi mengikuti saya dia langsung masuk ke frame kamera yang sedang dipegang oleh Yayan saat ingin memfotoku. Posenya mengalahkan pose saya yang sudah lengkap dengan kain tradisional. Si anjing ini dengan santainya merenggangkan badan kemudian menggulingkan badan. Kocak sekali! Baiklah, dia memberikan salam doggy style.
Kali ini panggilan bagi kaum Adam untuk menjalankan kewajiban sholat jumat. Di sekitar Pulau Pisang terdapat masjid yang dibangun untuk aktivitas sholat berjamaah penduduk lokal. Berhubung saya tidak sholat, saya mengikuti Yayan dan Mas Aries yang menjalankan sholat jumat karena kegemaran saya melihat tiap arsitektur bangunan, salah satunya masjid. Ukuran masjidnya memang tidak terlalu besar, namun lumayan untuk menampung penduduk Pulau Pisang yang jumlah kepala keluarganya sudah sedikit.
Menurut cerita mas Aries, sebagian penduduk Pulau Pisang lebih memilih berpindah ke Krui yang jaraknya dekat dan mengarah ke perkotaan. Sehingga karena jumlah kepala keluarga yang sedikit ini saya melihat rumah-rumah yang sengaja dikosongkan dan tidak terurus lengkap dengan perabotan rumah mereka. Di kampung ini tidak ada mobil, hanya ada jalan setapak yang cukup dilewati motor. Selain itu, beberapa ekor kambing yang diternakan. Anak-anak Pulau Pisang orangnya sopan tapi pemalu begitu saya mencoba menyapa mereka.
Kemesraan kami masih berlanjut setelah menyantap makan siang bersama di rumah Bang Jon. Saya melihat keluar dari rumah Bang Jon, ternyata anjing tersebut masih duduk di depan rumah. Dia sepertinya menyadari kehadiran saya.
Tak berapa lama hidangan makan siang pun sudah disiapkan. Mereka menyiapkan menu masakan rumah yang istimewa berupa ikan goreng, sayur lodeh daun katuk, kentang cabe merah, pete rebus dan gulai buah kelor. Nikmat sekali kan! Sayur kelor menjadi makanan khas di Pulau Pisang, makanya kami dibuatkan spesial untuk mencicipi hidangan khas setempat.
Keliling Pulau Pisang Pakai Motor
Kami mendapatkan kejutan kembali, kejutan yang membuat perjalanan seolah dipermudah yaitu mengelilingi luas pulau menggunakan motor. Tentu saja kami menyambut kejutan tersebut dengan senang hati. Bayangkan saja keseruan yang akan kami rasakan motoran di Pulau Pisang. Berkeliling Pulau Pisang menikmati tiap jengkal pesonanya tidak membutuhkan waktu yang lama. Harapan kami sorenya bisa menikmati sunset di pinggir pantai.
Motor kami melaju pelan menyusuri jalanan setapak di tengah pemukiman warga Pulau Pisang. Sepanjang jalan memang sedikit warga yang berada di luar, mungkin mereka sibuk di dalam rumah masing-masing. Dari balik spion saya melihat Mas Arif yang membonceng Mbak Rien, Yayan bersama Mbak Dian, sedangkan saya dengan Ayuk Annie, wanita usia milenia yang masih memiliki banyak darah muda dan kuat mengeret koper saat traveling 😆 Kopi dan rokok, dua hal yang tak terpisahkan dari sosok Yuk Annie. Saya baru pertama kali berjumpa dengannya dan mbak Dian dari Batam. Selama ini kami hanya berinteraksi lewat dunia maya. Sedangkan mbak Rien ini kali kedua berjumpa setelah kemarin dia datang ke acara Festival Gerhana Matahari Total di Palembang.
SDN Pasar Pulau Pisang
Motor kami menepi ke pinggir dinding, insting kami mengatakan untuk berhenti sebentar di bangunan tua yang tampak instagramable. Bangunan yang ada di hadapan kami merupakan salah satu bangunan sekolah yang sudah ada sejak kolonial Belanda sehingga dianggap sebagai salah satu bangunan sejarah yang ada di Pulau Pisang.
Menurut tutur kata dari teman mas Aries, bangunan SDN Pasar Pulau Pisang ini masih mempertahankan arsitektur aslinya. Hanya ada 5 ruang kelas yang disekat sama dinding kayu pemisah. Bangunan aslinya hanya bagian depan seperti yang kita lihat, sedangkan bangunan belakang mengalami renovasi karena rusak dan tambahan ruang.
