BerandaTravelingIndonesiaMelihat Warisan Kerajaan Sriwijaya di Museum Balaputera Dewa Palembang

Melihat Warisan Kerajaan Sriwijaya di Museum Balaputera Dewa Palembang

Author

Date

Category

Main tebak-tebakan yuk! Gambar rumah di uang pecahan Rp 10.000 berada di mana? Sudah tahu di mana lokasinya? Benar! Lokasinya ada di Palembang. Tapi apa kalian tahu di mana lokasi persisnya letak rumah yang dikenal sebagai Rumah Limas?

Palembang punya sejarah sendiri, terekam sejarah pernah ada kerajaan maritim yaitu Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-15. Tentunya saat itu banyak peninggalan-peninggalan lama saat zaman Kesultanan Palembang hingga kolonialisme Belanda. Hingga saat ini baru beberapa penemuan peninggalan tersebut bisa kita jumpai di museum yang ada di Palembang.

Salah satunya di Museum Balaputera Dewa. Menurut Van der Hoop, peneliti asal Belanda menyampaikan kalau Palembang salah satu wilayah di nusantara yang banyak ditemukan pemukiman dari zaman megalitikum. Hayo masih ingat pelajaran sejarah Kerajaan Sriwijaya? Maka, untuk menjaga bukti sejarah itu tetap ada, lewat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan meletakkannya di Museum Balaputera Dewa.

Rencananya saya memang mau ke museum ini, penyebabnya ada salah satu follower saya berfoto di museum ini yang tampaknya instagram-able. Tapi ternyata dilancarkan bersama rombongan teman blogger nusantara di acara Fam Trip. Selama di museum, kita ditemani oleh Ibu Diah jadi diajaknya lah kita keliling. Antusiasnya ditunjukkan lewat penyambutan teman-teman blogger dengan tarian Zapin Kipas. Tarian ini memiliki iringan musik yang enak.

Lukisan yang terpampang di belakang para penari tersebut menggambarkan kota Palembang dengan keaneka ragaman budaya, mulai dari tarian, tempat, adat, dan kekayaan alam lainnya. Museum ini memiliki 3 ruangan pameran yang dikelompokkan. Ada ruangan yang khusus menyimpan perkakas makhluk peradaban, mata uang, al-quran, senjata. Semua koleksi yang ada di museum ini lumayan terawat.

Asal Muasal “Pempek”

Secara umum, begitu mendengar penjelasan Ibu Diah, museum Balaputera Dewa ini banyak menyimpan koleksi dari zaman pra-sejarah, zaman Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, sampai zaman kolonialisme Belanda. Selain itu ada juga koleksi zaman Megalith yang sudah mengenal batu dan tombak. Museum ini banyak ilmu sejarah yang tersimpan lewat prasasti, arca, barang-barang peninggalan lainnya. Bahkan ada sejarah asal muasal makanan enak bernama Pempek.

Prasasti Talang Tuo

Sejarah munculnya pempek ini bisa kita temukan lewat Prasasti Talang Tuo, prasasti ini sudah dikenal sejak zaman Sriwijaya. Di dalamnya bercerita tentang Raja Sriwijaya atau Dapunta Hyang memerintahkan untuk membangun sebuah taman Sri Ksetra, taman yang diperuntukkan untuk seluruh rakyat Sriwijaya. Di sana terdapat tanaman sagu. Maka pada awalnya sagu diolah tanpa menggunakan ikan dan diawetkan lewat dikeringkan dengan bentuk menyerupai pempek lenjer. Makanan ini digunakan sebagai bekal dalam ekspedisi laut melewati Sungai Musi.

Museum Malaka
Museum Malaka

Bicara mengenai pempek atau makanan yang menyerupainya bukan hanya ditemukan di Palembang, kalau kita berkunjung ke Kelantan, Malaysia juga ada makanan seperti pempek kulit dan pentol ikan. Hal ini memberi arti bahwa tradisi Melayu sangat melekat dengan Sriwijaya. Bukti lainnya, Museum Balaputera Dewa juga bekerja sama dengan pemerintahan Malaka, di mana terdapat ruang museum Malaka. Sebagai wawasan baru, saat itu jenderal perang saat di Sriwijaya bertandang ke Malaka sehingga ada simbol kesamaan antara Malaka dan Palembang yaitu Tugu Prameswara. Tugu Prameswara sendiri bisa kita jumpai di Jakabaring persis di depan Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang.