Bentuk pintu yang tinggi tanpa jendela, hanya dibuat dinding berlubang sehingga membuat sirklus udara masuk lebih banyak. Informasinya di Pulau Pisang ini hanya memiliki dua SD dan satu SMP, sehingga untuk meneruskan pendidikan ke jenjang lebih tinggi maka anak-anak tersebut berpindah ke pulau sebelah.
Menara Rambu Suara
Tanganku kembali men-starter motor matic warna biru lalu membuntuti motor di depan yaitu mas Aries sebagai pembuka jalan. Beruntung akses jalan di Pulau Pisang bukanlah jalanan yang parah, tadinya saya mengira jalanan kurang mulus, ternyata sudah ada jalan setapak yang disemen rata ditambah variasi tanjakan dan turunan yang membuat saya harus menurunkan Yuk Annie di tengah jalan daripada membahayakan kami berdua.
Sesekali saat saya mengendarai motor harus membungkukkan dan memiringkan badan karena menembus ranting pohon yang tumbuh lebat di pinggir jalur. Saya melihat keseruan saat motoran di Pulau Pisang, jalur track-nya membuat adrenalin dipacu untuk lewati tantangan di depan. Tanpa disadari kami sudah memasuki hutan cengkeh yang tumbuh subur milik warga. Dulunya cengkeh menjadi komoditi yang menjadi sektor ekonomi penduduk setempat.
Kami sudah sampai di tujuan selanjutnya yaitu Menara Rambu Suara, menara yang terdiri dari 4 tingkat menjulang ke atas. “Wah, aku harus naik sampai ke atas ini,” ujarku dalam hati yang sudah mengambil posisi untuk naik ke atas.
Dony, teman mas Aries berpesan kalau menara ini hanya bisa dinaikin maksimal 5 orang karena semakin ke atas bentuknya semakin menyempit. Awalnya menara ini memiliki ketinggian sekitar 30 meter atau memiliki 5 tingkat dengan struktur besi peninggalan Belanda. Namun, mengingat usia yang sudah tua dan ketinggian yang lumayan membuat dengkul lemas akhirnya dihilangkan satu tingkatan. Saya percaya pemandangan di puncak teratas pasti akan lebih indah daripada berada di tingkat 2 atau 3. Maka saya niatkan untuk mencoba menaiki satu tingkat lagi untuk merasakan melihat Pulau Pisang secara utuh.
Kaki tangan saya mulai merasakan gemetar dan hembusan angin yang kencang, sesekali pohon kelapa mulai bergoyang karena terpaan angin. Cengkraman tangan dikuatkan agar sedangkan pijakan kaki di tiap tangga dimantapkan. Kalau kalian bertanya rasanya sudah pasti berbeda sensasinya sewaktu saya mendaki Puncak Wayag, Raja Ampat. Menaiki menara ini seperti mengajarkan saya dengan suatu filosofi : Semakin tinggi posisi seseorang maka semakin kencang pula angin bertiup untuk merobohkannya. Ketika sudah berhasil naik sampai puncak teratas, maka semua rasa letih itu terbayarkan dengan hamparan pulau, laut dan hembusan angin.
Pemandangan laut dengan gradasi warna yang indah. Atap-atap rumah penduduk di kelilingi oleh pohon kelapa serta ada barisan kapal-kapal jukung di tepi pantai. Bagai suatu lukisan pemandangan yang bisa kita saksikan dengan nyata memanjakan mata serta menyegarkan pikiran. Inilah pesona alam Pesisir Barat yang memang tak terbantahkan.
Gua Batu Liang
Ada satu spot yang menurut saya lumayan ekstrim karena melewati jalur yang lebih menantang. Motor kami hentikan di pinggir sebuah jembatan kemudian berjalan kaki masuk ke hutan dan semak. Jalan masuknya memang tidak mulus selain itu kita juga melewati sebuah kuburan tua yang dipagari oleh kayu dan beratap genteng. Kuburan ini persis di pinggir jalan saat kita mau masuk. Lalu tidak jauh di depannya terdapat sebuah lubang berukuran 1 meter mirip seperti sumur tua.
Kami pun melanjutkan perjalanan melewati tanaman berdaun panjang dan berduri. Kira-kira tempat seperti apa yang akan kami lihat di balik semak-semak seperti ini. Tak berapa lama, mas Aries memberitahu kalau Batu Liang merupakan salah satu lokasi untuk menikmati sunset dari atas bukit jurang curam melihat hempasan ombak menyentuh berbatuan.
Kami pun duduk sejenak memperhatikan satu persatu berpose di atas batu jurang yang membuat kami saling mengingatkan untuk berhati-hati. Tiba-tiba saya merasakan getaran dari dalam tas menandakan ada pesan masuk. Kami semua saling melirik, di tempat ini ternyata bisa mendapatkan sinyal kencang? Sedangkan sedari tadi kami jalan saya merasakan kesusahan sinyal untuk mengupdate status di media sosial. Kok bisa?
Berhubung tempat ini cukup membahayakan dan lumayan sempit untuk menampung tiap orang yang ingin berfoto, maka kami pun tidak ingin membuat waktu untuk segera berpindah tempat untuk menikmati sunset.
Batu Gukhi
Total hampir dua jam kami mengitari Pulau Pisang dari ujung balik ke ujung kembali. Hari juga mau menjelang sore. Entahlah apa ada sunset yang dapat kami lihat dan nikmat melihat langit mulai menghitam. Kami pun mencari kembali lokasi yang tepat untuk bersantai sore di Pulau Pisang. Sebagai bayangan kalian kalau pulau ini memang tidak terlalu besar sehingga mudah untuk dijelajahi tiap sudut.
Suasana “meneduhkan” bisa kita rasakan sewaktu melewati rumah-rumah kosong tak berpenghuni. Barangkali karena kami beramai-ramai, kalaupun sendirian barang kali saya juga tak berani. Sedangkan rumah penduduk yang masih ditempati rata-rata berada di pinggir laut. Mas Aries dan Dony sepertinya layak menjadi tour guide yang ramah dan mengobati rasa penasaran kami untuk mengeksplore lagi di pulau ini.
Sampailah kami tepat di pinggir pantai berpasir putih dengan deruan ombak yang tinggi. Motor kami pepetkan ke samping untuk menantikan sunset sore. Semoga saja dapat berjodoh karena menantikan sunset seperti menantikan jodoh. Jika berjodoh maka kita bisa bertemu.
Kami menghabiskan waktu sore dengan duduk-duduk bersantai, mengambil beberapa adegan foto yang memang instagramable dengan latar pasir putih, gulungan ombak tinggi. Dari tempat-tempat yang kami datangin sedari siang, sepertinya tempat ini merupakan terbaik untuk bersantai menghabiskan waktu.
“Apa ini namanya mas Aries?” tanya kami serempak.
“Batu Gukhi.”
Hatiku seperti memiliki koneksi dengan tempat ini. Seolah pernah berkunjung ke tempat ini namun hanya dalam khayalan. Bongkahan batu besar di hadapan saya seolah wujud wajah seseorang yang sedang menghadap ke laut. Tampaknya batu tersebut terbentuk secara alami oleh kikisan air laut yang terus menempar dinding batu.
Gulungan ombak makin menjadi tinggi, saling berkejaran dan berlawanan masing-masing. Ada rasa ingin menangkap momen tersebut, namun hati ini terasa getir merasakan hempasan tiap gesekan air. Niat kami diurungkan untuk menantikan bayangan indahnya sunset di Pulau Pisang sebab awan semakin menghitam dan angin sudah merobohkan motor kami di parkiran. Kami memilih pulang, menghangatkan badan kemudian makan malam bersama.
Melihat Tenun Kain Tapis
Angin bertiup dengan kencang membuat daun pintu bergerak dengan sendirinya. Padahal bagi kita yang tinggal di perkotaan, pukul 7 malam masih pagi dan kami duduk lesehan sambil bercerita mengenai potensi pariwisata yang ada di Pulau Pisang. Masing-masing kepala memberikan unek-unek yang baik dan merasakan Pulau Pisang memang memiliki wisata yang memikat hati tiap orang.