Rumah Limas di Uang Rp 10.000

Tahu kah kamu kalau gambar Rumah Limas yang ada di uang Rp 10.000 kita itu adanya di Palembang. Sampai saat ini rumah tersebut masih kokoh dan digunakan untuk studi sejarah kebudayaan Palembang. Sebagai informasi, bagian depan uang Rp 10.000 adalah tokoh Sultan Mahmud Badaruddin II. Lokasi Rumah Limas ini ada di halaman belakang museum. Uniknya, bangunan rumah limas ini semuanya tidak menggunakan paku atau semen. Semuanya menggunakan metode bongkar pasang kayu.

Rumah ini boleh dimasukin oleh tamu untuk berkunjung. Di dalamnya terdapat perabotan klasik bekas peninggalan Cina, Belanda dan Jerman. Selain itu kalau menemukan perabotan khas Palembang juga tidak sulit, cirinya ukiran kayu. Ada juga adat nikah Palembang tempo dulu yang mana saat ini sudah tidak digunakan lagi. Sayangnya terkikis oleh zaman, makanya sangat menarik ke museum untuk melihat seperti apa sejarah yang pernah ada.

Tidak jauh dari rumah limas, ada sebuah bangunan rumah yang diberi nama Rumah Anti Gempa atau Rumah Ulu. Rumah panggung ini memiliki keunikkan dari pondasi kaki kayu yang menahan tumpuan beratnya badan rumah. Rahasianya terletak di seni memasang kunci kayu dan batu yang menyangga di bawahnya. Maka pada saat terjadinya gempa, hanya terasa bergoyang sedikit tapi tidak menghancurkan rumah.

Sisi Lain Umat Hindu Budha

Arca Gajah yang dipelajari ada sejarah tradisi Megalith

Ada cerita menarik dari Ibu Diah tentang kebiasaan umat Hindu Budha di museum ini, saat hari tertentu seperti Cap Go Me, Waisak, atau hari khusus maka ada semacam pemujaan sesajian yang dilakukan di arca Budha yang belum jadi. Entah apa yang dilakukan oleh mereka, namun selama tidak merusak arca tetap diijinkan. Percaya atau tidak, saat selesai mereka melakukan pemujaan maka makanan dan buah saat dimakan akan terasa hambar dan kalau buah tidak terasa manis. Konon, saat rasa makanan tersebut sudah hambar dan tidak terasa manis itu menandakan bahwa “arwah” tersebut menerima pemujaan mereka.

Bagaimana ke Museum Balaputera Dewa?

Untuk capai ke lokasi museum tidak sulit, akomodasi bisa menggunakan angkot warna merah jurusan Ampera – KM 5, minta diturunkan di museum balaputera dewa. Kalau menggunakan kendaraan pribadi cukup ikuti jalur lurus lewat Jalan Sudirman sekitar 5 km dari pusat kota. Lokasi museum ada di jalur sebelah kiri dan ada plang petunjuk.

Museum Balaputera Dewa ini merupakan museum nasional di Palembang. Hadir dengan koleksi yang beragam dari berbagai zaman. Kalau kamu sedang berkunjung ke Palembang dan rasa ingin tahu yang besar tentang sejarah Kerajaan Sriwijaya maka luangkanlah waktu 1 atau 2 jam untuk menjelajah di tiap sudut ruang museum.

Deddy Huang
Deddy Huanghttps://deddyhuang.com
Storyteller and Digital Marketing Specialist. A copy of my mind about traveling, culinary and review. I own this blog www.deddyhuang.com

14 KOMENTAR

  1. arca Buddha yang belum jadi namanya Adibuddha, melambangkan Sang Hyang Adibuddha atau Tuhan Yang Maha Esa, melambangkan Tuhan yang ada, namun tiada, ada namun tidak bisa diterka wujudnya … begitu penjelasan yg kudapat di museum candi borobudur 🙂
    aku pernah kesini jaman kuliah, sayang gak foto2 soalnya gak punya hp haha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Deddy Huang

Lifestyle Blogger - Content Creator - Digital Marketing Enthusiast

With expertise in content creation and social media strategies, he shares his insights and experiences, inspiring others to explore the digital realm.

Collaboration at [email protected]

Artikel Populer

Komentar Terbaru