Sesekali saya melirik ke arah luar pintu melihat anjing yang sedari pagi mengikuti saya ternyata sedang tiduran dengan mata sayunya. Saya pikir anjing ini merupakan milik kepunyaan Bang Jon, pemilik rumah singgah yang kami tumpangin malam ini. Terkadang berbicara mengenai pariwisata memang seperti simalakama, kita tidak bisa menuntut pemerintahan setempat untuk bergerak. Hanya yang dapat kita lakukan adalah apa yang dapat kita berikan untuk pariwisata, salah satunya becerita tentang indahnya tempat tersebut sudah cukup agar orang lain juga dapat ikut merasakannya.
Tiba-tiba Mas Aries menawarkan kami untuk melihat kerajinan Tapis, kain khas Lampung di salah satu rumah penduduk. Kami tipe traveler yang menyukai sejarah dan hal-hal baru, sudah pasti sepakat menerima tawaran tanpa perlu berpikir dua kali. Cuaca malam kami ditemani rintik-rintik hujan dengan hembusan angin yang kencang. Untungnya lokasi rumah penduduk hanya berada di belakang tempat kami bermalam.
Di sebuah rumah batu berdesain jadul, saya melihat alat tenun berukuran panjang. Lewat informasi dari ibu yang menenun tapis ini ternyata hampir semua penduduk Pulau Pisang memiliki keahlian menenun tapis yang sudah turun temurun. Kegiatan ini mereka kerjakan sebagai serabutan apabila ada pesanan untuk membuat pesanan kain atau bisa juga dijadikan hiasan lainnya.
Proses tapis ini dikerjakan dengan cara menjahit kain sesuai motif yang telah digambar. Berbeda dengan teknik menenun kain Songket Palembang namun memiliki kesamaan lamanya waktu pengerjaan kurang lebih bisa 2 sampai 3 bulan untuk menyelesaikannya. Harga jual tenun Tapis ini dijual kisaran mulai dari 1,5 juta sampai 3 juta sesuai dengan kerumitan motif dan benang yang digunakan. Benang yang digunakan adalah jenis benang emas.
Saya tak menyangka kalau teman-teman lainnya langsung balik badan masuk ke kamar setelah kami melihat proses tenun kain Tapis. Saya melirik jam baru pukul 8 malam, akhirnya menyisahkan saya dan mbak Dian berdua di ruang tamu sambal bercerita ngalor ngidul seputar dunia blog. Memang menyenangkan bisa berjumpa langsung dengan teman-teman yang tadinya hanya bertegur sapa lewat dunia maya, kini dapat bertemu langsung.
Bersambung ke bagian dua.
Pesona Krui 2017 – Ija Mit Krui
Perjalanan satu hari penuh di Pulau Pisang memang menyenangkan. Tempat ini masih alami dan jauh dari rombongan bala-bala sehingga sangat cocok untuk menikmati momen liburan serta berinteraksi dengan penduduk lokal. Mengenal lebih dekat bersama mereka. Kalian juga ingin merasakan pengalaman seperti yang saya rasakan bersama teman-teman travel blogger lainnya? Ija Mit Krui! Ayo datang ke Krui!
Catat kalender event Krui yang akan mengadakan Festival Pesona Krui 2017 pada 13 – 22 April 2017. Festival ini akan mengajak kalian untuk semakin mengenal potensi wisata alam terbaik yang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Apabila kalian sedang berkunjung ke Krui, sempatkanlah bermalam di Pulau Pisang yang penuh cerita sederhana namun berkesan seperti yang saya rasakan.
Ucapan Terima Kasih
- Terimakasih kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Bandar Lampung yang mengajak saya untuk menikmati trip Pesona Krui 2017 mulai dari tanggal 16 – 18 Maret 2017
- Terimakasih untuk Mas Aries Pratama dari Dinas Pariwisata Krui
- Terimakasih untuk akun medsos Lampung yang telah baik merepost foto kami untuk menyebarkan informasi #PesonaKrui #iJamitKrui
- Cari tahu tentang Krui lewat Instagram @kruitourism
Baca cerita keseruan teman perjalanan saya selama di Pulau Pisang!
- Annie Nugraha : Hatiku Tertambat di Pulau Pisang
- Dian Radiata : Pulau Pisang Lampung
- Haryadi Yansyah : 24 Jam Bermanjah di Pulau Pisang
- Katerina : Jelajah Keindahan Pulau Pisang Pesisir Barat
Ada pula pulau pisang ..kalu di batam ada pulau kuping…di dekat jembatan 2 barelang
[…] di Pulau Pisang lebih tenang, apalagi kita tinggal di homestay milik warga lokal yang membuat perjalanan kita […]
[…] kamera. Dua minggu lalu saya saya sedang traveling ke Krui, Pesisir Barat salah satunya mengunjungi Pulau Pisang. Hampir dipastikan perjalanan saya bakal mati gaya karena saya tidak menggunakan kamera yang biasa […]
Salam kenal dari Batam Koh Ded.
Asik banget nih perjalanannya, apalagi pas bagian menaiki menara di Pulau Pisang, bikin greget deh. Aku pengen juga nyobain naik menara ituuuuu.
Ada rasa gemeteran sewaktu menaiki menaranya, soalnya anginnya makin kuat.
Kemarin temenku ngajakin kesini, karena disini adalah sarang lumba-lumba. Lanjut baca part II
Suka lumba-lumba ya mas Wahyu.
[…] Melihat dari kesiapan yang sudah ada di Krui bisa dipastikan Krui memiliki destinasi yang dicari oleh para wisatawan untuk dicari dan didatangi. Ayo ke Krui! Masih ada waktu bagi kalian yang ingin menikmati Krui dengan rangkaian acara festival yang diadakan di tempat ini. Semoga Kabupaten Krui ini semakin dilirik para penikmat ombak serta destinasi wisata alam lainnya seperti Pulau Pisang. […]
Surga Dunia … Pesona Nusantara nan Indahnya
semoga bisa dapat kesempatan bisa main ke pulau ini …
koh deddy, fotonya bagus-bagus, kecuali yang terbang itu haha tumben gak pake kaos hehe, jadi om ndut dipanggilnya yayan, baru tau
Hahah itu ala2 ga pake baju lah :p
Saya selalu mupeng ketika bloger-bloger seperti Mas Deddy, Mas Yayan, Mbak Katerina, Mbak Annie, mas Fajrin, Mbak Dian, dkk posting soal Lampung -_-
Mingin-mingini -_-
Selalu terpesona membaca tulisan Koh Deddy. Jadi bnran pingin kesna. Ntar ah pas mudik mampir pulau Pisang, hehe. Foto2nya itu lho bisa jadi bagus banget angelnya kalau Koh Deddy yg foto. Itu event krui Maret atau April Koh? Duh mupeng deh ke sana pas festival
Terima kasih mbak buat pujiannya. Semoga saja cara nulisku bisa ditingkatkan lagi ya.. hehe.
Event Krui bulan April ini mbak.
Aih aku ngiluuuuu liat pose diataa batu itu
Ngeri-ngeri sedap euy
Btw pulau Pisang ini cantik ya
pulau kecil nan memesona
Emang agak curam, makanya sangat hati-hati. Pulaunya tenang dan syahdu mbak Arni.
Indah dan damai sekali alamnya.
Masih angat sepi banget ya 😀
Btw tadinya kupikir diberi nama gtu krn banyak pisang di sana 😀
Lalu knp disebut Pisang? #kepoh
Konon ada dua, dulu banyak ditanami dengan pisang, atau pelepah pisang yang dijadikan sebagai perahu.
Koh Ded, mbok kapan-kapan aku diajak plesir, Koh 😀
Gesi jam terbangnya udah lebih tinggi :p plesiran jakarta – jogja terus 😀
Lautnya biruuuu banget, duuh liat foto kalian naik perahu biki mupeeng tapi agak takut dikit karena aku ga bisa renang.
Btw aku suka liat Koh Deddy pake ikat kepala, kayak pendekar he3
Hahah pendekar sakti mencari wangsit ilmu biar menang lomba mas 😀
Waaaa mau dong di bawin Kain tenun tapisnya, Kusuka !
Leonnnnn kamu yang kemaren ke Derawan gak ajak lagiii ?
Pantai Indonesia emang sema keceh ya. Asal kebersihan tetap terjaga. Makan di sekitar pantai seperti ini selalu top sensasinya.
Apalagi kalau di Indonesia Timur barangkali bisa lebih indah lagi.
aku yang orang lampung aja belum pernah sampe sini, emang katanya keren sih . Pulaunya masih perawan. Dan dulu banyak saudagar tinggal di sini. Walau tinggal berada di ujung lampung tapi sejak dulu anak2 pulau pisang sudah banyak yang kuliah di jawa.
Kamu KTP nya udah di batam kak danan :p
Tapi laut di Sumatera kayaknya gak kalah cantik kayak di Indonesia Timur ya.
Yang jelas kalau Indonesia timur spesies biota laut lebih banyak. KTP masih Lampung
Udah nanti kamu baper kangen kampung halaman pula..
Hahahaha kangen jelas Donk
Tapi emang banyak bahan buat nulis tentang Lampung. Salut sama provinsi ini sama wisatanya. Juga orang-orangnya kece kali, salah satunya kek kamu, the one and only.
Nyesel sih jaman sekolah dan kuliah nggak pernah ngulik Lampung. Percaya nggak aku keluar bandar Lampung (bukan Lampung) setelah kerja
Kalau dipikir2 mungkin jalan dan takdir aja. Siapa tahu dulu memang kamu belum meletek kayak sekarang. Betul toh. Aku pun cuma main di Palembang aja.
[…] Baca cerita sebelumnya : Jelajah Pesona Pulau Pisang, Krui (Bagian 1) […]
gilaaaak, cakep bngt foto2 lautnyaaa… beneran biru cerah begitu ya mas :O .. bersih lagi aku liat…
liat desanya, aku jd inget ama kampung sorkam di tapanuli… mirip2 begini nih, jalan tanahnya, bentuk rumah… harus aku msukin ke bucket list kayaknya 😀
Yesss memang cantik banget dan teduh di pulau pisang nih
Lautan dengan segala pesonanya, selalu aku rindukan. Karena aku anak pegunungan hahaha.
Makasih ko Deddy, semoga aku bisa sampai ke sana ya
Ke laut yang terdekat dulu mbak hehe
Hih nyesel buka ini. . Mupeng ???
Duh aku jadi sedih..
Banyak banget wisata yang menawarkan panorama pantai di Indonesia. Pulau pisang dengan segala ceritanya menjadi bukti bahwa Indonesia benar-benar indah
Betul rasanya buat keliling Lampung aja belum selesai. Soalnya negara kita memang negara banyak pulaunya.
Mupeng!
Cus beresin ransel.
ngeliat ko deddy manjat menara, saya yang deg degan hahahaahah… efek saya takut ketinggian kali ya… kebayang memang semakin tinggi diatas menara tuh, anginnya pun tambah terasa kuatnya…salam kenal dari batam ya ko…
Lha apalagi aku yang ngalami manjat sampai tinggi.. Anginnya makin tinggi lho.. hehe
Salam kenal ya mbak Sarah, saya dari Palembang.
ha…ga ada listrik?
perjalanan yang seru ya, eksplor banyak meski cuma bentar
Iya jadi masih pake genset. Momennya berasa lebih dapet aja walau bentar.
Halaman yang luas tapi ternyata laut, jadi cerita pembuka yang bikin aku kembali tertawa Ded haha….halooo kamu berhalusinasi :p
Titip salam sama wanita usia milenia yang kuat mengeret koper saat traveling ?
Suka sekali dengan filosofi yang Deddy dapat saat naik menara rambu suara: “Semakin tinggi posisi seseorang maka semakin kencang pula angin bertiup untuk merobohkannya.” Kamu pejalan yang memetik hikmah 🙂
Kok nggak ada yang bangunin aku malem2 liat tapis? 😀
Thanks Deddy tulisannya. Suka banget bacanya. Semoga lain waktu jalan bareng lagi ya 🙂
Wanita milenia emang cetar kali.. awak pun jugo mbak Rien haha…
Masih banyak tulisan yang pengen diceritakan lagi.
[…] Tulisan Deddy : Jelajah Pesona Pulau Pisang, Krui […]
Itu lautnya keliatan “penuh” kalo diambil dari puncak menara. Kadang nyesel jg nanggung gak sampe puncak hehe.
Padahal tinggal satu tingkat lagi buat naik. Sayang aku kemarin ndak pinjem action cam buat foto di atas 😀
Masih 2 tingkatan lagi. Itu pun pas turun udah gemeter hehe
Seru banget koh! Fix jadi tempat yang bakal dituju kalo liburan ke sanaa!
Mumpung tempatnya belum mainstream jadi bisa dapat suasana liburan seutuhnya hehe
Seru banget jalan” ya bang. . Fotonyaa juga ciamikk bingits. .
Hijau dan biru selalu menyejukkan ya. . Butuh vitamin sea ini aku ?
Ditunguu cerita selanjutnyaaa. #gasabaran
Yess… jalan sama makan itu kesukaan heheh termasuk motret pemandangan yang apik. Cuss cuti ke tempat liburan terdekat aja.
Tulisannya lengkap, Ded. Dan ini masih bagian 1 😀
Usia milenia?? hahaha ngikik aku baca bagian itu. Posemu keren-keren, Ded. Kayaknya ada bakat jadi model hahaha… Gal mau banting setir jadi model kah? hehehe…
Seneng akhirnya bisa ketemu, jalan bareng dan ngobrol banyak ama Deddy.. Next kita ngetrip bareng lagi ya… 🙂
Saking nulisnya kepanjangan akhirnya aku pecah jadi dua bagian. Memang sedap nulis tentang Pulau Pisang apalagi kalau dapat cerita penduduk lokal berasa masuk ke dalam ceritanya.
Jadi model ala-ala dulu aja biar dilirik agensi haha.. Semoga ya mbak Dian bisa jumpa lagi di next trip, makasih udah mau repot fotoin ala-ala terbangku hahaha
Asli baru ini aku dengar pulau pisang *kudet banget T_T untunglah ada tulisan kayak gini, jadi tau kan.
Ceritanya mengalir, suka bacanya. Seakan bisa merasakan juga karena deskripsinya itu.
Tenun tapis setahuku mahal memang huhuhuhu kemarin pernah ada pameran kain nusantara gitu di Solo pas aku tanya kain tapis, 5 juta bok!
Foto-fotonya keceh, koh!
Makanya aku menulis supaya teman-teman bisa tahu kalau di Indonesia juga punya destinasi alam yang bagus. Kalau ngomong soal kerajinan tangan memang harganya tinggi karena yang kita beli itu nilai seni nya ya hehe..
Makasih mbak Ranny…
Unik, pulau pisang. Dan foto-fotonya keren
Cus liburan segera mas 😀
Di Banda Naira ada juga namanya Pulau Pisang, tapi diganti jadi Pulau Sjahrir buat mengenang tokoh perjuangan kemerdekaan yang diasingkan di sana ?
Aku pengen ke Banda Naira. Padahal minggu depan ke Tidore. Cuma gak mampir keknya ke sana.
Ini link apa ??
Gak ada link. Eh kamu pasti buka dari wp aplikasi ya?
Iya hahaha
Kalo buka dari apps memang gitu, muncul linj polldaddy gitu itu memang bawaan dari wp apps. Bukan virus atau phising hehe.
Pulau Pisang, apakah disana banyak pohon pisang? atau bentuk pulaunya mirip dengan pisang? hehe
Ternyata Lampung juga gak melulu soal gajah ya, semoga suatu hari bisa bertualang seperti Koh Dedy
Bentuk pulaunya mirip pisang hehe.. betul Lampung gak melulu sama keripik pisangnya aja hahaha…
I wish one day kamu juga bisa bertualang ke tempat-tempat baru ya…
Akhirnya Om Deddy trip ke Lampung. Sekali ngetrip ke Pulau Pisang..
Om Ded, sudah bisa Move On belum dari keindahan Pulau Pisang..
Ah 2 tahun yg lalu aku ke sana belum bisa naik ke atas mercecuar Om. Tapi aku dapat Sunrise dan Sunset..
Ah keren” Om foto” nya..
Kalau dilihat ini bukan mercusuar sih, tapi menara karena atapnya terbuka.
Masih belum move on buat jelajah lagi wisata di Lampung hehe. Nulis pulau pisang aja bisa sampai 2 bagian saking asik cerita haha…
Y Om Ded. Ah aku tunggu cerita yg kedua nya Om Deddy..
Nah dulu disana ada Kapal dan tapi sayangnya Kapal yg terdampar sudah tidak ada lagi Om..
Ayo Om trip ke Lampung lagi. Masih ada Kiluan, Gigi Hiu, Lampung Barat dan Lampung Selatan
Udah jangan diracunin nanti malam ini aku gak tidur kepikiran pengen trip bareng kalian.
Hahaha.. aku gak pernah ngeracuin kok Om Ded.. Tapi ngasih tahu aja ?
Tapi besok aku mau posting Air Terjun seperti Niagara
Tuh kan.. tuh kan…
Melipir ngedraf lagi ah Om buat ngeposting Awal bulan ?
Udah baliklah.. gak baek angin malem ujan pula.